Penulis
Intisari-Online.com -Siapa sangka bangunan yang sekarang digunakan sebagai Markas Besar TNI AD, pada zaman kolonial sebuah bangunan hotel? Sahabat Museum menggelar acara Plesiran Tempoe Doeloe dengan tajuk, “Grand Hotel Java”. Pelesiran ini didukung Intisari, media yang menyingkap histori, biografi, dan tradisi di Indonesia.
Kunjungan kami di bangunan ini menjadi agenda utama acara Plesiran Tempoe Doeloe, yang digelar pada Minggu, 24 November silam. Sebelum digunakan sebagai Markas Besar TNI AD, bangunan ini merupakan Grand Hotel Java. Hotel berlantaidua ini didirikanpada 1834,berlokasi di ujung timur Rijswijk—atau kini dikenal sebagai Jalan Veteran, Gambir. Lahan lumayan luas, terbentang dari Jalan Veteran hingga Jalan Merdeka Utara.
Hotel Grand Hotel Java adalah salah satu dari tiga hotel terkenal di Jakarta pada masa itu. Hotel lainnya yakni Hotel des Indes dan Hotel der Nederlanden. Grand Java Hotel memiliki suasana seperti rumah pribadi, sehingga menjadi hotel populer bagi pejalan zaman itu. Namun, walaupun memiliki lahan yang cukup luas, hotel ini, pada 1909, hanya memiliki 70 kamar.
Grand Java Hotel pernah melakukan beberapa kali perubahan tata letak bangunan. Ade Purnama, pendiri Sahabat Museum sekaligus pemandu perjalanan ini mengatakan, "Dulu tahun 1909, hotel ini punya ruang makan utama yang letaknya di gedung utama, terus diubah menjadi ruang biliar. Dapurnya juga diubah jadi lebih gede."
Dengan perubahan desain, Grand Java Hotel memiliki ciri khas yakni seluruh kamar dibangun dengan cara meninggikan bangunan kamar sekitar 1,2 meter dari tanah. Bentuk kamar berupa paviliun membuat hotel ini memiliki ciri layaknya sebuah vila kecil di tengah kota. Selain itu, keunikan lainnya disebutkan di dalam catatan, bahwa Grand Hotel Java memiliki jumlah kamar mandi yang banyak dibandingkan hotel lainnya pada zaman itu.
Mengutip buku Jakarta, Postcards of A Capital 1900-1950yang disusun Scott Merrillees, Grand Hotel Java memiliki ruang baca. Di ruang bacanya, beragam buku bacaan tersedia dalam berbagai bahasa seperti bahasa Belanda, Inggris, Prancis, dan Jerman. Terlebih lagi perkembangan di awal abad ke-20, surat kabar dan majalah menjadi bacaan populer kala itu.
Ruang reservasi atau lebih dikenal dengan kantor hotel memiliki karakteristik yang unik. Ruangan ini didesain dengan bentuk terbuka, sehingga kantor hotel ini tidak memiliki dinding di sisi-sisinya. Gulungan kanvas digunakan sebagai penutup hujan.
Baca Juga: 'Chabar Proklamasi via Radio': Jejak Kemerdekaan dari Pegangsaan sampai Pasar Baru
“Dulu kalau mau reservasi kamar hotel itu pakai telegraf. Tapi, tiap hotel nih punya kode-kode yang beda. Enggak semuanya sama. Misalnya ‘ALBA’ itu artinya pesan satu kamar single,” jelas Ade Purnama.
Setelah mencapai umur seabad pada 1934, Grand Hotel Java akhirnya berhenti beroperasi pada 1940-an, setelah lahirnya kemerdekaan Indonesia. Bangunan-bangunan di sisi Rijswijk atau Jalan Veteran, diambilalih oleh militer Indonesia. Militer merevitalisasi lahan bangunan hotel dan hanya menyisakan bangunan utama berlantai dua lantai Grand Hotel Java.
Gedung utama Grand Hotel Java masih masih berdiri dan bisa kita lihat hingga sekarang. Namun, gedung ini telah mengalami penambahan ruang di bagian ujung dalamnya. Penambahan ruang tersebut sekarang digunakan sebagai tempat podcast Kartika milik TNI AD.