Find Us On Social Media :

Ketika SM Kartosuwiryo Memproklamasikan Negara Islam Indonesia (NII) di Tasikmalaya

By Afif Khoirul M, Rabu, 7 Agustus 2024 | 18:15 WIB

Ternyata, munculnya gerakan DI/TII Kartosuwiryo disebabkan oleh peristiwa penting Perjanjian Renville.

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-online.com - Pagi 7 Agustus 1949, mentari baru saja menampakkan semburatnya di balik Gunung Galunggung yang megah. Embun masih menempel di dedaunan, berkilauan bak permata di bawah cahaya keemasan.

Namun, di sebuah desa kecil bernama Cisayong, di kaki gunung yang sama, embun sejarah tengah terbentuk.

Hari itu, seorang tokoh kharismatik bernama Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo, dengan tekad membara dan keyakinan tak tergoyahkan, memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII).

SM Kartosuwiryo, atau yang akrab disapa "Karto", bukanlah sosok asing di panggung pergerakan nasional. Lahir di Cepu, Jawa Tengah, pada tahun 1905, ia tumbuh menjadi pemuda cerdas dengan semangat juang tinggi.

Pendidikannya di sekolah kedokteran STOVIA dan pengalamannya sebagai wartawan telah menempa pemikirannya yang tajam dan kritis. Namun, panggilan jiwanya yang terdalam adalah untuk memperjuangkan tegaknya syariat Islam di bumi pertiwi.

Karto bukanlah sekadar pemimpi. Ia adalah seorang organisator ulung dan pemimpin yang disegani. Selama masa revolusi kemerdekaan, ia aktif dalam Hizbullah dan Sabilillah, dua organisasi perjuangan yang berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Namun, di tengah euforia kemerdekaan, Karto merasa ada yang hilang. Ia melihat bahwa negara yang baru lahir ini belum sepenuhnya mencerminkan nilai-nilai Islam yang ia yakini.

Karto bermimpi tentang sebuah negara yang berdasarkan syariat Islam, di mana hukum Allah menjadi landasan utama kehidupan berbangsa dan bernegara. Ia percaya bahwa hanya dengan kembali kepada ajaran Islam yang murni, Indonesia akan mencapai kejayaan dan kesejahteraan sejati.

Mimpi ini bukanlah ambisi pribadi, melainkan sebuah visi besar yang ia yakini akan membawa kebaikan bagi seluruh umat.

Proklamasi NII di Tasikmalaya bukanlah peristiwa yang terjadi begitu saja. Ia adalah puncak dari serangkaian peristiwa dan gejolak politik yang melanda Indonesia pasca kemerdekaan. Kekecewaan terhadap pemerintah pusat yang dianggap tidak mengakomodasi aspirasi umat Islam, serta konflik bersenjata dengan Belanda yang masih berlangsung, menjadi pemicu bagi Karto dan para pengikutnya untuk mengambil langkah berani.

Baca Juga: Dikaitkan Dengan NII KW 9, Inilah Sosok Panji Gumilang Yang Ditetapkan Sebagai Tersangka Penistaan Agama

Darul Islam: Cita-Cita Luhur

NII, yang juga dikenal dengan nama Darul Islam (DI), adalah sebuah gerakan yang bertujuan untuk menegakkan syariat Islam di Indonesia. Kartosuwiryo menjadi imam dan pemimpin tertinggi gerakan ini.

Ia membentuk pasukan Hizbullah dan Sabilillah yang terlatih dan militan, siap berjuang demi cita-cita luhur mereka.

Kedatangan DI dianggap ancaman bagi pemerintah Indonesia. Mereka harus menghadapi perlawanan dari pemerintah Indonesia yang menganggap gerakan ini sebagai ancaman bagi kedaulatan negara. Pertempuran sengit terjadi di berbagai wilayah, terutama di Jawa Barat, Aceh, dan Sulawesi Selatan. Darah para pejuang tumpah membasahi bumi pertiwi, sementara air mata para keluarga yang ditinggalkan membanjiri lembah-lembah kesedihan.

Mimpi buruk kekerasan dan konflik bersenjata menghantui negeri ini. Darah para pejuang yang seharusnya menyuburkan tanah air, justru tertumpah sia-sia di medan pertempuran. Jerit tangis keluarga korban menjadi simfoni pilu yang mengiringi derap langkah pemberontakan. Ketidakstabilan politik dan keamanan bagaikan badai yang mengguncang perahu kebangsaan, menghambat laju pembangunan dan kesejahteraan rakyat.

Pelanggaran hak asasi manusia menjadi noda hitam dalam perjalanan sejarah bangsa. Penculikan, penyiksaan, dan pembunuhan menjadi bukti kekejaman yang tak termaafkan. Pluralisme yang menjadi kekayaan Indonesia, terancam oleh pandangan eksklusif dan intoleran yang dianut NII. Keharmonisan antarumat beragama yang selama ini terjaga, kini berada di ujung tanduk.

Bagaikan api dalam sekam, potensi radikalisme mengintai di balik bayang-bayang NII. Ideologi dan tindakan mereka dapat menjadi inspirasi bagi kelompok-kelompok ekstremis lainnya, memicu gelombang kekerasan yang tak terkendali. Perekonomian yang seharusnya menjadi tulang punggung bangsa, kini terpuruk akibat konflik berkepanjangan. Investasi terhambat, pariwisata meredup, dan pembangunan infrastruktur terhenti.

NII, bagaikan duri dalam daging, menjadi ancaman serius bagi keutuhan dan kemajuan Indonesia. Pemerintah dan seluruh rakyat harus bersatu padu, melawan segala bentuk separatisme dan radikalisme. Hanya dengan semangat persatuan dan kesatuan, kita dapat menjaga keutuhan nusantara yang kita cintai.

Setelah berjuang selama lebih dari satu dekade, gerakan DI akhirnya mengalami kemunduran. Pada tahun 1962, Kartosuwiryo ditangkap oleh pasukan pemerintah dan dijatuhi hukuman mati. 

*

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---