Find Us On Social Media :

Kue Ulang Tahun Awalnya Ternyata Alat Pemujaan Orang Yunani Kepada Dewi Mereka

By Moh. Habib Asyhad, Rabu, 17 Juli 2024 | 14:59 WIB

Sejarah kue ulang tahun disebut berakar pada tradisi pemujaan masyarakat Yunani Kuno dan Mesir Kuno kepada Dewi Artemis. Disempurnakan oleh Jerman.

Artemis tidak menyadari bahwa Candaon sebenarnya adalah temannya, Orion, yang berusaha melarikan diri dari seekor kalajengking. Artemis menggunakan busurnya untuk menarik kembali anak panah dan menembak Candaon karena memperkosa Opos. Setelah melepaskan tembakan mematikan dan mengenai kepala Candaon, Artemis pergi mengunjungi Opos untuk memberitahunya bahwa Candaon telah mati.

Saat Artemis mengunjungi Opos, dia terkejut dengan berita bahwa Candaon tidak memperkosanya. Faktanya, dia sama sekali tidak diperkosa dan baik-baik saja. Artemis kembali ke laut untuk melihat siapa yang telah dia bunuh ketika menyadari bahwa itu adalah Orion sahabatnya.

Orion mati karena panahnya, jadi Artemis membunuh kalajengking yang mengejarnya. Orion dan kalajengking ditempatkan di konstelasi di langit berdampingan. Konstelasi menampilkan Orion dikejar oleh kalajengking raksasa.

Kue yang dibentuk bulat dianggap mewakili bentuk bulan purnama, sedangkan lilin melambangkan cahaya dari bulan yang menyinari Bumi di malam hari. Kebiasaan orang Yunani melakukan ritual tersebut, diyakini berasal dari orang-orang Mesir.

Orang Mesir melakukan tradisi dengan membuat kue untuk upacara penobatan firaun. Bagi orang Mesir kuno, penobatan ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan seorang firaun yang bagi budaya mereka dianggap sebagai dewa. Karena itulah tradisi penobatan firaun pasti dirayakan secara luas. Orang Yunani kemudian 'meminjam' gagasan tentang perayaan besar untuk menghormati seseorang atau dewa.

Kembali ke sola kue ulang tahun

Meskipun begitu, sejarah bagaimana ulang tahun menjadi 'perayaan' dengan kue telah dimulai jauh setelahnya. Tradisi kue ulang tahun ini diperkirakan berasal dari Jerman pada sekitar 1400-1500 Masehi.

Kinderfest di Jerman adalah perayaan untuk anak-anak–berasal kata 'kinder' yang dalam bahasa Jerman berarti anak-anak. Dahulu kala, orang Jerman meyakini bahwa anak-anak sangat rentan terhadap bahaya yang mungkin timbul dari setan atau roh jahat yang bisa menimpa pada hari ulang tahun mereka.

Karena itulah kue dengan lilin disiapkan di pagi hari. Saat lilin padam, maka segera diganti dengan lilin yang lain. Ritual ini berlangsung hingga malam hari, ketika anak akhirnya disuruh meniup semua lilin sekaligus.

Praktik ini diyakini masyarakat Jerman di masa lalu untuk membantu menyampaikan keinginan atau harapan anak kepada tuhan. Lalu, meniup lilin saat hari ulang tahun mereka melambangkan sebuah keinginan dan harapan agar hubungan anak dengan tuhan menjadi lebih kuat.

Lantas, bagaimana tradisi kue ulang tahun dan lilin bisa menyebar ke seluruh dunia?

Hal ini tidak terlepas dari perjalanan bangsa Eropa ke berbagai tempat di penjuru dunia. Pada akhir tahun 1600-an, orang Jerman dan Eropa bermigrasi ke Amerika, dan membawa kue serta bentuk perayaan ke dunia baru.

Zaman kolonialisme pun mencapai puncaknya pada tahun 1600-an, yang kemudian berkontribusi pada penyebaran praktik perayaan ulang tahun dengan makan kue dan tiup lilin ke seluruh penjuru dunia, seperti ke Afrika, Asia Barat, Asia, dan tempat lain di dunia.