Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-online.com - Fajar menyingsing di atas Jakarta, 1 Oktober 1965. Embun pagi masih menyelimuti pepohonan di sekitar Istana Merdeka, namun suasana di dalamnya jauh dari ketenangan.
Kabut duka dan kecemasan menyelimuti hati Presiden Soekarno.
Peristiwa kelam Gerakan 30 September telah merenggut nyawa sejumlah jenderal terbaik bangsa, meninggalkan luka mendalam di tubuh Angkatan Darat dan Republik Indonesia.
Di tengah kekalutan itu, Soekarno harus mengambil keputusan penting, menunjuk Menteri/Panglima Angkatan Darat yang baru.
Sosok yang mampu menenangkan situasi, memulihkan keamanan, dan memimpin Angkatan Darat keluar dari keterpurukan.
Pilihannya jatuh pada Mayor Jenderal Soeharto, Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad).
Soeharto, pria kelahiran Kemusuk, Yogyakarta, ini bukanlah sosok asing di dunia militer. Perjalanan karirnya diwarnai dengan keberanian dan dedikasi.
Ia pernah berjuang melawan penjajah Jepang, memimpin Serangan Umum 1 Maret di Yogyakarta, dan turut serta dalam penumpasan pemberontakan PRRI/Permesta.
Siang itu, Istana Merdeka menjadi saksi bisu sebuah momen bersejarah. Di hadapan Presiden Soekarno, Soeharto berdiri tegap, menerima amanat sebagai Menteri/Panglima Angkatan Darat.
Sebuah tanggung jawab maha berat di pundaknya, di tengah kondisi negara yang sedang genting.