Penulis
Untuk pertama kalinya dalam 55 tahun, timnas Indonesia kebobolan tiga gol oleh timnas Laos. Stadion Manahan gagal memberikan magisnya kepada Pasukan Garuda.
Penulis: Moh Habib Asyhad
---
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com -Seumur-umur, tim nasional sepakbola Laos belum pernah mencetak gol lebih dari dua ke gawang tim nasional Indonesia. Tapi semua itu berubah pada Kamis (12/12/2024) malam di Stadion Manahan, Solo, Jawa Tengah.
Gawang timnas Garuda, malam itu, digelontor tiga gol oleh timnas Laos untuk pertama kalinya — walaupun Indonesia juga mencetak tiga gol. Skor akhir, 3 untuk Indonesia, 3 untuk Laos. Pelatih Indonesia Shin Tae-yong (STY) pun merasa malu!
Stadion Manahan, yang namanya berasal dari dari Ki Ageng Pamahanan sang pendiri Wangsa Mataram, nyatanya gagal memberikan magis kepada Muhammad Ferarri dan kawan-kawan.
Sedihnya lagi, stadion ini juga menjadi saksi, mengutip STY, "penampilan terburuk" Marselino Ferdinan yang terkena kartu merah di menit ke-68, selama membela Indonesia.
—
Bagus Kacung Castioeng, begitu namanya saat dilahirkan, tapi orang-orang lebih mengenalnya sebagai Ki Ageng Pamanahan atau Kiai Gede Pamanahan. Pamanahan adalah tempat di mana dia tinggal, yang sekarang masuk wilayah Kota Surakarta, Jawa Tengah.
Mengacu pada Babad Tanah Jawi, Ki Ageng Pamanahan adalah putra dari Ki Ageng Henis dan keturunan langsung dari Ki Ageng Sela. Dia bersama adik angkatnya, Ki Panjawi, pergi ke Pajang dan menjadi abdi Sultan Hadiwijaya alias Jaka Tingkir dan membantu pendiri Kesultanan Pajang itu menyingkirkan pesaing utamanya, Arya Penangsang dari Jipang.
Persaingan itu munculnya setelah terjadinya krisis di Kesultanan Demak pasca-mangkatnya Sultan Trenggana pada 1546. Krisis itu muncul karena perebutan kekuasaan oleh Arya Penangsang dan Sunan Prawata.
Arya Penangsang memenangkan persaingan setelah berhasil menghabisi Sunan Prawata. Tak hanya itu, Arya Penangsang juga membunuh Sultan Hadlirin, suami Ratu Kalinyamat putri Sultan Trenggana.
Tak puas, Arya Penangsang juga ingin membunuh Sultan Hadiwijaya yang punya misi memindahkan pusat pemerintahan Demak ke Pajang yang lebih pedalaman. Tapi upaya itu berhasil digagalkan berkat jasa Ki Ageng Pamanahan yang menyelamatkan Sultan Hadiwijaya.
Dari situlah Jaka Tingkir kemudian membuat sayembara. Barangsiapa yang bisa membunuh Arya Penangsang akan mendapatkan hadiah yang setimpal. Berkat dorongan Ki Juru Martani, Ki Ageng Pamanahan dan Ki Panjawi ikut. Tak lupa, mereka mengajak serta putra Pamanahan, Danang Sutawijaya namanya.
Singkat cerita, Arya Penangsang berhasil dikalahkan. Sebagai imbalan, Ki Ageng Pamanahan mendapat hadiah dari Jaka Tingkir yang sekarang sudah menjadi raja Pajang, sebidang tanah di Alas Mentaok — meskipun Arya sempat ingin membatalkannya sebelum dicegah oleh Sunan Kalijaga. Alas Mentaok inilah yang kemudian menjadi cikal bakal Kerajaan Mataram Islam.
—
Malam itu Stadion Manahan begitu ramai oleh kedatangan penonton. Sejak sore penonton sudah memadati area-area di sekitar stadion. Semua tampak mengenakan kostum kebesaran Indonesia warna merah. Ada juga yang putih.
Sekitar 15 ribu pasang mata ingin menyaksikan aksi Timnas Garuda malam itu. Presiden RI ke-7 Joko Widodo juga tampak di stadion, didampingi Ketua PSSI sekaligus Menteri BUMN Erick Thohir.
Bisa dibilang, Stadion Manahan adalah stadion pertama di luar Stadion Utama Gelora Bung Karno (dulu Stadion Utama Senayan) yang digunakan timnas Indonesia dalam ajang Piala AFF -- pesta sepakbola paling bergengsi di Asia Tenggara di luar SEA Games. Kenapa Manahan yang dipilih, Ketua Badan Tim Nasional (BTN) Sumardji bilang begini:
"Karena ketika Timnas Indonesia melawan Laos dan Filipina, SUGBK tidak akan penuh. Laga melawan Laos dan Filipina kurang diminati suporter," imbuh Sumardji. Sepertinya pria berpangkat Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol) itu agak meremehkan minat penonton.
Tapi yang jelas, masih menurut Sumardji, timnas Indonesia hanya sementara berkandang di Solo. Jika lolos ke semifinal dan final, Timnas Garuda akan kembali menggunakan SUGBK.
Di luar itu, Stadion Manahan sejatinya bukan tempat baru bagi timnas Indonesia. Stadion Manahan adalah "istana kedua sepakbola Indonesia," begitu judul yang dibuat Muhammad Ikhsan Mahar dan Nino Citra Anugrahanto untuk artikelnya yang tayang di Kompas.ID pada 10 April 2023 lalu.
"Meskipun tidak semegah GBK, Stadion Manahan menyimpan banyak memori besar bagi perkembangan sepakbola Indonesia," tulis mereka.
Stadion Manahan pertama kali diresmikan pada 21 Februari 1998 oleh Presiden RI ke-2 Soeharto. Selama keberadaannya, Stadion Manahan sudah kali mengalami renovasi besar-besaran.
Pertama pada 2008, kedua pada 2018 atau 10 tahun kemudian. Yang pertama untuk memperbaiki sistem drainase lapangan, yang kedua mengganti wajah stadion dengan memasang atap temu-gelang. Stadion ini kembali dibenahi ketika Indonesia ditunjuk sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 pada 2023 lalu — meskipun gagal digelar karena satu dan lain hal.
Dengan renovasi maksimal itu, FIFA kemudian memberi klasifikasi stadion ini untuk dua hal: laga internasional FIFA dan laga turnamen FIFA. Artinya, pertandingan-pertandingan besar timnas Indonesia yang biasanya digelar di GBK bisa dilaksanakan di stadion yang menjadi markas klub lokal Persis Solo itu.
Pembangunan Stadion Manahan tak bisa dilepaskan dari peran Presiden RI ke-2 Soeharto. Sebelumnya, area tempat berdirinya stadion Manahan ini adalah lapangan latihan memanah keluarga Mangkunegaran. Lalu pada 1922 diubah menjadi lapangan pacuan kuda yang dilengkapi tribune yang diarsiteki oleh Thomas Karsten.
Stadion Manahan sudah digagas sejak 1989 tapi peletakan batu pertama baru dilakukan pada 25 April 1991 oleh Ibu Tien Soeharto. Sejak awal, stadion ini diniatkan dibangun sebagai “adik” dari Stadion Gelora Bung Karno.
Seperti disebut di awal, Stadion Manahan akhirnya diresmikan pada 21 Februari 1998. Dan sejak itu, Manahan menjadi satu-satunya stadion berkualitas internasional yang bisa disejajarkan dengan Stadion GBK. Tak heran bila kemudian stadion berada di tengah-tengah kota ini menjadi saksi momen-momen besar persepakbolaan Tanah Air.
Mengutip Kompas.ID, Stadion Manahan adalah stadion pertama di luar Stadion GBK yang digunakan sebagai venue final Liga Indonesia, persisnya Liga Indonesia edisi 2006. Ketika itu Persik Kediri yang akhirnya menjadi juara setelah mengalahkan PSIS Semarang 1-0.
Sejatinya Stadion Klabat di Manado, Sulawesi Utara, lebih dulu dibanding Manahan, tapi itu insidental terkait kondisi keamanan di Pulau Jawa pada 1999 lalu.
Manahan juga pernah menjadi venu turnamen antarklub Asia, Liga Champions Asia, (digunakan sebagai markas Persik Kediri pada 2007) dan Piala AFC (digunakan Persibo Bojonegoro pada 2013). Itu belum pertandingan-pertandingan sepakbola penting lainnya.
Sederet klub lokal Indonesia juga pernah bermarkas di stadion ini. Selain Persis Solo, ada Pelita Solo, Persijatim Solo FC, bahkan Persija Jakarta pernah bermarkas di stadion ini. Stadion Manahan memang istimewa.
—
Pada pertandingan kedua Grup B AFF Mitsubishi Cup 2024 menghadapi Laos, Indonesia turun dengan formasi 3-5-2.
Pos kiper dipercayakan kepada Daffa Fasya, sementara pada tiga bek sejajar ada nama Muhammad Ferarri (kapten), Kadel Arel, dan Kakang Rudianto. Pos wing-back kanan ada nama Pratama Arhan, wing-back kiri Dony Tri Pamungkas, tiga pos tengah diisi oleh Rayhan Hanan, Marselino Ferdinan, dan Arkhan Fikri, sementara posisi depan dipercayakan kepada Hokky Carakan dan Rafael Struick.
Malam itu, timnas Garuda mengawali pertandingan dengan gugup. Itu bisa dilihat dari banyak kesalahan-kesalahan teknis yang dilakukan oleh anak asuh Shin Tae-yong (STY).
Dan benar saja, kegugupan itu berhasil dimanfaatkan dengan baik oleh timnas Laos. Berawal dari Arkhan Fikri yang kehilangan bola, Phousomboun Panyavong sukses membobol gawang Indonesia pada menit ke-9, 0-1 untuk Laos.
Untung saja, Indonesia cepat bereaksi. Pada menit ke-11, Kadek Arel menyamakan kedudukan setelah memanfaatkan kemelut di depan gawang Laos. Tapi dua menit berselang, Laos kembali unggul, memanfaatkan longgarnya baris pertahanan Indonesia. Menit ke-17, Indonesia kembali menyamakan kedudukan, kali ini dari tandukan Ferarri yang berhasil memanfaatkan lemparan jauh Pratama Arhan.
Di babak kedua, STY melakukan beberapa perubahan. Hasilnya, Indonesia menguasai penuh jalannya pertandingan. Tapi sial, pada menit ke-68, Marselino terkenal kartu merah dan Indonesia pun harus bermain dengan 10 orang.
Meski bermain 10 orang, Indonesia justru sempat memimpin. Menit ke-72, Ferarri kembali mencetak gol setelah memanfaatkan sepakan pojok Dony Tri Pamungkas. Tapi, keunggulan itu hanya bertahan lima menit, Laos mencetak gol ketiganya lewat Peter Phanthawong.
Hasil akhir, 3-3. Rekor Indonesia yang bertahan selama 55 tahun pun gugur. Ini adalah untuk pertama kalinya Laos tiga kali membobol gawang timnas Garuda. Pada 10 pertandingan sebelumnya, pertama bertemu pada 26 November 1969, Indonesia tidak pernah kebobolan lebih dari dua gol dari Laos.
Bagaimanapun juga, bermain imbang melawan Laos, apalagi bermain di kandang, apalagi kebobolan sampai tiga gol, adalah "borok". STY sendiri mengaku malu dengan hasil pertandingan malam itu.
“Kami membuat banyak kesalahan — terkait umpan. Jadi saya sangat menyesal dan malu karena kesalahan yang kami buat,” begitu ujar pria Korea Selatan itu. Kami juga begitu, coach, tapi kami berjanji akan selalu mendukung timnas Indonesia di mana pun kami berada.