Find Us On Social Media :

Lebih Dekat Dengan Penyelamat Benda Peninggalan Sejarah Kerajaan Aceh, Inilah Harun Keuchik Leumiek

By Moh. Habib Asyhad, Sabtu, 1 Juni 2024 | 12:50 WIB

Inilah Harun Keuchik Leumiek, penyelamat benda peninggalan sejarah kerajaan Aceh.

Hampir sepanjang hidupnya, pria yang meninggal pada 16 September 2020 ini mendedikasikan diri untuk menyelamatkan benda-benda peninggalan sejarah Kerajaan Aceh bernilai sejarah tinggi. Semua itu dia lakukan seorang diri.

Intisari-Online.com - Masih ingat film Tjut Nyak Dhien? Film kolosal garapan sutradara Erros Djarot tahun 1987 itu menceritakan perjuangan seorang perempuan pahlawan Tjut Nyak Dhien dalam mengusir penjajah Belanda dari Bumi Aceh.

Ternyata, pembuatan film itu tidak lepas dari peran Harun Keuchiek Leumiek. Menurut cerita Harun, di suatu hari tahun 1987, sebuah kru produksi film dari Jakarta bertandang ke rumahnya di Simpang Surabaya, Desa Lamseupeung, Banda Aceh.

Untuk kepentingan pembuatan film itu, mereka meminta kesediaan Harun meminjamkan atribut atau benda-benda budaya warisan Aceh masa lalu. Atribut tersebut berupa senjata tajam khas Aceh, kain tenun Aceh masa lalu, dan pelbagai macam perhiasan.

”Mereka minta saya meminjamkannya selama setahun,” kata Harun.

Ada 100 jenis koleksi yang dipinjamkan Harun untuk Erros Djarot dan kawan-kawan. Salah satu koleksi amat langka yang dipinjamkan Harun adalah kain tenun sutera Aceh yang telah berusia lebih dari 200 tahun.

Kain itulah yang dipakai Christine Hakim untuk memerankan sang tokoh utama Tjut Nyak Dhien dalam film yang kemudian meraih delapan Piala Citra dan sejumlah penghargaan lain di dalam maupun di luar negeri.

Siapa pula Harun?

Harun dilahirkan di Banda Aceh pada 19 September 1942. Saat kecil dia sempat mengecap pendidikan di sekolah Tionghoa Chung Hwa di Banda Aceh. Di tahun-tahun 1940 hingga 1950-an sekolah itu sangatlah maju. Sayang, di masa Orde Baru, pemerintah menutup sekolah itu.

Ayah Harun, Keuchiek Leumiek, menyekolahkan putra satu-satunya itu ke Sekolah Chung Hwa karena berharap agar kelak si anak bisa meneruskan pekerjaannya berbisnis jual-beli emas dan perhiasan. Namun Harun hanya lima tahun bertahan di sana, kemudian pindah ke sekolah pemerintah.

Meski begitu, lima tahun sudah bisa membuat Harun fasih berbahasa Mandarin. Kemampuan berbahasa itulah yang di masa-masa kemudian memberi kontribusi pada lancarnya komunikasi dalam berbisnis dengan orang-orang Tionghoa.