Find Us On Social Media :

Cerita Noken Tas Papua Yang Duluan Diakui UNESCO Dibanding Teman-temannya

By Moh. Habib Asyhad, Minggu, 23 Juni 2024 | 10:10 WIB

Noken Papu diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya tak benda dari Indonesia.

Mengutip warisanbudaya.kemdikbud.go.id, noken merupakan hasil daya cipta, rasa dan karsa yang dimiliki oleh masyarakat Papua. Secara umum, bentuk dan fungsinya seperti tas pada umumnya. Meski begitu, masyarakat Papua tidak menganggapnya begitu.

Bagi mereka, noken punya perbedaan yang sangat signifikan dengan tas yang diproduksi pabrik, baik secara bahan, jenis, model maupun bentuknya. Lalu bagaimana masyarakat Papua melihat dan mendefinisikan noken?

Pertama, bagi mereka, noken adalah wadah yang dirajut dan dianyam dari pohon atau daun yang kadang diwarnai dan diberi berbagai hiasan termasuk pewarna demi memenuhi kepuasan batin perajin dan terutama penggemarnya.

Selain itu, noken adalah kerajinan tangan yang berasal dari hampir semua suku bangsa di Papua, yang dalam kehidupan sehari-hari sering digunakan untuk mengisi, menyimpan, dan membawa barang kebutuhan sehari-hari.

Sosiolog Universitas Cenderawasih Jayapura, Avelinus Lefaan, sebagaimana dimuat Kompas.ID, mengatakan, dari sudut pandang sosiologi, noken bermakna sebagai media untuk memanusiakan manusia. Selain dapat dimanfaatkan sebagai alat bantu, noken juga mengandung nilai kemanusiaan, seperti saling menghargai antara warga setempat dengan warga non-suku Papua.

Dia juga menambahkan bahwa simpul yang membentuk noken melambangkan jaringan struktur sosial yang dinamis. Artinya, masyarakat Papua bisa menjalin hubungan dengan siapa saja. Meskipun bentuk dan nama noken beragam, tetapi tetap menjadi representasi kultural orang Papua.

Titus sendiri, dalam bukunya Cermin Noken Papua: Perspektif Kearifan Mata Budaya Papuani (2013), mendeskripsikan noken sebagai pengikat batin anak dengan orangtua. Sering kali noken yang dibuat mama untuk anaknya menjadi obat rindu saat anak dan orangtua terpisah jarak dan waktu.

Dia menilai noken menjadi sumber kemandirian dan kreativitas masyarakat Papua yang terus berjuang di tengah era modernisasi dan minimnya dukungan dari pemerintah. Dia berharap pemerintah daerah setempat memberdayakan para perajin dan menyiapkan tempat yang layak agar mereka terus berkarya demi kelestarian noken di masa mendatang.

Noken secara umum adalah tempat membawa atau menyimpan semua barang berupa tas rajutan dan anyaman tangan. Juga tempat untuk menyimpan barang pribadi, karena dengan melihat isinya, maka orang sudah mengetahui siapa pemiliknoken tersebut.

Di Papua, noken memiliki beragam sebutan, sesuai dengan nama daerah di mana noken itu dikreasikan. "Di Hugula noken disebut dengan su; Suku Dani menyebutnya dengan jum; Yali menyebutnya sum; di Biak disebut dengan inoken atau inokenson; orang-orang Mee menyebutnya agia; Asmat menyebutnya ese; lrarutu disebut dump, dan lain sebagainya," tulis situs yang dikelola oleh Kemendikbud itu.

Kabarnya, ada 250-an suku di Papua yang mengenal dan mengenakan noken dalam kehidupan sehari-hari. Karena itulah, noken menjadi sebuah kebudayaan yang terus dipakai secara turun temurun, sehingga tidak diketahui secara jelas bagaimana noken berkembang di Papua. Berbagai informasi menyebutkan bahwa sejak dahulu noken juga digunakan untuk berbagai keperluan sehari-hari.

Di antara fungsi noken adalah untuk membawa hasil kebun, hasil laut, kayu, hewan kecil, barang belanjaan, uang, sirih, makanan, buku, bahkan untuk membawa bayi yang masih kecil. Noken juga dapat dipakai sebagai tutup kepala atau badan.