Find Us On Social Media :

Hjalmar Schacht: Sang Arsitek Ekonomi Nazi yang Menyemai Harapan di Tanah Nusantara

By Afif Khoirul M, Selasa, 6 Agustus 2024 | 18:25 WIB

Hjalmar Schacht, ekonom Nazi yang diundang ke Indonesia.

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-online.com - Di tengah reruntuhan Perang Dunia Kedua, Indonesia, negara yang baru saja mereguk kemerdekaan, terhuyung-huyung dalam krisis ekonomi yang mendalam. Inflasi merajalela, nilai rupiah terjun bebas, dan rakyat terjerat dalam kemiskinan yang menyesakkan. Di saat genting itu, seorang tokoh kontroversial muncul dari balik bayang-bayang sejarah, Hjalmar Schacht, mantan Menteri Keuangan Nazi Jerman.

Schacht, seorang ekonom brilian yang pernah dipuja dan dicerca, tiba di Indonesia pada tahun 1951. Kedatangannya disambut dengan beragam reaksi, dari harapan hingga kecurigaan. Namun, di balik reputasinya yang kelam, Schacht menyimpan tekad untuk membantu Indonesia bangkit dari keterpurukan.

Kedatangan Hjalmar Schacht, sang mantan Menteri Keuangan Nazi, pada tanggal 3 Agustus 1951, mengusik ketenangan jiwa rakyat Indonesia yang baru saja mereguk kebebasan.

Desas-desus tentang sepak terjang Schacht di masa silam berhembus kencang, mengguncang keyakinan akan masa depan yang cerah. Masyarakat, khususnya mereka yang bersimpati pada Partai Komunis Indonesia (PKI), memandang Schacht sebagai ancaman laten bagi negeri yang masih rapuh.

Propaganda PKI menggelora, menuding Schacht sebagai agen fasisme yang hendak menjerumuskan Indonesia ke dalam jurang ideologi yang menyesatkan. Suara-suara lantang mengecam kebijakan ekonomi Schacht, yang dianggap hanya menguntungkan segelintir elite dan mengabaikan nasib rakyat jelata.

Di Jakarta, jantung ibu kota, gelombang penolakan terhadap Schacht mencapai puncaknya. Massa yang tergabung dalam PKI menggelar demonstrasi besar-besaran, mengecam para pejabat yang menyambut Schacht dengan tangan terbuka di Hotel Des Indes. Mereka menganggap kehadiran Schacht sebagai pengkhianatan terhadap cita-cita revolusi dan perjuangan rakyat.

Tuduhan demi tuduhan dilayangkan kepada Schacht, mulai dari eksploitasi sumber daya alam hingga konspirasi untuk menghancurkan perekonomian Indonesia. Schacht dianggap sebagai parasit yang menghisap darah rakyat demi kepentingan pribadi dan kelompoknya.

Di tengah gejolak politik yang memanas, Schacht tetap tegar menghadapi badai kecaman. Ia bersikukuh bahwa kehadirannya di Indonesia semata-mata untuk membantu membangun kembali negeri yang porak-poranda akibat perang. Namun, suara-suara skeptis tetap bergema, meragukan ketulusan Schacht dan motif di balik kedatangannya.

Namun, di tengah kegelapan, secercah harapan tetap menyala. Rakyat Indonesia, yang telah teruji oleh berbagai cobaan, bangkit dari keterpurukan. Mereka belajar dari kesalahan masa lalu dan bertekad untuk membangun masa depan yang lebih baik, tanpa bayang-bayang kelam yang menghantui.

Dengan pengalamannya yang luas dalam merancang kebijakan ekonomi, Schacht segera merangkul tantangan yang dihadapi Indonesia. Ia menganalisis situasi dengan cermat, mengamati setiap detail, dan merumuskan strategi yang berani. Schacht percaya bahwa kunci pemulihan ekonomi terletak pada stabilisasi nilai rupiah, pengendalian inflasi, dan peningkatan produksi.