Unik, Pasukan Khusus Indonesia Ternyata Dibentuk Oleh Mantan Serdadu Belanda yang Pernah Menjadi Musuh Pejuang Indonesia

Moh. Habib Asyhad

Penulis

Unik, Pasukan Khusus Indonesia Ternyata Dibentuk Oleh Mantan Serdadu Belanda Yang Pernah Bertempur Melawan Pasukan Indonesia

Intisari-Online.com -Hingga saat ini Indonesia sedikitnya memiliki lima pasukan khusus: Satuan 81 Kopassus TNI AD, Detasemen Jala Mengkara (Denjaka) Korps Marinir, Detasemen Bravo 90 (Den Bravo 90) TNI AU, Komando Pasukan Katak (Kopaska) TNI AL, serta Detasemen C Resimen IV Gegana dan Detasemen Khusus 88 Anti Teror.

Baik Gegana maupun Densus 88 berada di bawah naungan Kepolisian RI (Polri).

Dari sisi sejarahnya, terbentuknya pasukan khusus di Indonesia ternyata unik. Awalnya tak lepas dari peran Letkol Slamet Riyadi dan Kolonel A.E. Kawilarang.

Gagasan ini muncul ketika kedua perwira gagah berani ini memimpin operasi penumpasan RMS (Republik Maluku Selatan) di Ambon dan sekitarnya pada 1950.

Dalam misi tempur bersandi Operasi Senopati itu, Kawilarang bertindak sebagai pimpinan operasi, sementara Slamet Riyadi komandan penyerbuan.

Baca juga:Pernah Sukses Bebaskan Sandera Dalam Waktu 3 Menit, Kopassus Pun Jadi Pasukan Terbaik di Dunia

Ketika mengejar gerombolan RMS keduanya mengaku sering kerepotan menghadapi pemberontak yang ternyata memiliki ketrampilan yang mumpuni.

Pemberontak diperkuat dua kompi bekas pasukan khusus Belanda KST (Korps Speciale Troepen/Pasukan Khusus Belanda) dari KNIL (Koninklijk Nederlands Indische Leger).

KST merupakan hasil penggabungan pasukan baret hijau dan baret merah Belanda yang dilakukan pada November 1948 dan telah memiliki pengalaman tempur di berbagai medan perang khususnya pada Perang Dunia II.

Kemampuan tempur satuan ini sungguh mengagumkan. Terutama para penembak jitunya (sniper).

Jumlahnya kecil namun bisa merepotkan pasukan TNI yang personelnya jauh lebih besar.

Baca juga:Kopassus, Pasukan Komando yang Biasa Melaksanakan Operasi Senyap Penuh Rahasia dan Minim Publikasi tapi Hasil Maksimal

Dari pengalaman menghadapi kompi istimewa RMS ini, menginspirasi Slamet Riyadi dan Kawilarang untuk membentuk pasukan khusus.

Slamet Riyadi malah sudah menggebu-gebu seperti tidak sabar dan akan segera membentuknya usai perang. Tapi sayang, Letkol Slamet Riyadi gugur di Ambon justru oleh tembakan sniper KST.

Akibatnya hanya tertinggal Kolonel Kawilarang yang memendam cita-cita, tak kalah menggebunya untuk segera membentuk satuan komando khusus.

Gagasan itu baru saja diwujudkan ketika Kawilarang diangkat menjadi Panglima TT III (sekarang Kodam II Siliwangi).

Tapi Kawilarang dilanda kebingungan, bagaimana dan seperti apa pasukan yang akan dibentuk, apalagi pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya sangat terbatas.

Baca juga:Dari Ka-Bar hingga Ari B Lilah, Yuk Berkenalan dengan Pisau-pisau Andalan Pasukan Khusus di Dunia

Sampai akhirnya muncul laporan dari Kepala Seksi I TT III, Mayor Inf Djuchro.

Ia melaporkan, seorang mantan pasukan khusus Belanda ditemukan menjadi petani dan beristrikan wanita Sunda di Lembang, Bandung.

Namanya Rokus Bernadus Visser, pangkat terakhirnya mayor. Warga mengenalnya dengan Mochamad Idjon Djanbi. Ia rupanya mengganti nama setelah menikah secara Islam.

Singkat cerita, Djanbi direkrut menjadi anggota TNI dan ditunjuk membidani lahirnya Kesatuan Komando TT III (Kesko).

Jabatan komandan juga langsung diserahkan kepada Mayor Djandi. Lokasinya di Depo Batalion, Bandung. Sebagai cikal bakal, ditunjuk satu kompi dari TT III.

Pasukan khusus ini diresmikan Kawilarang pada 16 April 1952. Awalnya pasukan ini masih di bawah Daerah Militer Siliwangi. Baru pada 1953, komandonya dialihkan ke Mabes Angkatan Darat.

Djanbi sendiri memilih warna merah sebagai baret pasukan baru ini. Sejak itu hingga hari ini, Kesko menjelma menjadi satuan elit TNI AD.

Namanya berubah beberapa kali: Detasemen 81, Grup 5 Anti Teror dan sekarang Satuan 81 Kopassus.

Baca juga:Seperti Siluman, Personel Kopaska Ini Seorang Diri Tanpa Senjata Menyusup ke Kapal Perang Malaysia dan Mengusirnya

Pada perkembangan selanjutnya, ancaman terorisme ternyata menjalar ke segala aspek kehidupan. Pembajakan dan teror terjadi di mana-mana, tidak hanya di darat.

Tapi juga di laut dan udara. Beberapa peristiwa pembajakan dan teror di luar negeri, jelas menjadi tantangan serius bagi TNI.

Kondisi ini akhirnya memicu lahirnya Denjaka (4 November 1982) dan Bravo 90 (1990). Pembentukan Denjaka hanya beda beberapa bulan dengan pembentukan Detasemen 81 (Den-81) pada 30 Juni 1982.

Namun dalam rentang waktu yang lebih dulu, TNI AL sebenarnya sudah membentuk Kipam (Kompi Intai Para Ampibi) pada 18 Maret 1961 dan Pasukan Katak (Paska) setahun kemudian. Kipam bisa dibilang cikal bakalnya Denjaka.

Sedangkan Paska dikenal sebagai ‘’moyangnya’’ operasi bawah air. Paska yang sekarang menjadi Kopaska, malah banyak berperan dalam melahirkan pasukan khusus AL Malaysia, Paskal (Pasukan Khas Laut) pada 1983.

Suatu perkembangan satuan-satuan khusus di lingkup TNI dan Polri yang mencerminkan profesionalise.

Sekaligus kemajuan pesat mengingat pada awalnya, Idjon Djanbi memulainya dengan sarana serta prasarana yang masih terbatas.

Baca juga:Demi Guyuran Dolar, Para Tentara Bayaran AS Ini Rela Menyabung Nyawa dalam Perang Narkotika di Kolombia

Artikel Terkait