Pendaratan Pasukan Matahari Terbit
Matahari belum lagi menunjukkan wajahnya sepenuhnya ketika pasukan Jepang mulai mendarat di pantai-pantai Tarakan.
Kapal-kapal perang mereka yang besar dan menakutkan, memuntahkan ribuan tentara yang siap bertempur.
Suara tembakan dan ledakan bom mengguncang pulau yang tadinya tenang. Asap hitam mengepul ke langit, menutupi sinar matahari pagi.
Pasukan Belanda yang bertugas mempertahankan Tarakan, meskipun gagah berani, tidak mampu menahan gempuran pasukan Jepang yang jauh lebih banyak dan lebih lengkap persenjataannya.
Pertempuran berlangsung sengit, tetapi akhirnya Tarakan jatuh ke tangan Jepang. Kilang-kilang minyak dibakar, lapangan udara dihancurkan, dan penduduk setempat hidup dalam ketakutan.
Luka yang Tak Kunjung Sembuh
Pendudukan Jepang di Tarakan berlangsung selama tiga setengah tahun. Selama itu, penduduk Tarakan mengalami berbagai macam penderitaan.
Mereka dipaksa bekerja rodi untuk Jepang, kekurangan makanan dan obat-obatan, dan hidup dalam suasana teror. Banyak yang meninggal dunia karena kelaparan, penyakit, atau kekerasan.
Ketika Jepang akhirnya menyerah pada tahun 1945, Tarakan kembali ke pangkuan Indonesia. Namun, luka yang ditinggalkan oleh pendudukan Jepang tidak mudah hilang.
Banyak keluarga yang kehilangan anggota keluarganya, banyak rumah yang hancur, dan banyak sumur minyak yang tidak lagi produktif.
Tarakan, yang dulunya merupakan simbol kemakmuran, kini menjadi saksi bisu kekejaman perang.