Penulis
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-online.com - Angin puting beliung revolusi kemerdekaan Indonesia telah mengguncang sendi-sendi kekuasaan Hindia Belanda.
Di tengah kobaran semangat juang para pahlawan, Belanda tak tinggal diam. Mereka merancang siasat licik untuk memecah belah persatuan Indonesia yang baru saja diproklamirkan.
Bagaikan dalang yang memainkan wayang, Belanda berusaha menciptakan negara-negara boneka di luar Republik Indonesia, yang tunduk di bawah kendali mereka.
Lembaga ini didirikan pada 7 Juli 1948 di Bandung, sebagai wadah bagi negara-negara bagian dan daerah otonom bentukan Belanda untuk bermusyawarah.
BFO menjadi alat bagi Belanda untuk mengendalikan negara-negara boneka tersebut, layaknya bidak-bidak catur yang digerakkan sesuai kehendak sang pemain.
Tujuan dan Fungsi BFO, Sebuah Ilusi Kemerdekaan
Di balik topeng kemerdekaan semu, BFO dirancang dengan tujuan utama untuk melemahkan Republik Indonesia.
Belanda ingin menciptakan kesan bahwa negara-negara federal di luar Republik Indonesia memiliki kedaulatan dan suara dalam menentukan nasibnya sendiri.
Namun, pada kenyataannya, BFO hanyalah alat bagi Belanda untuk melanggengkan kekuasaannya di Indonesia.
BFO memiliki beberapa fungsi penting, antara lain:
Forum musyawarah: BFO menjadi wadah bagi negara-negara federal untuk berdiskusi dan bertukar pikiran mengenai berbagai isu kenegaraan.
Namun, diskusi tersebut seringkali diarahkan untuk mendukung kepentingan Belanda.
Penyalur aspirasi: BFO diharapkan dapat menjadi jembatan antara negara-negara federal dengan pemerintah Belanda.
Namun, aspirasi yang disalurkan seringkali disaring dan dimanipulasi sesuai keinginan Belanda.
Pemersatu negara-negara federal: BFO diharapkan dapat memperkuat ikatan dan kerjasama antar negara-negara federal.
Namun, persatuan tersebut rapuh dan rentan karena didasari oleh kepentingan politik Belanda.
Anggota BFO: Potret Perpecahan
BFO beranggotakan 15 negara bagian dan daerah otonom, yang masing-masing memiliki satu suara dalam musyawarah. Negara-negara bagian tersebut antara lain:
Negara Indonesia Timur
Negara Jawa Timur
Negara Madura
Negara Pasundan
Negara Sumatra Selatan
Negara Sumatra Timur
Sementara itu, daerah-daerah otonom yang menjadi anggota BFO antara lain:
Banjar
Bangka
Belitung
Jawa Tengah
Borneo Timur
Federasi Kalimantan Tenggara
Riau
Dayak Besar
Borneo Barat
Keberagaman anggota BFO mencerminkan strategi Belanda untuk memecah belah Indonesia.
Dengan menciptakan negara-negara kecil yang saling terpisah, Belanda berharap dapat melemahkan semangat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Peran BFO dalam Konferensi Meja Bundar
BFO memainkan peran penting dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) yang diselenggarakan di Den Haag pada tahun 1949.
KMB merupakan forum perundingan antara Indonesia dan Belanda untuk menyelesaikan sengketa kedaulatan Indonesia.
Dalam KMB, BFO dilibatkan sebagai salah satu delegasi, sejajar dengan Republik Indonesia.
Hal ini menunjukkan pengakuan Belanda terhadap BFO sebagai representasi dari negara-negara federal di luar Republik Indonesia.
Kehadiran BFO dalam KMB menjadi salah satu strategi Belanda untuk mengimbangi kekuatan Republik Indonesia dalam perundingan.
Meskipun BFO hadir dalam KMB, namun perannya tidak signifikan.
Delegasi Republik Indonesia yang dipimpin oleh Mohammad Hatta tetap teguh pada pendiriannya untuk menuntut pengakuan kedaulatan Indonesia secara utuh.
Akhir Riwayat BFO, Sebuah Episode Kelam yang Berakhir
Seiring dengan pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada 27 Desember 1949, BFO pun berakhir riwayatnya.
Negara-negara federal yang tergabung dalam BFO satu per satu bergabung kembali dengan Republik Indonesia.
BFO menjadi catatan kelam dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Lembaga ini merupakan bukti nyata dari upaya Belanda untuk memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.
Namun, semangat juang para pahlawan dan tekad kuat bangsa Indonesia untuk merdeka telah berhasil menggagalkan rencana licik Belanda.
BFO pun akhirnya tinggal kenangan, sebagai pengingat akan pentingnya persatuan dan kesatuan dalam menjaga kedaulatan bangsa.
Sumber:
Kahin, George McTurnan. Nationalism and Revolution in Indonesia. Ithaca, New York: Cornell University Press, 1952.
Ricklefs, M.C. A History of Modern Indonesia since c. 1300. Stanford, California: Stanford University Press, 2001.
Cribb, Robert. Historical Dictionary of Indonesia. Lanham, Maryland: Scarecrow Press, 2004.
Friend, Theodore. Indonesian Destinies. Cambridge, Massachusetts: Harvard University Press, 2003.
*
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---