Find Us On Social Media :

Luka Mendalam di Bumi Pertiwi: Warisan Kelam Kolonialisme di Indonesia

By Afif Khoirul M, Kamis, 26 September 2024 | 16:00 WIB

Dampak kolonialisme terhadap perkembangan budaya Indonesia.

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-online.com - “Sejarah adalah guru kehidupan,” demikian kata pepatah bijak. Namun, tak semua pelajaran sejarah datang dengan kemanisan.

Indonesia, negeri zamrud khatulistiwa, menyimpan dalam lipatan masa lalunya kisah pilu tentang penjajahan. Kolonialisme, bagai badai yang mengamuk, meninggalkan luka mendalam di bumi pertiwi.

Mari kita telusuri jejak-jejak kelam tersebut, bukan untuk meratap, melainkan agar kita belajar dan bangkit, menapaki masa depan dengan kepala tegak.Ekonomi Terpuruk, Rakyat TercekikSumber daya alam Indonesia yang melimpah ruah, bagai magnet bagi bangsa-bangsa Eropa. Mereka datang dengan dalih perdagangan, namun berujung pada eksploitasi tanpa ampun.

Rempah-rempah, kopi, teh, dan hasil bumi lainnya dikeruk habis untuk mengisi pundi-pundi penjajah.

Monopoli perdagangan diberlakukan, rakyat Indonesia dipaksa menjual hasil bumi mereka dengan harga murah, sementara barang-barang impor membanjiri pasar dengan harga selangit.Sistem tanam paksa, yang diterapkan Belanda pada abad ke-19, semakin memperparah penderitaan rakyat.

Petani dipaksa menanam tanaman ekspor seperti kopi, tebu, dan nila, mengorbankan lahan pertanian mereka sendiri. Kelaparan dan kemiskinan merajalela, sementara para penjajah hidup bergelimang harta.“Tanam paksa adalah air mata petani yang menetes di atas tanah subur, namun tak pernah membasahi ladang mereka sendiri,” ujar seorang sejarawan dengan getir.Pendidikan, kunci menuju kemajuan, justru menjadi alat penindasan di masa kolonial. Akses pendidikan hanya terbuka bagi segelintir golongan priyayi dan bangsawan, sementara rakyat jelata dibiarkan dalam kebodohan.

Bahasa Belanda menjadi bahasa pengantar, mengasingkan rakyat dari akar budaya mereka sendiri.“Pendidikan seharusnya menjadi cahaya yang menerangi jalan menuju kemerdekaan, bukan rantai yang membelenggu pikiran,” demikianlah ungkapan seorang tokoh pergerakan nasional.Struktur sosial masyarakat Indonesia tercabik-cabik oleh politik adu domba penjajah. Golongan priyayi diangkat menjadi kaki tangan penjajah, menciptakan jurang pemisah antara mereka dengan rakyat jelata.

Diskriminasi berdasarkan ras dan kelas sosial merajalela, menebar benih-benih konflik yang masih terasa hingga kini.Budaya Indonesia yang kaya dan beragam perlahan terkikis oleh pengaruh budaya Barat. Bahasa, pakaian, seni, dan bahkan sistem nilai masyarakat mulai tergerus oleh arus globalisasi yang dipaksakan.“Kolonialisme bukan hanya merampas harta benda, tapi juga merenggut jati diri sebuah bangsa,” kata seorang budayawan dengan pilu.Politik Terjajah, Kedaulatan TerampasIndonesia, yang dulunya terdiri dari kerajaan-kerajaan yang merdeka, direduksi menjadi sekadar koloni, takluk di bawah kekuasaan asing.

Sistem pemerintahan tradisional dihancurkan, digantikan oleh birokrasi kolonial yang korup dan represif. Hak-hak politik rakyat diabaikan, suara mereka dibungkam.Perlawanan terhadap penjajah kerap dihadapi dengan kekerasan dan kekejaman. Pemberontakan-pemberontakan rakyat ditumpas dengan darah, para pejuang kemerdekaan diasingkan atau dihukum mati.“Kemerdekaan adalah hak segala bangsa, namun penjajah merampasnya dengan bayonet dan peluru,” demikianlah teriakan semangat para pahlawan bangsa.Luka yang Menganga, Pelajaran yang AbadiKolonialisme telah meninggalkan luka yang menganga di tubuh bangsa Indonesia. Namun, dari luka itulah kita belajar tentang pentingnya kemerdekaan, keadilan, dan persatuan.

Semangat juang para pahlawan bangsa menjadi obor yang terus menyala, menerangi jalan menuju masa depan yang lebih baik.Kita tidak bisa mengubah masa lalu, tapi kita bisa membentuk masa depan. Mari kita jaga kemerdekaan yang telah diraih dengan susah payah, kita bangun Indonesia yang adil dan makmur, kita lestarikan budaya luhur bangsa, dan kita wujudkan cita-cita para pendiri bangsa.“Merdeka atau mati!” Itulah pekikan semangat yang tak pernah padam, menggema dari generasi ke generasi.

*

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---