Find Us On Social Media :

Kisah Sisa-Sisa Tentara Jepang di Taman Makam Pahlawan Indonesia

By Afif Khoirul M, Kamis, 6 Juni 2024 | 15:15 WIB

Ilustrasi - Kisah sisa Tentara Jepang di taman makam pahlawan Indonesia.

Saat ini Intisari hadir di WhatsApp Channel, ikuti kami di sini

Intisari-online.com - Pada Juni 2023, dalam rangkaian kunjungan kenegaraan mereka ke Indonesia, Kaisar dan Permaisuri Jepang.

Mereka menyempatkan diri pergi ke Taman Makam Pahlawan Kalibata dengan meletakkan karangan bunga di cenotaph berwarna putih yang dihiasi lima batang bambu. Diresmikan pada 1954, taman pemakaman ini terletak di Jakarta Selatan dan didedikasikan untuk mengenang para patriot yang gugur dalam pertempuran melawan Belanda pada akhir 1940-an.

Sebagai monumen peringatan terkemuka di Indonesia, tempat ini juga menandai peristirahatan terakhir bagi 28 tentara Jepang, namun masih menjadi misteri bagaimana mereka bisa dimakamkan di sini.

____________________________________________________________

Dari sekian banyak tentara Jepang yang tertinggal di Indonesia, tercatat ada 903 nama yang bertahan. Mereka kebanyakan adalah prajurit muda yang direkrut selama pendudukan Jepang atas Hindia Belanda, yang berlangsung selama kurang lebih tiga setengah tahun sejak Maret 1942.

Berbagai alasan mendasari mengapa mereka tidak kembali ke Jepang, mulai dari keinginan sendiri hingga keadaan yang memaksa. Beberapa contoh kasus termasuk Prajurit Kelas Satu Shigeo Miyayama yang berkorban untuk kemerdekaan Indonesia, Prajurit Kelas Satu Isamu Hirooka yang mengenal baik tanah dan bahasa setempat, serta Kopral Shigeo Ikegami, Kopral Hideo Fujiyama, Kopral Honbo Takatoshi, dan Sersan Mayor Shigeru Yamanashi yang percaya pada rumor yang beredar. Kopral Tsunegoro Nakamura merasa jenuh dengan kehidupan militer, Kopral Yasuo Shida menyerang atasannya dan takut akan hukuman penjara, Sersan Polisi Militer Nagaki Sugiyama, Sersan Polisi Militer Toshio Tanaka, dan Sersan Polisi Militer Shoji Yamaguchi khawatir akan dihukum sebagai penjahat perang, sedangkan Kopral Tokiharu Toki, Sersan Kiyoshi Hayakawa, Prajurit Yu Minamizato, dan Prajurit Kelas Satu Yoshiharu Shimooka ditawan oleh penduduk setempat. Alasan mereka untuk tetap tinggal sangat beragam dan tidak bisa disederhanakan.

Mengutip The Japan Institute of International Affairs, Sersan Mori Ono yang menetap di Bandung, Jawa Barat, memiliki keyakinan bahwa penyerahan tanpa syarat adalah tidak dapat diterima dan merasa bahwa promosi militernya tertunda, serta menganggap dirinya masih sebagai prajurit aktif.

Kepercayaan dirinya, sikap yang serius dan bertanggung jawab, serta kenyataan bahwa dia adalah anak ketiga dari seorang petani di Hokkaido dan tidak memiliki masa depan dalam pertanian atau cara untuk mencari nafkah jika kembali ke Jepang, semuanya berkontribusi pada keputusannya untuk menetap di Indonesia.

Di sisi lain, Indonesia memiliki alasan tersendiri untuk menerima tentara Jepang yang tersisa. Terdapat kebutuhan mendesak akan persenjataan dan keahlian militer yang dimiliki oleh Jepang.

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 dan pembentukan pemerintahan republik, pasukan Inggris yang mewakili Sekutu segera bergerak masuk pada bulan berikutnya, memicu konflik bersenjata yang berujung pada perang kemerdekaan.

Di awal konflik, ibu kota dipindahkan dari Jakarta di Jawa Barat ke Yogyakarta di Jawa Tengah, dengan Jawa Tengah dan Timur menjadi pusat pertempuran.