Find Us On Social Media :

[ARSIP] Bagaimana Surat Kabar Propaganda Jepang Memberitakan Peristiwa Proklamasi 17 Agustus 1945?

By Moh. Habib Asyhad, Sabtu, 17 Agustus 2024 | 12:18 WIB

Ketika Indonesia merayakan HUT-nya yang ke-45, Majalah Intisari pernah memperingatinya dengan membaca koran- koran yang terbit sekitar saat itu, termasuk Surat Kabar Asia Raya yang dikenal sebagai media propaganda Jepang. Bagaimana isinya?

[ARSIP]

Ketika Indonesia merayakan HUT-nya yang ke-45, Majalah Intisari pernah memperingatinya dengan membaca koran- koran yang terbit sekitar saat itu, termasuk Surat Kabar Asia Raya yang dikenal sebagai media propaganda Jepang. Bagaimana isinya?

Penulis: Threes Susilastuti, untuk Majalah Intisari edisi Agustus 1990

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com - Ternyata jumlah koran di Indonesia yang terbit tepat pada saat Soekarno-Hatta, atas nama bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan di halaman rumah Jl. Pegangsaan Timur 56 Jakarta, bisa dihitung dengan jari.

Demikian menurut Mastini Hardjoprakosa, (ketika itu) direktris Perpustakaan Nasional, dalam kata pengantar Katalog Surat Kabar di Indonesia. Selama masa pemerintahan Jepang (1942-1945), semua penerbitan Belanda dan kebanyakan penerbitan Indonesia dilarang. Yang masih dibolehkan terbit ialah Pemandangan di Jakarta (1933-1958), dan Express di Surabaya yang berbahasa Jawa (1939-1956).

Sementara itu di Surakarta terbit Merah Poetih, sebuah koran yang memuat tulisan-tulisan yang mendorong bangsa Indonesia untuk menyiapkan diri menghadapi kemerdekaan.

Pemerintah militer Jepang menerbitkan surat kabar dalam bahasa Jepang dan Indonesia: Djawa Shinbun di Jakarta, Asia Raya di Jakarta, Madioen Shinbun di Madiun, Sinar Matahari di Yogyakarta, Sinar Baroe di Semarang, Soeara Asia di Surabaya, Tjahaja di Bandung. Koran-koran ini tidak terbit lagi setelah bulan Agustus 1945, dan selanjutnya digantikan surat-surat kabar yang seluruhnya diasuh oleh orang-orang Indonesia.

Baca Juga: Mengapa Indonesia Memilih Tanggal 17 Agustus Untuk Memproklamasikan Kemerdekaan

Bentuk fisik koran-koran pada waktu itu umumnya lebih kecil, separuh dari ukuran koran-koran sekarang. Jumlah halaman hanya dua halaman, alias satu lembar bolak-balik. Mutu kertasnya pun sangat memprihatinkan: kertas merang.

Selama masa revolusi fisik tahun 1947-1949, ada beberapa koran gelap yang aktif: 17 Agustus, Pantjasila, dan Yuddha. Berita-beritanya diambil dari ANTARA, kantor berita nasional yang didirikan atas prakarsa Wartawan Sipahutar. Sayang sekali, ketiga media ini tidak bisa ditemukan dalam koleksi Perpustakaan Nasional.

Pada 1945, setelah proklamasi kemerdekaan, di Solo terbit Surat Kabar Merah Poetih. Catatan dalam Katalog Surat Kabar di Indonesia di Perpustakaan Nasional menyebutkan bahwa koran itu pada 1945 sudah memasuki tahun ke-2. Sementara koleksi dalam bentuk film mikro di Perpustakaan Nasional yang tersedia mulai dari no. 7, 9 Oktober 1945. Koran ini berukuran kecil, kemungkinan berukuran tabloid, terdiri atas dua halaman (satu lembar bolak-balik).

Surat kabar ini sama sekali tidak mencantumkan nama pengasuhnya. Kotak masthead di sudut kiri atas hanya mencantumkan nomor telepon direksi dan redaksi, serta alamat redaksi di Solo. Tidak ada motto falsafah koran. Isinya melulu berita-berita politik dalam negeri.

Sementara itu di Jakarta pada 1 Oktober 1945 terbit Surat Kabar Merdeka. Surat kabar ini juga tidak mencantumkan penerbit, maupun nama-nama pengasuhnya. Hanya sekadar alamat kantor redaksi dan administrasi: Jl. Asia Raya 8, Jakarta.

Semangat kemerdekaan terasa sangat menggebu-gebu pada surat kabar ini. Di bawah nama surat kabar, tercantum motto: "Soeara Ra'jat Repoeblik Indonesia". Begitu berapi-api surat kabar ini menunjukkan kemerdekaan Indonesia, sehingga penulisan tanggal penerbitan pun mengambil bentuk sebagai berikut: No. 1 - Hr. Senin, 1 bulan 10 Tahun Rep. l, 1945.

Indonesia merdeka: goal!

Untuk menjawab apakah detik-detik proklamasi RI tahun 1945 tersebar lewat media massa, mari kita ikuti Surat Kabar Asia Raya. Harian berbahasa Indonesia ini diterbitkan oleh pemerintah militer Jepang di Jawa sebagai alat propagandanya. Sebagai pemimpin redaksi tercantum R. Sukarjo Wiryopranoto.

Koran ini tampaknya berukuran tabloid, berisi 2 halaman (satu lembar bolak-balik). Halaman depan berisi berita-berita perkembangan politik di Jepang, sampai setengah halaman belakangnya. Setengah halaman kedua bagian bawah disediakan sebagai tempat untuk iklan.

Dengan mengambil pola dinamika kerja sistem persuratkabaran sekarang, peristiwa tanggal 17 Agustus 1945 tentunya bisa diikuti dalam surat kabar keesokan hari. Apa isi Asia Raya pada tanggal 18 Agustus 1945? Soal proklamasi RI yang berlangsung di halaman rumah Ir. Soekarno, Jl. Pegangsaan Timur 56, Jakarta, ternyata sama sekali tidak ditemukan kabar beritanya.

Berita utama di halaman 1 pada hari itu berbentuk banner headline, langsung memberitakan tentang "PENGANGKATAN KEPALA NEGARA INDONESIA MERDEKA - Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta". Isinya berupa sebuah "Makloemat" tertanggal 18 Agustus 2605 yang ditandatangani Soekarno-Hatta dan ditujukan kepada seluruh rakyat Indonesia.

Di atas "Makloemat" ada berita bahwa Panitia Persiapan Kemerdekaan telah bersidang pada tanggal 18 Agustus 1945 dan menetapkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia; memilih sebagai presiden RI, Ir. Soekarno, dan sebagai wakil presiden Drs. Moh. Hatta; pekerjaan presiden untuk sementara waktu dibantu oleh sebuah Komite Nasional.

Di sudut kanan bawah ada editorial yang ditulis oleh Sukarjo Wiryopranoto, berjudul “INDONESIA MERDEKA; GOAL!”

Edisi tanggal 19 Agustus 1945 halaman depan memuat naskah Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, tentang 12 kementerian yang menyelenggarakan pemerintahan, Laporan Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan. Editorial di sudut kanan bawah berjudul “Indonesia Merdeka memperkenalkan diri”.

Baca Juga: [ARSIP] Cerita Lucu Bung Karno Usai Merdeka: Presiden Sudah Terpilih, Mobilnya Baru Dicari

Asia Raya pamit pada hari lebaran 1945

Sebuah produk media memang tidak lepas dari orang-orang yang berada di belakangnya. Asia Raya adalah alat propaganda Jepang. Tidak mengherankan bahwa proklamasi Indonesia yang sangat merugikan Jepang, sama sekali tidak muncul dalam koran mereka. Pemberitaan tentang kelahiran negara Indonesia disajikan dalam bentuk yang lebih menguntungkan kepentingan mereka.

Dari pengamatan terhadap isi surat kabar ini, dapat dilihat bahwa pemerintah Dai Nippon sudah mengiming-iming untuk memberi kemerdekaan kepada Indonesia sejak awal bulan Agustus. "Sebelum jagung berbuah, Indonesia harus telah merdeka", begitu kepala berita utama tanggal 8 Agustus 1945. Seminggu kemudian, tanggal 14 Agustus 1945, turun pula sebuah berita lain, "Sebelum jagung berbunga, Indonesia pasti Merdeka!" Dengan demikian berita tentang kemerdekaan RI seolah-olah suatu hadiah dari Jepang.

Namun, membaca Asia Raya antara 6 Agustus 1945-7 September 1945 tetap saja menarik. Dari situ misalnya kita bisa mengetahui bahwa hari kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945 jatuh dalam bulan puasa.

Berita pemboman Hiroshima dan Nagasaki tanggal 6 Agustus 1945 baru dimuat dalam edisi 20 Agustus 1945. Sedang edisi tanggal 22 Agustus 1945 memuat berita utarna dalam bentuk banner. “Perang di seluruh dunia telah berhenti. Sabda YMM telah diturunkan untuk memberikan jalan ke arah perdamaian di seluruh dunia.”

Gedung Kesenian, Pasar Baru, Jakarta ikut pula mencatat sejarah dengan menjadi tempat persidangan Komite Nasional Pusat (Asia Raya, 29 Agustus 1945). Pada hari itu penduduk boleh mengibarkan Sang Merah Putih. Banner headline di halaman pertama berbunyi: “Hari Ini, Hari Nasional Indonesia”.

Dalam edisi tanggal 30 Agustus 1945 kita bisa membaca tentang pelantikan Komite Nasional Pusat. Banner headline sangat mencolok: "Satu Bangsa, Satu Tanah Air, Satu Tekad: Tetap Merdeka". Sedang edisi tanggal 1 September 1945 memberitakan tentang pernyataan kebulatan tekad persatuan dan kemajuan seluruh rakyat.

"Arak-arakan besar sekeliling Kota Jakarta Raya hari kemarinnya pukul 16.30, dalam rangka menyambut berdirinya Komite Nasional Indonesia. Jalan-jalan yang dilalui: Tanah Lapang Gambir, Cikini, Jl. Surabaya (rumah Bung Hatta), Pegangsaan Timur (rumah Bung Karno), Salemba, Kramat."

Seminggu kemudian, pada tanggal 7 September 1945, Asia Raya minta diri dari pembacanya. Hari itu juga bertepatan dengan Hari Raya Idul Fitri. Banner headline di halaman pertama tercetak dalam huruf- huruf kapital: “MINAL AIDIN WALFAIZIN”.