Penulis
Gelombang migrasi keturunan Cina sudah terjadi sejak berabad-abad lalu. Selain perang, ekomoni menjadi alasan kenapa orang Cina tersebar di mana-mana.
---
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com - Di mana-mana ada orang keturunan China, tak terkecuali di Indonesia. Bahkan hampir di setiap kota besar di negara kita ini ada kampung khusus yang dikenal sebagai Kampung Pecinan. Kok bisa?
Para keturunan Cina ini, ada yang berhasil dan dielu-elukan dunia, tapi ada juga yang miskin papa. Juga ada yang jadi pesakitan, tersangkut skandal hingga terkait dengan jaringan kriminal. Yang jelas, hampir tak ada negara tanpa ada keturunan China.
Intisari Januari 1987 pernah menulis tentang kenapa orang China tersebar di mana-mana.
"Saat ini, di seluruh dunia ada sekitar 30 juta Huaqiao atau Cina perantauan. Mereka tersebar sepanjang bibir Samudra Pasifik, yaitu di Hong Kong, Asia Tenggara, Pantai Barat Amerika, Kanada dan Australia," begitu tulis Intisari, Januari 1987. Angka itu tentu sudah banyak berubah saat ini.
Mengapa banyak orang Cina merantau? Kebanyakan dari mereka pergi sebagai pengungsi, sebagian besar karena adanya kekalutan ekonomi maupun politik di daratan Cina yang terjdi di pertengahan abad 20.
Tapi itu bukan satu-satunya faktor. Sebenarnya, tradisi merantaunya orang Cina sudah terjadi sejak dulu kala. Setiap pergantian dinasti, biasanya para pejabat yang ditumbangkan akan ramai-ramai mengungsi ke negara tetangga.
Para pejabat kerajaan Ming umpamanya. Mereka membawa tiga ribu orang dalam lima puluh kapal menyeberang ke Saigon, sekarangHo Chi Minh.
Sebagian dari mereka memang diburu, sebagian lagi pergi akibat perang saudara dan sebagian lagi melarikan diri dari kemiskinan yang seperti endemik, karena begitu banyak orang bersaing untuk bisa hidup di tanah subur yang terbatas.
Sampai 1842 sebetulnya kaisar dinasti Qing mencegah semua orang Cina untuk keluar dari batas negaranya. Siapa yang berani melanggar larangan dianggap sebagai pengkhianat dan diancam hukuman mati, kalau berani kembali lagi ke daratan Cina.
Namun setelah Cina kalah dalam Perang Candu I, orang-orang Cina diperkenankan untuk meninggalkan negaranya. Para imigran pertama umumnya pedagang. Pada akhir pemerintahan dinasti Qing yang lemah, banyak petani yang terdorong mencari rezeki di seberang lautan.
Ketika itu, merekasangat tertarik pergi ke AS dan Kanada, yang sedang membangun jalan kereta api dan juga karena di California dan Kanada Barat Daya ditemukan emas. Pada 1860-an dan tahun-tahun sekitar itu mereka berduyun-duyun datang ke sana untuk mengadu untung.
Itulah kenapa hingga sekarang orang Cina menyebut San Francisco di California sebagai Jin Jinshan atau 'gunung emas lama', sedangkan Sydney di Australia dikenal sebagai Xin Jinshan atau 'gunung emas baru'.
Pada waktu yang bersamaan, Inggris di Malaysia dan Belanda di Indonesia menggalakkan perkebunan di tanah jajahan mereka. Mereka membutuhkan tenaga kuli perkebunan. Datanglah orang-orang Cina ke sana.
Para Huaqiao kebanyakan berasal dari Provinsi Guangdong dan Fujian. Orang-orang Chiu Chow dari bagian timur laut Provinsi Guangdong cenderung berkumpul di Muangthai, Vietnam, Kamboja, Malaysia dan Singapura.
Orang-orang yang berbahasa Hokkien dari Provinsi Fujian sekitar Xiamen menetap di Indonesia, Singapura serta Malaysia. Hakka, orang yang berabad-abad sebelumnya berpindah menuju Guangdong, menetap juga di seberang lautan dalam jumlah besar di Asia Tenggara. Konon kaum wanitanya sering tampak memakai topi yang diberi cadar hitam.
Ada juga orang-orang Cina yang baru mengungsi setelah terjadi perang Cina-Jepang dan bahkan setelah pemerintah komunis berkuasa tahun 1949. Kebanyakan mereka berasal dari empat daerah di delta Sungai Mutiara, sekitar Taishan.
Ketika artikel ini ditulis pada Januari 1987, penduduk yang mendiami Taishan berjumlah 800.000 penduduk, sementara 1,2 juta orang lagi berada di luar Cina. Meski begitu, mereka yang berada di perantauan inilah yang memodali pembangunan di Taishan.
Ada beberapa contoh perantauan Cina sukses yang perlu kita tahu, bukan?
Menjelang dekade 1990-an, di Hong Kong ada dua milyarder yang selama ini berjaya. Yang seorang, Li Ka-shing. Bahkan menurut Majalah Forbes baru-baru ini, Li Ka-shing termasuk keturunan Cina terkaya di dunia.
Li Ka-shing memulai usahanya dengan membuat kembang plastik, kemudian melakukan diversifikasi. Namanya bahkan terkenal hingga Kanada, karena di sana dia adalah salah seorang penanam modal yang terkemuka di bidang properti.
Nama lainnya adalahSir Yuekong Pao (meninggal pada September 1991), merupakan raja kapal.
Di Singapura terdapat keluarga Lee (patronnya adalahLee Kong Chian) yang mengendalikan Overseas Chinese Banking Corporation (OCBC) dan Lee Rubber Group. Kemudian di Brunei ada Khoo Teck Puat (kelahiran Malaysia pada Januari 1971 dan meninggal pada Februari 2004). Dia adalah pemilik saham terbesar di National Bank of Brunei--meskipun putranya pernah terlibat skandal yang mengguncang Brunei yang membuat bank itu tutup.
Di Bangkok ada keluarga Sophonpanich (ChinSophonpanich sebagai patron, meninggal 1988) yang menguasai Bangkok Bank dan merupakan salah seorang superkaya di dunia. Di Indonesia tentu juga ada. Lihat saja daftar orang terkaya di negeri ini, sebagian besar adalah keturunan Cina.
Di San Francisco ada keluarga Chan yang memiliki Ramada Hotel. Ada keluarga Chan lain (bukan kerabat mereka) yang memiliki Crocodile Garment Company, perusahaan pakaian cap buaya itu.
Di kota itu konon ada 80.000 orang Cina (1987) dan mereka memiliki sepersepuluh dari commercial property di kota tersebut. Di AS orang-orang Cina banyak juga yang memiliki perusahaan elektronika di daerah Lembah Silicon, termasuk Wang Grup.
Di Vancouver dan Toronto didapati banyak imigran Cina. Namun para imigran baru di Amerika Utara dan juga di Australia yang menganut sistem 'white Australia', umumnya orang-orang Cina dari kalangan profesional, bukan pedagang.
Kebanyakan mereka datang dari Hong Kong, sebab banyak penduduk Hong Kong yang merasa waswas dengan nasib pulau itu, yang akan pindah ke tangan RRC tahun 1997.
Dalam hal ekonomi sukses orang-orang Cina tidak bisa disangkal, tetapi sifat mereka yang secara tradisional memang tertutup dan juga keengganan untuk terjun ke dunia politik membuat mereka mudah menjadi bulan-bulanan di banyak negara dan kota.
Sebagai tindakan berjaga-jaga, sering mereka menanamkan modal mereka di negara-negara lain, selain di tempat tinggal mereka.
Di antara para Huaqiao sendiri sebenarnya juga tidak selalu ada peraturan. Di AS umpamanya, sampai sekarang masih ada perbedaan antara Huaqiao yang bersimpati kepada Taiwan dengan Huaqiao yang bersimpati kepada RRC. Selain itu perbedaan bahasa dan dan juga kadang-kadang merupakan penggalang persatuan di antara mereka.
Begitulah alasan kenapa banyak orang keturunan Cina di seluruh dunia.