Anak Mama yang Menjadi Jenderal Besar, Dialah Douglas MacArthur

Moh. Habib Asyhad

Penulis

Ada yang bilang, Douglas MacArthur adalah anak mama. Tapi, sekali jenderal besar tetaplah jenderal besar. Pemenang Perang Dunia II.

Berbicara tentang Perang Dunia II, tak lengkap rasanya tanpa menyebut Jenderal MacArthur. Bisa dibilang, dialah pahlawannya. Meski begitu, di AS dia adalah seorang tokoh kontroversial, tetapi di Jepang dia dianggap dewa.

Disarikan dari "Anak Mama" Yang Menjadi Jenderal Besar" dalam buku Reaching for the Best

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com -Pada masa pendudukan AS di Jepang setelah PD II selesai, dia menunjukkan kemampuan dan sifat-sifatnya yang unggul. Anda bisa melihat sosoknya dengan lengkap lewat American Caesar, Douglas MacArthur 1880-1964 karangan William Manchester.

Tanggal 2 September 1945 di geladak kapal perang Missouri di Teluk Tokyo dilakukan upacara penandatanganan pernyataan takluk Jepang terhadap Sekutu.

Letjen Jonathan M. Wainwright, jenderal AS yang dipaksa menandatangani surat menyerah pada Jepang di Filipina tanggal 6 Mei 1942, dan Letjen Inggris Arthur E. Percival, yang dipaksa menyerah di Singapura, mendapat tempat kehormatan mengapit MacArthur.

Di belakang dan di kiri-kanan mereka berdiri para jenderal dan laksamana Inggris, Kanada, Australia, Selandia Baru, Rusia, Cina, dan Belanda selain Amerika. Mereka berdiri membentuk huruf U.

Orang-orang Jepang mendapat tempat di ujung lain, berhadapan dengan MacArthur. Para diplomat Jepang dikepalai oleh Menlu Mamoru Shigemitsu. Dia disertai antara lain oleh Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Yoshijiro Umezu dan Toshikazu Kase, lulusan Amherst serta Harvard.

MacArthur muncul diiringi Admiral Chester W. Nimitz dan Admiral William T. Halsey. Dia tidak memakai medali satu pun, padahal para jenderal dan admiral lain mencantumkan tanda-tanda kehormatan yang pernah mereka peroleh.

Seorang anggota AL berbisik kepada temannya. "Lihat si Mac. Memang dia tidak punya bintang?" Kawannya menjawab, "Kalau dia pakai semua, bisa-bisa penuh sampai belakang."

Pada saat penandatanganan, Shigematsu yang setahun sebelumnya kena bom teroris di Shanghai, berjalan terpincang-pincang menyeret tungkai kayunya menuju tempat duduk. Dia tidak segera membubuhkan tanda tangannya, tetapi repot membenahi tongkat, sarung tangan, dan topinya.

Admiral Halsey, "pemilik" Missouri, sudah ingin menampar saja diplomat itu, sebab ia mengira Shigematsu sengaja ayal-ayalan. Namun MacArthur tahu, pejabat tinggi Jepang itu gugup sekali. Bayangkan saja, dia harus menandatangani pernyataan tekuk lutut, padahal Jepang baru sekali ini takluk.

Dengan suara tajam ia memerintahkan bawahannya, "Sutherland, tunjukkan tempat membubuhkan tanda tangannya!"

Setelah Jenderal Umezu menandatangani surat pernyataan itu, tibalah giliran para pemenang. MacArthur harus membubuhkan lima tanda tangan. Untuk keperluan itu ia membekal lima pulpen.

Yang sebuah kemudian diserahkannya kepada Wainwright, satu lagi kepada Percival, sebuah dikirimkan pada Akademi Militer West Point, dan sebuah lagi untuk Akademi Angkatan Laut Annapolis. Yang kelima ialah pulpen murah milik istrinya.

Benda itu disimpan untuk anak tunggal mereka, Arthur MacArthur IV.

Selesai upacara penandatanganan, MacArthur mendekati mikrofon untuk mengucapkan pidato perdamaian yang disiarkan sampai Amerika. "Hari ini meriam-meriam bungkam. Suatu tragedi besar telah berakhir.

Langit tidak lagi menghujankan kematian dan laut hanya mengembangkan perdagangan. Manusia di segala penjuru dunia bisa berjalan tegak di bawah sinar matahari," katanya.

Si anak mama

Siapakah MacArthur yang oleh sebagian besar orang Jepang dipuja-puja itu?

MacArthur adalah putra ketiga dari Arthur MacArthur, Jr. dan Mary Pinkney Hardy atau biasa disapa Pinky. Arthur adalah seorang tentara yang kariernya malang melintang sejak Perang Saudara.

Masa kanak-kanak Douglas dilewatkan antara lain di Leavenworth dan Fort Selden yang jauh dari mana-mana. Bersama Arthur III (Malcolm meninggal pada umur lima tahun) dia berburu kelinci sambil menunggang kuda poni. Douglas juga senang menonton film koboi.

Setiap malam, kalau Douglas mau tidur, ibunya selalu berkata, "Dougie kau mesti menjadi orang yang berani, seperti ayahmu, atau seperti Robert E. Lee."

Jenderal Lee kita ketahui adalah lawan Jenderal Grant dalam Perang Saudara, sedangkan ayah Doug berperang di bawah Jenderal Grant. Namun sebagai orang Selatan, ibu Doug menganggap Jenderal Lee lebih hebat daripada Grant.

Anak-anak Kapten MacArthur diajar membaca oleh Pinky sendiri. Karena sang kapten kutu buku, anak-anak tidak kekurangan bacaan. Kemudian Douglas masuk sekolah di Leavenworth. Menurut Douglas kemudian, dia termasuk murid yang bodoh.

Singkat cerita, Douglas masuk akademi militer, yang kemudian dikenal sebagai Texas Military Institute di San Antonio. Di sini otaknya mulai terbuka. Dia dipenuhi rasa ingin tahu, selalu mencari jawaban bagi hal-hal yang menimbulkan tanda tanya dalam pikirannya dan mencari kebenaran.

Douglas lulus dari sekolah ini dengan angka rata-rata 97,33 dan mendapat medali emas karena pernah juara tenis akademi itu di tahun ketiga. Dengan nilai itu, Douglas ingin masukAkademi Militer West Point dan ini tidak mudah.

Pertengahan 1899 Douglas MacArthur masuk West Point. Ibunya tinggal di rumah yang berdekatan dengan akademi militer itu. Selama sekolah, Douglas ditunggui sang ibu.

Ketika itu ayahDouglas berada di Filipina. Mula-mula ia menjadi brigjen yang memimpin 4.800 sukarelawan ke Filipina. Mereka merupakan ujung tombak dari ekspedisi untuk menindas pemberontakan yang dipimpin oleh Emilio Aguinaldo. Ketika mereka berhasil, sembilan hari kemudian Arthur MacArthur dinaikkan pangkatnya menjadi provoost marshal general.

Kakak Douglas,Arthur III, yang sudah lulus Akademi Angkatan Laut bertugas di kapal perang yang ditempatkan di P. Luzon.

Sementara itu, diWest PointDouglas ketahuan bila dirinya adalah putra seorang jenderal yang paling terkenal di Filipina. Dia dijadikan bulan-bulanan dalam penggojlokan, sehingga pingsan. Temannya malah tewas. Dia diajukan ke pengadilan sebagai saksi.

Ibunya cepat-cepat mengirim utusan untuk menyampaikan sajak kepada putra bungsunya itu. Bunyinya kira-kira: "Ingat, dunia akan cepat menyalahkan kalau namamu disuramkan oleh hal-hal yang memalukan. Jangan berbohong, tetapi jangan mengadu."

Douglas menuruti kata-kata ibunya. Gengsinya pun naik di kalangan rekan-rekannya. Di West Point ini MacArthur kurus dan walaupun tingginya tidak sampai enam kaki (sekitar 182,5 cm) dia kelihatan lebih jangkung dari sebenarnya.

Dia rajin belajar. Menurut teman-temannya ia menutup jendela dengan selimut supaya tidak ketahuan lampunya masih menyala sampai jauh malam.

Ibunya yang tinggal di Craney's Hotel setiap hari memberi dukungan moral. Sore-sore, kalau kadet lain berjalan-jalan dengan gadis-gadis di tempat yang biasa disebut Jalan Pacaran di tepi sungai, Douglas malah berjalan-jalan dengan ibunya.

Tahun 1905 ia kembali ke San Francisco. Saat itu ayahnya ada di Manchuria, mengawasi pertikaian Rusia-Jepang. Douglas diperkenankan menjadi ajudan ayahnya yang mengadakan inspeksi ke Jepang, Cina, Hong Kong, Myanmar (Birma), Thailand, India, Saigon, dan juga Jawa. Pinky ikut juga.

Ketika dijamu oleh Raja Rama V di Bangkok, lampu tiba-tiba padam. Dengan gesit Douglas mengganti sekering, sehingga lampu cepat menyala kembali. Raja begitu terkesan, sehingga berniat menghadiahkan bintang kepadanya. Namun Pinky menganggap hal itu tidak pantas dan Douglas pun menolak dengan hormat.

MacArthur ayah dan anak berkesimpulan bahwa pikiran rakyat Asia saat itu lebih dipenuhl oleh usaha untuk memperoleh cukup makanan, cukup pakaian, dan gubuk cukup besar untuk melindungi keluarga mereka daripada memikirkan upaya mengusir penjajah. Mereka juga membenarkan Senator Albert J. Beveridge bahwa kekuasaan yang menguasai Pasifik akan menguasai dunia.

Menurut Douglas MacArthur kemudian, perjalanan itu merupakan faktor yang paling penting dalam persiapan hidupnya. "Bagi saya jelas bahwa masa depan dan bahkan eksistensi Amerika betul-betul terjalin dengan Asia dan pulau-pulaunya yang merupakan pos terdepan."

Sebelum pulang tanggal 17 Juli 1906 ayah dan anak itu berbincang-bincang dengan para jenderal Jepang yang baru saja mengalahkan Rusia. Arthur MacArthur yakin ambisi imperialistis Jepang merupakan masalah utama di Pasifik.

Dia mengingatkan menteri peperangan akan perlunya memperkuat Filipina, supaya tempat yang bisa menguntungkan Amerika itu jangan sampai berbalik mencelakakannya karena jatuh ke tangan lawan.

Douglas MacArthur mendapat kesan tentara Jepang berani dan komandan-komandan mereka bermental baja dan berkeyakinan tak tergoyahkan. Ini berbahaya, katanya. Kala di Jepang itu Douglas melihat wabah kolera meminta banyak korban di kalangan tentara Jepang.

Menurut seorang jenderal Jepang, hal itu mengherankan, sebab tentara sudah diberi kapsul besar yang harus diminum empat jam sekali untuk mencegah kolera. Mungkin tidak mempan. MacArthur tertawa terbahak-bahak. "Kalau tentara Amerika diberi kapsul semacam itu, mereka tidak akan memakannya. Diam-diam akan mereka buang."

"Tentara saya tidak akan berbuat demikian. Lihat saja," kata jenderal itu. Beberapa hari kemudian kotak-kotak obat itu diberi label: "Kaisar menghendaki setiap tentara minum sebutir kapsul empat jam sekali." Wabah kolera pun berakhir. MacArthur menarik kesimpulan: Semua perintah kaisar akan dilaksanakan secara membabi buta.

Implikasi pengamatan kedua MacArthur pada masa itu tampaknya jauh. Bukan mereka sendiri yang berpendapat Filipina perlu dikuatkan untuk melindungi Amerika, namun pendapat itu rupanya dianggap kurang mendesak pentingnya.

Bulan Desember tahun itu juga Douglas diangkat menjadi ajudan bagi Presiden Theodore Roosevelt. Di Washington dia tinggal dengan kedua orang tuanya. Ketika harus ujian untuk kenaikan pangkat menjadi kapten, angkanya cuma pas-pasan, berbeda daripada semasa masih di West Point.

Naik pangkat karena ibu?

Singkat cerita, Douglas masuk militer. Tapi, orangtuanya ingin Douglas berada dekat mereka terus. Tanpa sepengetahuan Douglas, Pinky menulis surat kepada E.H. Harriman, raja kereta api, untuk minta pekerjaan bagi putranya yang dianggapnya tidak adil diberi tugas jauh di Wisconsin.

Apalagi dengan nilai buruk pula. Dia ingin putranya keluar saja dari ketentaraan. Ketika Harriman mengirim agennya untuk mewawancarai Douglas, pemuda itu terbengong-bengong. Dia tidak berniat keluar dari ketentaraan.

Setelah pindah beberapa kali, antara lain bertugas selama empat tahun di Leavenworth, Douglas diizinkan kembali ke Washington karena ibunya sakit dan perlu perawatan. Ketika itu umur Douglas 33 tahun. Dia dianggap bujangan tampan yang paling diincar di ibu kota AS itu, tetapi ibunya tampaknya tidak berniat melepaskannya kepada wanita lain, apalagi saat itu ayahnya sudah meninggal (1912).

Pernah sekali ia berkunjung ke West Point, yang merupakan tempat penuh kenangan manis baginya. Namun ia malah diejek. "Saya memperoleh pelajaran yang pahit dalam hidup saya: Jangan pernah mencoba memperoleh lagi masa lampau, karena api sudah menjadi abu."

Pada tahun 1914 ia sempat dijadikan mata-mata di Meksiko, yaitu menjelang perang antara kedua negara itu. Kemudian pangkatnya terus-menerus naik. Tahun 1915 ia menjadi mayor, lalu kolonel.

Ketika AS membantu Inggris dalam PD I, Kolonel Douglas MacArthur mendarat di Prancis dengan unsur 42nd Division Infantry. Bawahannya antara lain Kapten Harry S. Truman (kelak akan menggantikan Presiden Franklin Delano Roosevelt sebagai presiden AS menjelang akhir PD II).

Dalam perang ini lawan mereka antara lain skuadron Baron Merah, Manfred von Richthofen yang terkenal kehebatannya di udara. Pada masa itu MacArthur yang dijuluki si Buddy dikagumi karena mau sama rasa dengan bawahannya.

Namun pria yang kini berumur 38 tahun itu tetap saja pangkatnya kolonel. Kembali Pinky campur tangan tanpa sepengetahuan anaknya. Dia terus-menerus menulis surat kepada "yang berwenang" untuk meminta anaknya yang hebat itu naik pangkat. MacArthur pun naik pangkat menjadi brigjen; entah karena surat-surat ibunya atau entah karena kehebatannya.

Dalam perang di Prancis dia mendapat tujuh Silver Star, dia tidak mau dipanggil pulang. Akhirnya, dia diberi jabatan sebagai komandan tetap 84th Brigade dari Rainbow Division.

Pada masa itu lagu-lagu yang beken di medan perang adalah Tipperary, Keep the Home Fire Burning, There's a Long Long Trail, Over There, Pack Up Your Troubles, Till We Meet Again, Mademoiselle of Armentieres, dsb. yang tetap disukai sampai masa kini.

Ketika mendapat bintang perak yang kelima mestinya dia senang, tetapi ternyata tidak, karena dia melihat kesengsaraan rakyat korban perang. Akhirnya, MacArthur yang berumur 38 tahun itu diserahi memimpin 26.000 orang dan merupakan kepala divisi termuda.

Dari pemerintahnya dia mendapat bintang penghargaan 12 buah dalam perang ini, ditambah tiga medali lain yang didapat sebagai pemimpin Kepala Staf 42nd Division dan 19 penghargaan lain dari negara-negara Sekutu.

Kembali dia diminta mengepalai Brigade ke-84 dan masuk Jerman 1 Desember 1918. Ketika itu dia bukan hanya tampan dan ramping, tetapi juga kelihatan berotak. la ingin tetap di Jerman (umurnya empat puluh, namun tampak jauh lebih muda), tetapi ibunya yang berumur 66 tahun sakit. Pinky mempunyai kebiasaan jatuh sakit kalau ingin anaknya berada di dekat dia.

Dilepas dan disambut seperti kaisar

Kemudian terjadi Perang Korea tahun 1950, MacArthur diangkat menjadi pemimpin pasukan AS di Korea, dia sering tidak sependapat dengan Washington sehingga dicopot oleh Presiden Truman, yang pernah menjadi bawahannya. Dia dipanggil pulang.

Ketika itu ia sudah 52 tahun mengabdi di ketentaraan. Rakyat AS berada di pihaknya. Kaum wanita berdemonstrasi dan buruh di Lafayette meminta Presiden Truman di-impeach, sedangkan Gedung Putih dibanjiri telegram kemarahan. Tokyo yang lima tahun berada di bawah Makassar Genui (Field Marshal MacArthur) heboh.

Senin, 16 April 1951 rakyat Jepang melepasnya pergi dengan Bataan. Upacara begitu megah, seakan-akan dia itu seorang kaisar. Di San Francisco ia disambut ±100.000 orang. Ketika itu sudah empat belas tahun dia meninggalkan AS. Putranya, Arthur, baru pertama kalinya menginjakkan kaki di tanah air sendiri. Ah Cheu, wanita pengasuh Arthur, ikut juga.

Setengah juta orang memenuhi jalan, sehingga Arthur ketakutan. Ketika itu umur Douglas MacArthur 71 tahun. Dia diundang ke seluruh AS dan surat baginya berkarung-karung. Konfeti yang harus disapu dari jalan-jalan beratnya 2.859 ton, empat kali lebih banyak dari yang disiramkan kepada Eisenhower.

Tahun 1952 ia mencoba lagi untuk menjadi calon dari Partai Republik dalam pemilihan presiden, namun disisihkan oleh bekas bawahannya, Dwight D. Eisenhower.

Ketika mendengar diadakan gencatan senjata dalam Perang Korea 7 Juli 1953, MacArthur berkomentar, "Ini berarti hukuman mati bagi seluruh Indocina."

Pada masa Kennedy menjadi presiden, MacArthur sudah tua. Tetapi Presiden Kennedy yang merupakan pengagum MacArthur itu berkenan minta saran-sarannya. Tahun 1961 MacArthur melakukan lawatan "sentimental" ke Filipina. Ketika negara itu merayakan ulang tahun kemerdekaan ke-25, MacArthur diundang datang.

Umurnya sudah 81 tahun, tetapi ia masih tegak. Dia dan Jean melewatkan masa tua dengan tenang di Hotel Waldorf-Astoria di New York. Ah Cheu juga tetap bersama mereka. MacArthur yang tidak pernah gemuk itu kemudian sakit tua, tetapi pikirannya tetap jernih.

MacArthur sudah lama menyiapkan pemakamannya dan Kennedy sudah menawarkan pemakaman yang megah baginya. Tanggal 3 April 1964, jago Perang Pasifik dan tokoh kontroversial itu jatuh dalam koma di Walter Reed Hospital, Washington dan meninggal dua hari kemudian.

Kennedy yang jauh lebih muda sudah empat bulan mendahuluinya. Sesuai dengan pesannya, Jean memakaikan seragam yang paling disayanginya, yaitu yang warnanya paling luntur. Presiden Johnson mengumumkan masa berkabung nasional dan jenazah MacArthur disemayamkan di Gedung Capitol.

Pemakamannya yang megah tanggal 11 April dihadiri oleh Bobby dan Ethel Kennedy dan juga Presiden Lyndon B. Johnson. PM Jepang Shigeru Yoshida tentu saja tidak mau ketinggalan untuk hadir, sebab bagi orang Jepang MacArthur itu malaikat penolong.

MacArthur dimakamkan di Norfolk, kota kelahiran ibunya. Putranya, Arthur, yang pernah belajar di Columbia University, kemudian hidup dari musik. Dia berganti nama, karena merasa terlalu berat untuk bisa hidup sebagai manusia biasa sambil memikul beban nama besar.

Artikel Terkait