Penulis
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-online.com - Aroma manis gula pasir telah lama menguar di bumi pertiwi. Sejak masa silam, kristal putih ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia.
Namun, di balik manisnya rasa, tersimpan sejarah panjang yang kompleks, bahkan berakar hingga masa kolonial Belanda.
Jauh dari sekadar bumbu dapur, gula pasir menyimpan kisah tentang monopoli, tanam paksa, hingga perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai swasembada.
Tanam paksa atau cultuurstelsel memaksa para petani pribumi untuk menanam komoditas ekspor, termasuk tebu, demi memenuhi kebutuhan pasar Eropa.
Lahan-lahan subur di Jawa diubah menjadi hamparan perkebunan tebu yang luas, menggeser tanaman pangan dan menjerumuskan rakyat ke dalam jurang kemiskinan.
Gula yang dihasilkan dari perkebunan-perkebunan ini kemudian diekspor ke Eropa, menghasilkan keuntungan besar bagi Belanda. Pemerintah kolonial menerapkan sistem monopoli, di mana hanya mereka yang berhak memperdagangkan gula.
Hal ini membuat petani tidak memiliki pilihan selain menjual hasil panennya dengan harga murah kepada pemerintah kolonial.
Pada masa itu, meskipun Indonesia menjadi produsen gula utama, ironisnya, masyarakat pribumi justru kesulitan untuk menikmati hasil buminya sendiri.
Gula menjadi komoditas mewah yang hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang, sementara rakyat jelata harus puas dengan gula merah yang diproduksi secara tradisional.
Impor Gula, Solusi atas Permintaan yang Meningkat
Pasca kemerdekaan, Indonesia bertekad untuk membangun industri gula nasional yang mandiri.
Namun, tantangan yang dihadapi tidaklah mudah. Kerusakan infrastruktur akibat perang, kurangnya investasi, dan rendahnya produktivitas membuat industri gula dalam negeri sulit untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus meningkat.
Di sisi lain, perkembangan industri makanan dan minuman turut mendorong peningkatan permintaan gula. Untuk mengatasi kekurangan pasokan, pemerintah mulai membuka keran impor gula.
Pada era Orde Baru, impor gula semakin meningkat. Ketidakmampuan industri gula lokal untuk memenuhi permintaan domestik mendorong pemerintah untuk mengimpor gula dari negara-negara seperti Thailand dan Australia.
Kebijakan ini menimbulkan pro dan kontra. Di satu sisi, impor gula mampu menjaga stabilitas harga dan memenuhi kebutuhan pasar. Namun di sisi lain, impor gula juga dinilai dapat mengancam industri gula nasional.
Liberalisasi Perdagangan dan Tantangan Industri Gula Nasional
Memasuki era reformasi, liberalisasi perdagangan semakin membuka lebar pintu bagi masuknya gula impor.
Indonesia terikat dengan berbagai perjanjian perdagangan internasional yang mengharuskan pengurangan hambatan perdagangan, termasuk tarif impor gula. Hal ini membuat gula impor semakin kompetitif di pasar domestik.
Industri gula nasional pun menghadapi tantangan yang semakin berat. Persaingan harga dengan gula impor, rendahnya produktivitas, dan kurangnya efisiensi menjadi kendala utama yang harus diatasi.
Upaya Swasembada Gula: Mimpi yang Belum Terwujud
Pemerintah Indonesia telah berulang kali mencanangkan program swasembada gula. Berbagai upaya dilakukan, mulai dari revitalisasi pabrik gula, pengembangan varietas tebu unggul, hingga pemberian insentif kepada petani tebu.
Namun, hingga kini, mimpi swasembada gula masih belum terwujud. Indonesia masih bergantung pada impor gula untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Sejarah impor gula di Indonesia adalah cermin dari perjalanan panjang bangsa ini dalam mengelola sumber daya alamnya.
Dari masa kolonial hingga era modern, gula telah menjadi komoditas strategis yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia.
Meskipun telah merdeka selama lebih dari tujuh dekade, Indonesia masih belum sepenuhnya lepas dari bayang-bayang kolonialisme dalam industri gula.
Impor gula masih menjadi pilihan yang tak terhindarkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Namun, di tengah tantangan yang ada, harapan untuk mencapai swasembada gula tetap menyala. Dengan kerja keras dan komitmen dari semua pihak, Indonesia pasti bisa mewujudkan mimpi untuk menjadi negara yang mandiri dalam produksi gula.
*
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---