Find Us On Social Media :

Agar Uang Bekerja untuk Kita

By Agus Surono, Kamis, 12 Januari 2017 | 13:33 WIB

Jadikan Uang Bekerja Untuk Kita

Intisari-Online.com - Sekitar empat tahun lalu, ketika sedang berjalan-jalan di sebuah mal di Jakarta, asyik melihat-lihat toko-toko yang ada, saya seperti tersadar pada sesuatu. Mal – di mana pun itu – tak lain tak bukan seperti sebuah pasar. Tempat bertemunya penjual dan pembeli! Seketika saya sadar, ke mana pun saya pergi, orang-orang di sekitar kita sebetulnya penjual, yang sedang berusaha memindahkan uang dari dompet kita ke dompet mereka.

Masalahnya, kita tidak sadar bahwa dalam sehari kita sering melakukan transaksi pemindahan uang dari dompet kita ke dompet orang lain dengan sangat cepat. Betul, beberapa dari transaksi itu memang betul kita butuhkan. Seperti membeli sembako, membayar uang parkir, membayar uang sekolah, sampai membayar listrik dan telepon. Akan tetapi yang menarik, sering beberapa transaksi yang kita lakukan tidak selalu untuk mendapatkan barang yang kita butuhkan. Misalnya, membeli ponsel terbaru yang kecanggihannya terlalu maju untuk zamannya sehingga banyak fitur-fitur di dalamnya tidak berguna padahal itu membikin ponsel bertambah mahal.

Padahal, dalam pembelanjaan kita harus membedakan kebutuhan dan keinginan. Sebenarnya mudah mengetahui perbedaan antara keinginan dan kebutuhan. Kebutuhan itu sesuatu yang harus dipenuhi, sedangkan keinginan tidak; Kebutuhan tidak selalu Anda inginkan, sementara keinginan tidak selalu Anda butuhkan; Kebutuhan umumnya ada batasnya, sementara keinginan umumnya tidak ada batasnya. Namun, justru keinginanlah yang sering membuat gaji seseorang ludes. Hemat tapi jangan pelit

Mungkin Anda kemudian bertanya: bagian mana dari pengeluaran kita yang sebetulnya merupakan kebutuhan, dan bagian mana dari pengeluaran kita yang merupakan keinginan?

Kalau Anda coba merinci pos-pos pengeluaran setiap bulannya, saya berani mengatakan bahwa setiap orang umumnya memiliki pos pengeluaran yang cukup banyak: sekitar 20 - 30 pos pengeluaran. Yang mana kebutuhan dan yang mana keinginan?

Saran saya, cobalah kelompokkan semua pos pengeluaran Anda menjadi empat bagian: (1) pos pengeluaran yang berkaitan dengan biaya hidup; (2) pos pengeluaran yang berkaitan dengan pembayaran cicilan utang; (3) pos pengeluaran yang berkaitan dengan premi asuransi; (4) pos-pengeluaran yang berkaitan dengan setoran tabungan.

Dari keempat kelompok pengeluaran itulah Anda harus melakukan skala prioritas. Saran saya, prioritaskan pembayaran cicilan utang terlebih dahulu. Kemudian disusul setoran tabungan rutin. Lalu ketiga adalah premi asuransi. Terakhir biaya hidup. Ini adalah pengetahuan dasar tentang pembelanjaan yang harus dimiliki sebelum Anda mempelajari hal lain tentang pembelanjaan.

Selain itu, hal lain yang harus diketahui juga adalah dengan mencoba mengetahui bagaimana cara bijak dalam mengeluarkan uang untuk setiap pos pengeluaran. Sebagai contoh, salah satu pos pengeluaran Anda yaitu membayar biaya telepon. Adalah bijak, misalnya, mengurangi frekuensi bicara Anda lewat telepon ke hal-hal yang memang lebih diperlukan, mengurangi frekuensi pemakaian internet, sampai pada mengatur pemakaian telepon oleh anak-anak Anda.

Itu baru telepon. Pos lain adalah listrik. Coba pelajari bagaimana Anda bisa lebih hemat dalam membayar biaya listrik. Apakah perlu menggunakan bola lampu yang lebih hemat, apakah dengan mengurangi pemakaian listrik secara bersamaan di malam hari? Hal-hal semacam inilah yang seyogianya dikuasai sehingga Anda tahu bagaimana mengeluarkan uang secara bijak untuk setiap pos tersebut.

Cuma mesti diingat, bijak yang berkorelasi dengan hemat ini jangan sampai membuat Anda pelit. Harus dibedakan antara hemat yang pelit, dengan hemat yang kreatif. Hemat pelit misalnya hemat yang dilakukan dengan cara memaksa, enggak masuk akal. Sebagai contoh, seseorang tinggal sekitar 10 km dari rumah ke kantornya. Hanya karena ingin hemat, dia berjalan kaki. Padahal dia punya uang untuk membayar ongkos transportasi umum. Cuma mungkin bukan alat transportasi pribadi seperti taksi, tapi bus atau mikrolet, misalnya. Jadi, pengertian hemat harus diluruskan: hemat bukan berarti pelit, tapi kreatif.

Selain berhemat, berhati-hatilah terhadap tawaran diskon. Banyak toko yang berteriak memberikan diskon hingga 50%, 70%, bahkan 90%. Ingat, kalau sebuah toko melakukan obral diskon hingga katakan 70%, ini berarti dari 10 barang yang mereka diskon, mungkin hanya satu dua jenis barang yang diskonnya 70%. Yang lainnya bervariasai bahkan mungkin cuma 10%.

Berhubung Anda sudah terlanjur berada di dalam toko dan tidak enak kalau keluar tanpa menenteng barang sama sekali, maka sering pembelanjaan itu tetap dilakukan juga walaupun dengan diskon yang cuma 10%. Parahnya lagi, barang itu bukan barang yang Anda butuhkan. Kedengarannya Anda banget, ya?