Lahir di Madura Kini Jadi Nama Bandara Di Jakarta, Dialah Abdul Halim Perdanakusuma

Moh. Habib Asyhad

Penulis

Abdul Halim Perdanakusuma, pahlawan nasional dari TNI Angkatan Darat. Lahir di Sampang, Madura, kini jadi nama bandara di Jakarta.

Orang-orang mengenal Halim Perdanakusuma sebagai salah satu perwira TNI Angkatan Udara terbaik yang pernah dimiliki Indonesia. Orang-orang juga tahu namanya sekarang terpatri pada salah satu bandar udara yang ada di Jakarta. Tapi tak banyak yang tahu, di mana dia dilahirkan?

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com -Halim Perdanakusuma adalah Pahlawan Nasional kebanggaan Indonesia umumnya dan Angkatan Udara khususnya. Mengutip Kompas.com, Halim adalah tokoh yang dulu memperkuat Angkatan Udara RI yang didirikan di Yogyakarta. Halim giat memperbaiki pesawat terbang rongsokan peninggalan Jepang.

Halim Perdanakusuma diangkat sebagai komodor yang selalu mendampingi Kepala Staf AURI serta melatih pasukan penerjun payung.

Nama lengkapnya Abdul Halim Perdanakusuma, lahir di Sampang, Karesidenan Madura, pada 18 November 1922. Dia adalah putra ketiga dari Haji Abdulgani Wongsotaruno dan Raden Ayu Aisah.Abdulgani adalah seorang Patih atau pemimpin Sampang yang juga seorang penulis. Salah satu karyanya adalah “Batara Rama Sasrabahu” yang dia tulis dalam bahasa Madura.

Saat kecil, Halim bersekolah di HIS atau sekolah dasar untuk pribumi. Kemudian, ia melanjutkan sekolahnya di Opleiding voor Inlandsche Ambtenaren atau sekolah untuk pelatihan pejabat pribumi di Magelang.

Tapi pada tahun kedua dia dikeluarkan dari sekolah. Halim pun bergabung dengan Akademi Angkatan Laut Surabaya. Bergabungnya Halim di AL merupakan sebuah jawaban dari panggilan pemerintah kolonial Belanda untuk membentuk milisi.

Setelah lulus, dia pun menghabiskan beberapa waktunya di departemen informasi Angkatan Laut Kolonial Belanda. Pada 1942, Jepang datang dan menguasai Indonesia. Saat itu, Halim telah dilatih untuk bersiap menghadapi peperangan.

Ketika berada di Inggris, dia berlatih navigasi dengan Angkatan Udara Kerajaan Kanada. Pada pelatihan ini, Halim diminta terbang dalam 44 misi di seluruh Eropa, termasuk menerbangkan Avro Lancaster dalam misi pengeboman Nazi Jerman.

Setelah Perang Dunia II berakhir, Halim kembali ke Indonesia yang baru saja merdeka. Di negaranya ini, Halim bergabung di Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di bawah komodor Suryadi Suryadarma, bersama Agustinus Adisucipto dan Abdul Rahman Saleh.

Halim sendiri ditugaskan untuk mengorganisir Angkatan Udara Indonesia. Awal 1947, Halim dipromosikan untuk menjadi komodor udara. Dia juga ditugaskan mendirikan cabang Angkatan Udara di Bukittinggi, Sumatera Barat, guna menyelesaikan tugasnya menembus blokade Belanda di sana.

Selain itu, Halim juga diberi tugas sebagai instruktur navigasi di sekolah penerbangan yang didirikan oleh Agustinus Adisucipto. Sebagai perwira operasi, Komodor Muda Udara Halim Perdanakusuma mendapat perintah untuk Menyusun serangan udara sebagai balasan atas peristiwa Agresi Militer Belanda I.

Pada dini hari 29 Juli 1947, atas persetujuan pimpinan AURI, dilakukan penyerangan terhadap tiga kota yang dikuasai Belanda, yaitu Semarang, Salatiga, dan Ambarawa. Atas keberhasilan ini, nama AURI pun melambung.

Akibatnya, hal ini memicu kemarahan dari pihak Belanda. Mereka membabi buta terhadap Indonesia. Belanda pun menembak pesawat Dakota VT-CLA yang menewaskan tiga perintis dan pelopor AURI, yaitu Komodor Muda Udara Adisutjipto, Komodor Muda Udara Abdulrachman Saleh, dan juru radio opsir udara Adisumarmo Wiryokusumo.

Setelah ketiga tokoh gugur, Halim pun diminta menggantikan posisi Adisucipto sebagai Wakil Kepala Staf AURI. Pada Agustus 1947, Halim diberi tugas untuk membangun Angkatan Udara di Sumatera.

Hal ini dimaksudkan untuk menghubungkan Pulau Jawa dan Sumatera menembus blokade udara Belanda. Pada proses pembangunannya, Halim pun diangkat menjadi Komandemen tentara Sumatera.

Dia bersama rekan kerjanya, Iswahyudi, ditugaskan untuk mengangkut senjata dan amunisi. Keduanya harus menembus blokade udara Belanda yang sangatlah ketat. Guna usaha mencari bantuan ke luar negeri, Halim bersama opsir udara I Iswahyudi diminta pergi ke Thailand pada Desember 1947.

Di sana mereka diminta untuk melakukan penjajakan lebih jauh mengenai pembelian senjata dan pesawat. Sesudah menyelesaikan tugas di Bangkok, Halim pun kembali ke Indonesia.

Dalam perjalanan pulang inilah pesawat yang dia tumpanggi terjebak dalam cuaca buruk. Alhasil, pesawat itu terjatuh di Pantai. Peristiwa ini terjadi di Labuhan Bilik Besar, di Pantai Lumut. Jenazah Halim disemayamkan di Lumut, Malaysia, sebelum dipindah ke Taman Makam Pahlawan Kalibata pada 1975.

Atas jasanya, Halim pun ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan Surat Keppres No. 063/TK/1975 pada 9 Agustus 1975. Namanya juga dijadikan sebagai nama bandar udara.

Diabadikan dalam perangko

Tak hanya dikenang sebagai Pahlawan Nasional, nama Halim Perdanakusuma juga diabadikan dalam perangko–bersama tiga sekondannya para perintis TNI AU: Marsekal Muda Anumerta Agustinus Adisutjipto, Marsekal Muda Anumerta Abdulrachman Saleh, dan Marsekal Pertama Anumerta Iswahjudi.

Mereka terekam dalam perangko seri pahlawan nasional TNI-AU.

Mengutip Kompas.ID, pada perangko berukuran 25,31 milimeter x 41,6 milimeter itu wajah mereka mendominasi. Bagian bawah perangko diisi gambar pesawat yang pernah mereka gunakan.

Di masa mereka, AURI hanya bermodalkan pesawat-pesawat bekas hasil rampasan tentara Jepang, seperti pesawat jenis Cureng, Nishikoreng, Guntei, dan Hayabusha. Dalam prangko Adisutjipto, misalnya, terdapat foto pesawat Yokosuka K5Y Willow atau Cureng.

Halim Perdanakusuma sendiri dikenal sebagai aktor penyusun operasi serangan udara pertama terhadap pendudukan Belanda di Semarang, Salatiga, dan Ambarawa pada Juli 1947–sebagaimana disebutkan di awal. Dia gugur bersama Iswahjudi dalam misi ke luar negeri untuk penjajakan pembelian pesawat dan senjata.

Pesawat mereka terjebak cuaca buruk dan jatuh di Labuhan Bilik Besar antara Tanjung Hantu dan Teluk Senangin di Pantai Lumut, Malaysia. ”Perangko pahlawan nasional dari TNI AU adalah salah satu bukti konkret penghargaan kepada para pendahulu Angkatan Udara. Menjadi refleksi perjuangan dan keteladanan para pahlawan serta menjadi tolok ukur perjuangan dalam mengisi kehidupan berbangsa dan bernegara,” ujar Kepala Staf TNI AU Marsekal Fadjar Prasetyo saat peluncuran perangko pahlawan nasional di Markas Besar TNI AU, Jakarta, Senin (4/12/2023).

Begitulah sepak terjang Abdul Halim Perdanakusuma, pria kelahiran Madura yang namanya diabadikan pada sebuah bandar udara di Jakarta.

Artikel Terkait