Penulis
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-online.com - Di tengah lumpur Sungai Musi yang keruh, tersembunyi sebuah misteri yang selama berabad-abad terkubur: harta karun Sriwijaya, kerajaan maritim terkuat di Asia Tenggara.
Penemuan harta karun ini oleh para nelayan lima tahun lalu membuka kembali lembaran sejarah yang telah lama terlupakan, mengantarkan kita pada kisah kejayaan dan keruntuhan sebuah peradaban yang luar biasa.
___________________________________________________________________
Sebuah publikasi yang dimuat oleh Daily Mail pada tahun 2021 berjudul "Treasures from the deep: The Island of Gold was once a floating kingdom on the Silk Route, dripping with gold and gems but then it sank without trace. Now fishermen are finding more and more priceless artifacts from the forgotten empire."
Mengungkap teka-teki mengenai kekayaan dan kejayaan Sriwijaya di masa lalu yang dikenal dengan negeri berhiaskan emas.
Padas suatu malam di tahun 2021, para nelayan menyelam ke dalam sungai, tak menyadari bahwa mereka akan menemukan harta karun yang tak ternilai. Saat matahari terbit, kilau emas dan permata mulai terlihat, bagaikan mimpi yang menjadi kenyataan.
Harta karun ini berasal dari Sriwijaya, kerajaan yang dikenal sebagai "Pulau Emas" karena kekayaannya yang melimpah.
Selama lebih dari 600 tahun, Sriwijaya memerintah wilayah yang luas, membentang dari Indonesia hingga Thailand dan India. Kejayaannya didorong oleh penguasaan perdagangan maritim di Jalur Sutra, di mana rempah-rempah, budak, dan berbagai komoditas lainnya dipertukarkan.
Sriwijaya bukanlah kerajaan biasa!
Keunikannya terletak pada gaya hidup masyarakatnya yang tinggal di atas rumah terapung yang terbuat dari bambu dan kayu. Mereka berpergian dengan kano dan dapat dengan mudah memindahkan rumah mereka ke mana pun mereka inginkan.
Kekayaan Sriwijaya berasal dari berbagai sumber, termasuk perdagangan maritim, pertambangan emas, dan monopoli atas bunga cendana.
Koin emas dan perak mereka dicetak dengan simbol bunga cendana dan kata "kemuliaan" dalam bahasa Sansekerta, menjadi bukti kejayaan dan kekuasaan mereka.
Meskipun kejayaannya gemilang, Sriwijaya pada akhirnya harus menghadapi keruntuhan. Pembajakan dan serangan dari kerajaan-kerajaan saingan, seperti Chola dari India, mengganggu rute perdagangan laut mereka.
Pada tahun 1025, Sriwijaya ditelan oleh kerajaan-kerajaan tetangga, dan pada abad ke-13, kerajaan ini lenyap tanpa jejak, meninggalkan misteri yang tak terpecahkan.
Baca Juga: Kisah Ratu Sima dan Hukum Potong Tangan di Kerajaan Kalingga
Penemuan Kembali Harta Karun yang Hilang
Penemuan harta karun di Sungai Musi membuka kembali lembaran sejarah Sriwijaya. Benda-benda seperti patung Buddha berlapis emas, perhiasan, dan cincin bertahtakan batu mulia, memberikan petunjuk tentang budaya dan kemegahan kerajaan ini.
Namun, penemuan ini juga memicu kekhawatiran. Harta karun ini dijarah oleh para pedagang barang antik, dan banyak benda yang hilang dari tangan para arkeolog.
Tanpa penggalian yang tepat, informasi berharga tentang Sriwijaya terancam hilang selamanya.
Upaya internasional yang besar diperlukan untuk memastikan bahwa harta karun Sriwijaya dilestarikan. Para arkeolog dan sejarawan harus bekerja sama untuk mempelajari benda-benda ini dan menempatkannya dalam konteks sejarah yang tepat.
Penting juga untuk melindungi situs arkeologi dari penjarahan dan memastikan bahwa warisan budaya Sriwijaya tidak hilang lagi.
Kisah Sriwijaya adalah kisah tentang kejayaan, keruntuhan, dan penemuan kembali. Harta karun yang ditemukan di Sungai Musi merupakan jendela untuk memahami masa lalu yang gemilang, dan tanggung jawab kita adalah untuk melestarikan warisan ini untuk generasi mendatang.
Jaring Perdagangan yang Luas
Sriwijaya dikenal sebagai pusat perdagangan maritim terpenting di Asia Tenggara selama berabad-abad. Letaknya yang strategis di Selat Malaka menjadikannya gerbang utama bagi perdagangan antara India, Tiongkok, dan Asia Tenggara.
Para pedagang Sriwijaya menguasai jalur perdagangan rempah-rempah, sutra, keramik, dan berbagai komoditas lainnya. Mereka membangun jaringan pelabuhan dan koloni di berbagai wilayah, seperti Semenanjung Malaya, Thailand, dan Filipina.
Kehebatan Sriwijaya dalam perdagangan dibuktikan dengan banyaknya prasasti dan catatan sejarah dari berbagai bangsa. Koin emas dan perak Sriwijaya ditemukan di berbagai penjuru Asia Tenggara, menjadi bukti kekuatan ekonomi dan pengaruh mereka.
Baca Juga: Kisah Raja Kertanegara, Penguasa Singasari yang Membawa Kejayaan Sekaligus Keruntuhan
Pusat Spiritual Buddhisme
Sriwijaya bukan hanya kerajaan dagang yang tangguh, tetapi juga pusat spiritual Buddhisme yang penting. Universitas Nalanda di Palembang, ibukota Sriwijaya, menjadi salah satu pusat pendidikan Buddhis terkemuka di Asia Tenggara.
Para cendekiawan dari berbagai negara datang ke Nalanda untuk belajar dan menyebarkan ajaran Buddha. Sriwijaya juga menjadi tempat persinggahan bagi para biksu Buddha yang melakukan perjalanan antara India dan Tiongkok.
Pengaruh Sriwijaya dalam penyebaran agama Buddha dapat dilihat dari banyaknya candi dan prasasti Buddha yang ditemukan di berbagai wilayah Asia Tenggara.
Candi Borobudur di Jawa Tengah, salah satu candi Buddha terbesar di dunia, juga memiliki hubungan erat dengan Sriwijaya.
Pertukaran Budaya yang Semarak
Kejayaan Sriwijaya dalam perdagangan dan agama membuka peluang bagi pertukaran budaya yang semarak. Bahasa Sansekerta, bahasa suci Hindu dan Buddha, digunakan secara luas di Sriwijaya dan menjadi bahasa resmi kerajaan.
Seni dan arsitektur Sriwijaya menunjukkan pengaruh India, Tiongkok, dan Asia Tenggara. Tradisi dan adat istiadat juga mengalami perpaduan budaya yang unik.
Pengaruh Sriwijaya dalam budaya Asia Tenggara masih dapat dilihat hingga saat ini. Bahasa Melayu, yang merupakan bahasa resmi di beberapa negara Asia Tenggara, memiliki banyak kata dan frasa yang berasal dari bahasa Sansekerta yang digunakan di Sriwijaya.
Sriwijaya bukan hanya kerajaan maritim yang kaya dan kuat, tetapi juga pusat spiritual dan budaya yang penting di Asia Tenggara. Pengaruhnya dalam perdagangan, agama, dan budaya masih dapat dirasakan hingga saat ini.
Penemuan harta karun di Sungai Musi membuka kembali lembaran sejarah yang gemilang ini dan mendorong kita untuk terus mempelajari dan melestarikan warisan budaya Sriwijaya.
*
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---