Penulis
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-online.com - Di ufuk timur Nusantara, di pulau yang dibelai ombak biru Laut Banda, berdiam sebuah suku yang kaya akan tradisi dan budaya luhur.
Suku Buton, yang mendiami Pulau Buton di Sulawesi Tenggara, menyimpan sejuta kisah yang terukir dalam setiap helaian nafas kehidupan masyarakatnya.
Salah satu warisan budaya yang paling memikat adalah tradisi Pusuo, sebuah ritual sakral yang mengiringi perjalanan hidup para wanita Buton menuju kedewasaan.
Tradisi ini telah mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat Buton sejak zaman dahulu kala, diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi.
Seperti sebuah simfoni yang mengalun merdu, Pusuo terbagi menjadi tiga bagian utama: Posuo Wolio, Posuo Johoro, dan Posuo Arabu.
Posuo Wolio merupakan tradisi asli Buton yang berasal dari masyarakat Wolio, Posuo Johoro dipengaruhi oleh budaya Melayu Johor, sedangkan Posuo Arabu merupakan perpaduan antara Posuo Wolio dengan nilai-nilai Islami.
Ketiga jenis Pusuo ini memiliki esensi yang sama, yaitu mempersiapkan para gadis Buton untuk menghadapi kehidupan berumah tangga dan bermasyarakat.
Kisah di Balik Dinding Suo: Sebuah Perjalanan Menuju Kesempurnaan
Prosesi Pusuo diawali dengan pemilihan hari baik berdasarkan perhitungan kalender tradisional Buton.
Ketika hari yang dinantikan tiba, sang gadis akan memasuki suo, sebuah ruangan khusus yang telah dihias dengan berbagai ornamen indah. Di dalam suo, ia akan menjalani masa isolasi selama delapan hari delapan malam, dijauhkan dari hiruk-pikuk dunia luar.
Masa isolasi ini bukanlah sebuah bentuk pengasingan, melainkan sebuah perjalanan spiritual yang mendalam.
Sang gadis akan ditemani oleh Bhisu atau dukun adat yang akan membimbingnya dalam menjalani berbagai ritual dan wejangan. Bhisu akan mengajarkan berbagai ilmu kehidupan, mulai dari tata krama, etika, hingga keterampilan rumah tangga.
Di dalam suo, sang gadis juga akan menjalani berbagai perawatan tradisional untuk mempercantik diri, baik secara fisik maupun batin.
Ia akan dimandikan dengan air bunga, lulur tradisional, dan diberi ramuan-ramuan herbal untuk menjaga kesehatan dan kecantikan. Selain itu, ia juga akan diajarkan berbagai teknik merias diri, menata rambut, dan mengenakan pakaian adat Buton.
Sebuah Perayaan Kedewasaan yang Megah
Setelah delapan hari delapan malam berlalu, tibalah malam puncak perayaan Pusuo. Sang gadis akan keluar dari suo dengan mengenakan pakaian adat Buton yang gemerlap, diiringi oleh alunan musik tradisional dan tarian khas Buton.
Ia akan diarak keliling kampung, disambut dengan suka cita oleh seluruh masyarakat.
Pada malam puncak Pusuo, sang gadis akan menerima berbagai wejangan dan nasihat dari para tetua adat dan tokoh masyarakat.
Ia juga akan dijamu dengan berbagai hidangan khas Buton, sebagai simbol kemakmuran dan kebahagiaan.
Puncak acara ditandai dengan prosesi matanuduk, yaitu pemberian gelar kehormatan kepada sang gadis sebagai tanda bahwa ia telah resmi menjadi wanita dewasa.
Nilai-nilai Luhur yang Terkandung dalam Pusuo
Tradisi Pusuo bukan sekadar ritual seremonial belaka, melainkan sebuah manifestasi dari nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Buton.
Di dalamnya terkandung nilai-nilai pendidikan, moral, estetika, dan spiritualitas yang membentuk karakter para wanita Buton menjadi pribadi yang tangguh, berbudi luhur, dan berwawasan luas.
Pusuo mengajarkan pentingnya kesabaran, ketekunan, dan disiplin dalam menjalani kehidupan.
Masa isolasi selama delapan hari delapan malam merupakan simbol dari perjuangan dan pengorbanan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan.
Pusuo juga mengajarkan tentang pentingnya menjaga kesucian diri, baik secara fisik maupun batin, sebagai bekal untuk membangun rumah tangga yang harmonis.
Pusuo di Era Modern
Di era modern yang serba dinamis, tradisi Pusuo menghadapi berbagai tantangan.
Arus globalisasi dan modernisasi yang semakin deras telah membawa perubahan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Buton, termasuk dalam cara pandang terhadap tradisi dan budaya.
Namun, di tengah gempuran modernitas, masyarakat Buton tetap berusaha untuk melestarikan tradisi Pusuo.
Mereka menyadari bahwa Pusuo merupakan warisan budaya yang tak ternilai harganya, yang harus dijaga dan dilestarikan untuk generasi mendatang.
*
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---