Bagi masyarakat Desa Banain, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur, sunat merupakan salah satu kewajiban kaum laki-laki. Selainsebagaiukuran kejantanan, dia yang taj disunat akan dicemooh. Konon, anak yang dilahirkan istrinya dipercaya akan berbibir tebal menggantung.
Artikel ini digubah dari tulisanYoseph Keffi berjudul "Sunat Demi Kejantanan" di Majalah Intisari edisi Oktober 2000.
---
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com -Sungguh mengerikan dilihat mata awam. Luka pada kemaluan laki-laki dirawat ala kadarnya. Mengkilat dan bengkak, sesekali memperlihatkan tanda infeksi. Si "pemilik", diselingi rintihan menjawab sebisanya.
Untuk bisa menjumpainya, Intisari harus menempuh perjalanan sekitar 1 jam 15 menit menerabat semak belukar,menyusuri alur berbatu serta rintangan lain yang sangat melelahkan. Tuasena’, lokasi tempat si pasien berada, jauhnya sekitar 5 km dari pusat Desa Banain.
Biasanya sunat bagi masyarakat Banain berlangsung pada bulan Maret. Bulan itu adalah bulan ketika masyarakat Banain tengah santai karenapara petani tinggal menanti musim panen. Sementara bagi para pemuda, waktu ini adalah waktu yang tepat untuk disunat, terutama yang akan menikah tahun depannya.
Itulah kenapa, musim ini oleh masyarakat setempat kerap disebut sebagai "musim sunat". Bagaimanapun juga, wajib hukumnya bagi setiap pria warga Banain untuk sunat sebelum menikah.
Intisari kesulitan menelusuri sejak kapan tradisi sunat di Banain ini muncul. Yang jelas,menurut penuturan turun-temurun, sunat wajib hukumnya bagi kaum laki-laki. Alasannya, keperkasaan dan keindahan.
Selain itu, menurut para leluhur, lawan jenis juga akan lebih tertarik dan memberikan respon yang setimpal kepada mereka yang sudah sunat. Tak hanya itu,sunat juga penting untuk harmoni rumah tangga, sekaligus terhindar dari kelainan bentuk bibir anak yang akan dilahirkan—begitu keyakinan mereka.
Benar, di sana ada mitos,jika ada suami yang tidak disunat, istrinya akan melahirkan anak-anak yang berbibir tebal dan menggantung.
Jujur atau mati
Ketika musim sunat tiba, para pemuda yang mau sunat, bersama seorang pendamping, akan menghubungi ahelit alias si juru sunat. Mereka akan bersepakat perihal waktu dan tempat. Kebun yang belum dipanen hasilnya dan yang jauh dari perkampungan biasanya akan dipilih sebagai lokasi.
Sebelum eksekusi, para calon pasien ini akan menghilang untuk beberapa waktu hingga waktunya tiba.
Apa saja peralatan si juru sunat? Adapisau khusus, ada seutas tali dari anyaman benang, dan ada setengah butir tempurung kelapa yang dasarnya berlubang. Eksekusi biasanya akan dilakukan di sebuah tepian kolam--kolam ini ternyata ada fungsinya. Sebelumnya, calon tersunat disuruh membuat lubang dan mengumpulkan setumpuk batu kerikil.
Setelah semua siap, ahelit akanmenarik salah satu bagian dari kulit luar penis pasien, dan mengikatnya kuat-kuat dengan tali, bagai membentuk kain jumputan, yang kemudian disembulkan dari lubang tempurung. Itulah batas pengaman.
Si pendamping segara mengalihkan perhatian pasien, lalu pada saat bersamaan pisau ditebaskan. Darah ditampung dalam lubang yang tadi dibuat oleh klien, sambil dia disuruh mengingat dengan wanita mana saja dia pernah memadu kasih.
Jika ada satu yang teringat,dimasukkanlah satu kerikil ke dalam lubang sebagai lambang wanita pertama. Lalu batu kedua untuk wanita kedua, dan seterusnya, hingga batu terakhir untuk wanita terakhir.
Ada kepercayaan, untuk hal ini klien dilarang berbohong atau memanipulasi data. Jika itu dilakukan, darah dari lukanya akan mengalir terus tanpa henti hingga dia mati kehabisan darah.
Dalam kondisi normal, apalagi jika tidak ada manipulasi, darah akan segera berhenti menetes. Si tersunat lantas direndam di dalam kolam agar lukanya menjadi layu. Selanjutnya, luka diolesi getah dari pohon khusus dan dibalut.
Ada sanksi sosial-psikologisnya
Sanksi soal tentu ada bagi pria Banain yang tidak sunat--meskipun materi atau hukuman fisik. Yang akan mereka dapatkan adalah hukuman sosial dan psikologis.Mereka yang sudah menikah namun tidak disunat akan menjadi pusat cemoohan dalam pesta-pesta adat.
Lagu-lagu tradisional yang biasanya dinyanyikan dalam bentuk koor akan diisi syair ironi dan humor sindiran. Bagi "korban" sasaran, itu sangat menyakitkan. Apalagi kalau berlangsung terus-menerus.
Sanksi sosial-psikologis itu terbukti efektif. Nyatanya, semua pria berkeluarga di Desa Banain telah disunat. Maka setiap tahun pemuda desa antre mendaftarkan diri untuk disunat pada usia layak sunat, yaitu 20 - 25 tahun.
Bagi seorang juru sunat, fakta itu tentu menyenangkan. Namun, karena kesan yang berkembang adalah sunat itu sakit, banyak anak takut kepada juru sunat. Orang pada usia layak sunat pun kadang perlu keberanian ekstra untuk mendaftarkan diri sebagai calon tersunat.
Seorang juru sunat bernama Lalus Sani punya pengalaman getir tapi lumayan lucu. Ketika itu dia jauh ke dalam jurang ketika sedangmencari sapinya. Dalam keadaan susah payah karena tak dapat berdiri, dia berteriak minta tolong, hingga datanglah seorang anak akan menolongnya.
Sial, begitu si anak tahu bahwa yang minta tolong adalah Lalu Sani, dia langsung lari tunggang langgang. Rupanya dia takut dengan si tukang sunat itu.Usut punya usut, ternyata banyak orangtua di desanya yang, jika anaknya nakal, menakut-nakuti dengan menyebut nama Lalus Sani.
"Awas, kalau nakal, kamu akan dibawa ke Lalus Sani, dan burungmu akan dipotong."