Find Us On Social Media :

Ini Alasan Suku Awyu Dan Suku Moi Mati-matian Menolak Hutan Mereka Dijadikan Perkebunan Sawit

By Moh. Habib Asyhad, Sabtu, 8 Juni 2024 | 12:26 WIB

All Ayes on Papua menjadi perbincangan di mana-mana. Kenapa Suku Awyu dan Suku Moi menolak hutan mereka jadi perkebunan sawit?

Sementara itu, masyarakat Suku Moi, persisnya sub suku Moi Sigin, saat ini tengah menghadapi PT Sorong Agro Sawitindo (SAS). Mereka berencana membuka 18/160 hektar hutan adat Suku Moi untuk kebun sawit. Sejatinya, izin PT SAS sudah dicabut pemerintah pada 20222 lalu, tapi perusahaan ini kembali mengajukan gugatan balasan ke PTUN Jakarta.

Nah, Suku Moi ke Jakarta untuk terus melawan dengan menjadi tergugat intervensi di PTUN Jakarta. Mereka juga tengah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

Mengenal lebih dekat masyarakat Suku Awyu

Suku Awyu merupakan masyarakat asli Boven Digoel, Papua Selatan. Sebagai informasi, mayoritas masyarakat Papua, termasuk Suku Awyu dan Moi, memanfaatkan hutan dan tanah adat sebagai ruang penghidupan mereka. Mulai dari berburu, berkebun, mencari sumber pangan, obat-obatan, budaya, ekonomi, dan pengembangan pengetahuan.

Menjadikan hutan Papua perkebunan sawit tentu akan menghilangkan fungsi dan daya dukung lingkungan ekosistem alam.

Mengutip Briefing Paper bertajuk "The Awyu Trine: Suing the State, Defending Indigenous Forest (2023)" yang diterbitkan Save Papua's Indigenous Forests Coalition, Suku Awyu merupakan satu dari ratusan suku bangsa di Papua yang mendiami beberapa wilayah di Kabupaten Mappi dan Kabupaten Boven Digoel, Papua Selatan.

Mereka berbicara dengan dialek Awyu dan mendiami desa-desa di daerah yang banyak terdapat sungai, lahan gambut, dan rawa, yaitu Sungai Bamgi, Sungai Edera, Sungai Kia, Sungai Mappi, Sungai Pesue dan Asue, serta Sungai Digul.

Masyarakat Awyu adalah masyarakat yang cinta damai dan hal itu menjadi label sosial dari kelompok masyarakat adat ini. Kata Awyu sendiri diartikan dan berasal dari ungkapan lokal yang berarti "damai". Menurut cerita rakyat, masih dari sumber yang sama disebutkan, di zaman perang suku, masyarakat Suku Awyu adalah tipikal masyarakat yang tidak punya keinginan berperang. Berbeda dengan Suku Jaghai, Asmat, dan Marind yang memang dikenal agresif.

Suku Awyu bermigrasi dan menghindari peperangan sehingga mereka tersebar luas.

Sistem mata pencaharian masyarakat Awyu dalam usaha berburu, menangkap ikan, mengumpulkan hasil hutan, dan mengolah sagu dan berkebun, masih dilakukan berdasarkan sistem dan norma kearifan lokal, alat produksi masih tradisional, dengan larangan dan sanksi adat (toto gundi nero).

Pola panen dan pembuatan tepung sagu dilakukan secara kelompok keluarga, berdasarkan marga atau kelompok anggota marga. Kegiatan pengumpulan sagu dilakukan bersamaan dengan kegiatan berburu dan menangkap ikan, serta mengumpulkan bahan makanan, obat-obatan, dan lain sebagainya.

Masyarakat melakukan aktivitas tersebut selama berhari-hari dan berdiam di 'bivak' di dalam hutan. Kesempatan ini juga dimanfaatkan untuk mewariskan pengetahuan kepada generasi muda tentang sejarah hak atas tanah, sistem penghidupan dan budaya Suku Awyu, keterampilan berburu dan mengolah sagu, dan lain sebagainya.