Penulis
Intisari hadir di WhatsApp Channnel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
___
Intisari-online.com - Di Surakarta, Jawa Tengah, pernah berdiri pasukan elite yang disegani bernama Legiun Mangkunegaran. Lahir dari semangat perlawanan Pangeran Sambernyawa (Raden Mas Said) melawan VOC, pasukan ini menjelma menjadi kekuatan militer modern yang melegenda.
Pada masa itu, Legiun Mangkunegaran merupakan unit militer Asia termodern pada zamannya yakni didirikan atas perintah penguasa Perancis Napoleon Bonaparte. Perancis yang terlibat peperangan dengan Prusia, Rusia dan Inggris, memiliki angkatan darat terkuat di dunia ketika itu.
Legiun Mangkunegaran pun dibentuk dengan mengadopsi "Grande Armee" dari Napoleon Bonaparte.
Kemudian, pada masa Mangkunegara II sebagai penguasa Pura Mangkunegaran memiliki visi ke depan dan mampu mengadopsi gagasan modern pada zamannya yakni organisasi militer ala Eropa sekaligus terkuat di dunia.
Seiring kedatangan Gubernur Jenderal Belanda Herman Willem Daendels, Legiun Mangkunegaran mengalami perkembangan pesat. Dukungan dan pendanaan dari Belanda, yang saat itu berada di bawah kekuasaan Napoleon Bonaparte, turut memodernisasi persenjataan dan pelatihan pasukan.
Tak heran, banyak yang menyebut Legiun Mangkunegaran sebagai pasukan elite warisan Napoleon di Tanah Jawa. Inspirasi dari Grande Armee, pasukan darat terkuat di dunia yang dipimpin Napoleon, terlihat jelas dalam strategi dan organisasi Legiun Mangkunegaran.
Legiun Mangkunegaran memiliki motto "Mulat Sarira Angrasa Wani" yang berarti Berani Mawas Diri. Setiap prajurit Legiun Mangkunegaran digembleng untuk berani dan siap untuk mengkoreksi diri atas segala kekurangan dan kelebihan yang ada.
Markas Legiun Mangkunegaran didirikan di sisi timur Pura Mangkunegaran, dengan Soldat Sekul, sekolah militer milik Praja Mangkunegaran, menjadi pusat pelatihannya. Di sana, para prajurit ditempa menjadi ahli dalam menggunakan berbagai senjata, dari senjata tajam tradisional Jawa seperti keris, hingga senjata api dan artileri modern ala Eropa.
Pada puncak kejayaannya, Legiun Mangkunegaran memiliki 1.150 prajurit terlatih, terbagi menjadi pasukan infanteri (800 orang), pasukan penyerbu (100 orang), pasukan kavaleri (200 orang), dan pasukan artileri (50 orang). Kekuatan mereka tak hanya terletak pada jumlah, tetapi juga pada kelengkapan persenjataan dan strategi tempur yang mumpuni.
Legiun Mangkunegaran tak gentar menghadapi berbagai pertempuran besar. Kiprah mereka tercatat dalam sejarah, termasuk dalam perang Napoleon di Asia (1811), penumpasan bajak laut di Bangka (1819-1820), Perang Jawa (1825-1830), Perang Aceh (1873-1904), hingga perlawanan terhadap tentara Jepang pada 1942.
Lebih dari satu abad Legiun Mangkunegaran berdiri teguh, mempertahankan kedaulatan dan martabat bangsa. Keberanian, disiplin, dan profesionalisme mereka menjadi warisan berharga bagi generasi penerus.
Legiun Mangkunegaran adalah bukti nyata bahwa semangat juang dan tekad baja mampu melahirkan pasukan elite yang disegani di masanya.
Baca Juga: Tanah Abang Dulu Tempat Kemah Prajurit Mataram, Biar Mudah Kepung VOC
Kavallerie-Artillerie Sebagai Warisan Legiun Mangkunegaran
Legiun Mangkunegaran merupakan kesatuan militer khusus yang dimiliki oleh Mangkunegaran.
Pembentukan satuan militer ini dipengaruhi oleh keadaan pada masa itu, di mana Perang Napoleon tengah meletus di Eropa antara Perancis dan negara bawahannya melawan Inggris, Rusia, Prusia, Austria, dan Kekaisaran Romawi Suci.
Hindia Belanda pada awalnya merupakan wilayah kekuasaan milik VOC yang kemudian diserahkan kepada pemerintahan Belanda sebagai pembayaran hutang milik VOC. Ketika Belanda jatuh ke tangan Perancis, Hindia Belanda secara tidak langsung juga berada di bawah pemerintahan Perancis.
Mengetahui rencana invasi Inggris ke Hindia Belanda, Napoleon Bonaparte memberikan perintah untuk mempertahankan Jawa, termasuk dengan mengirim Herman Willem Daendels ke sana. Daendels mendirikan instalasi perang seperti benteng, barak, dan gudang amunisi, serta membangun jalan penghubung antar kota di pesisir utara Jawa.
Selain itu, Daendels juga mengumpulkan pasukan bantuan dari kerajaan-kerajaan kecil di Jawa, termasuk Mangkunegaran. Pada tanggal 29 Juli 1808, Daendels menetapkan pembentukan Legiun Mangkunegaran dan menetapkan Mangkunegara II sebagai pimpinan dari satuan militer tersebut.
Berkat adanya bantuan keuangan dari Pemerintah Hindia Belanda, Legiun Mangkunegaran mampu bertahan sampai pada masa kekuasaan Mangkunegara VII.
Legiun Mangkunegaran memiliki markas yang dikenal sebagai Kavallerie-Artillerie ini sepintas mirip dengan bangunan benteng, karena bangunan gedung ini dulunya memang merupakan tempat kediaman bagi pasukan berkuda (kavaleri) dan pasukan besenjata meriam (artileri).
Bangunan ini masih ada hingga saat ini dan bahkan masih bisa dikunjungi oleh masyarakat umum yang berkunjung ke Mangkunegara.
Meskipun terdiri dari prajurit pribumi, Legiun Mangkunegaran diatur dan dipersenjatai sesuai dengan prajurit Eropa, menjadikannya kesatuan militer paling modern di Asia pada awal abad ke-19, sebelum modernisasi militer Siam dan Jepang. Gaya arsitektur Gedung Kavallerie-Artillerie yang mirip benteng menggambarkan pengaruh arsitektur Indische Empire pada masa itu.
Gedung ini memiliki dua lantai dan konstruksi tanpa menggunakan struktur besi atau baja. Bahan baku untuk dindingnya adalah campuran pasir, bubuk bata merah, dan tetes tebu.
Gaya arsitektur Indische Empire, yang dipopulerkan oleh Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels, mencakup empat kolom gaya Yunani model Doric.
Dengan sejarahnya yang kaya dan pengaruh arsitektur yang menarik, Gedung Kavallerie-Artillerie menjadi salah satu peninggalan berharga di Hindia Belanda.
---
Intisari hadir di WhatsApp Channnel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini