Penulis
Intisari-Online.com -Dialah Raden Mas Malang.
Raden Mas Malang benar-benar wanita istimewa, gara-gara dia putra Sultan Agung sampai sekap dan bantai 42 selirnya.
Dan karena dia juga, penguasa Mataram itu harus melalui hari-hari tergelap dalam hidupnya.
Kisah cinta Raden Mas Malang dan Amangkurat I berakhir dengan tragis.
Setelah kematian sang permaisuri, Ratu Kulon putri dari Pangeran Pekik, Amangkurat I memutuskan mencari selir lagi.
Ada yang bilang, selir putra Sultan Agung itu mencapai 40-an selir.
Tapi hanya satu yang paling dia sayangi, dialah Raden Mas Malang atau Ratu Mas Malang atau Ratu Malang.
Awalnya Ratu Malang adalah istri seorang dalang.
Tapi usia Ratu Malang tak panjang.
Kematiannya membuat Amangkurat I mencurigai 40 selirnya yang didugabersekongkol untuk membunuhnya.
Mereka lalu disekap dan membantai mereka semua.
Beberapa sumber menggambarkan bagaimana sedihnya Amangkurat I saat selir kinasihnya Ratu Mas Malang meninggal dunia.
Penerus Sultan Agung itu disebut bertahun-tahun tidak bisa menerima kematian wanita yang awalnya adalah seorang pesinden itu.
Hingga datangkan peristiwa mistis yang membuat Sang Sunan merelakan Ratu Mas Malang.
---
Menurut cerita Babad Tanah Jawi, suatu ketika Amangkurat I memerintahkan bawahannya mencari wanita yang kelak akan dijadikan selir baru.
Amangkuta I kemudian bertemu Dalang Wayah, yang ternyata mempunyai seorang putri yang sangat cantik.
Tapi sayang, sang putri sudah bersuami, juga seorang dalang, namanya Dalang Panjang Mas.
Nama putri Dalang Wayah adalah Ratu Mas Malang, ketika itu sedang hamil dua bulan.
Tapi Amangkurat I sudah kadung terpikat dengan kecantikan Ratu Malang, dia memerintahkan pasukannya membawa paksa Ratu Malang ke keraton.
Singkat cerita, Ratu Mas Malang ditetapkan sebagai selir kinasih Amangkurat I dengan gelar Ratu Wetan.
Di istana, Ratu Malang melahirkan putra hasil hubungannya dengan Dalang Panjang, diberi nama Pangeran Natabrata atau Raden Resika.
Ada yang menyebut bahwa diam-diam Amangkurat I memerintahkan pasukannya membunuh Dalang Panjang.
Sementara versi lain menyebut bahwa suatu hari Amangkurat I mengundang rombongan Dalang Panjang pentas di keraton.
Di pertengahan acara, Dalang Panjang dan rombongan dibunuh, menyisakan Ratu Mas Malang serorang.
Mau tidak mau, Ratu Malang menerima tawaran jadi selir Amangkurat I.
Tak lama kemudian, Ratu Malang meninggal dunia, diduga karena penyakit muntaber, diduga juga ada kerabat keraton yang meracuninya.
Amangkurat I sendiri percaya, ada yang tidak beres dengan kematian selir kinasihnya tersebut.
Sembari memerintahkan pasukannya membangun makam khusus untuk Ratu Malang, Amangkurat I juga ingin para abdi dan selir keraton yang dicurigainya dibunuh satu per satu.
Caranya diikat dan dikurung dalam suatu rumah, tidak diberi makan selama berhari-hari, hingga tewas kelaparan.
Menurut catatan HJ de Graaf, ada kekhawatiran dari pihak keraton jika nantinya raja mengalihkan status Putra Mahkota kepada anak tirinya, Pangeran Natabrata.
Masih menurut de Graaf, sempat terjadi dua kali percobaan pembunuhan terhadap putra mahkota dengan racun, diduga pelakunya adalah raja sendiri.
Menurut sejarawan UGM Sri Margana, bertahun-tahun Amangkurat I tidak bisa menerima kematian Ratu Mas Malang.
Bahkan ada cerita yang menyebut dia sendiri yang membawa jasad selirnya itu ke Gunung Sentana atau Gunung Kelir, tapi tidak untuk dikuburkan.
Melainkan, membaringkannya dan merawatnya agar tidak membusuk, bahkan sesekali masih berkasih-kasih dengan jasad itu.
Amangkurat I juga membawa serta putra tirinya, Pangeran Natabrata, menemaninya di pemakaman dan enggan balik ke keraton.
Seorang Belanda membuat catatan khusus tentang perasaan Amangkurat I setelah ditinggal Ratu Mas Malang.
"Ketika wanita itu meninggal, sunan menjadi sedemikian sedihnya, sehingga dia mengabaikan masalah kerajaan. Setelah pemakamannya, diam-diam dia kembali ke makam tanpa diketahui seorang pun. Begitu kasihnya kepada wanita itu, sehingga dia tidak dapat menahan diri dan turut membaringkan dirinya di dalam kuburan."
Hingga suatu malam, Amangkurat I bermimpi melihat selir kesayangannya itu sudah menyatu dengan suaminya, Dalang Panjang.
Saat terbangun, Amangkurat I sadar bahwa perbuatannya selama ini tidak bisa dibenarkah.
Dia pun menerima kematian Ratu Mas Malang.
Amangkurat I lalu memerintahkan prajuritnya menguburkan jasad Mas Malang di Makam Gunung Kelir.
Kematian Mas Malang menjadi pukulan berat bagi Amangkurat I.
Menurut laporan pejabat Belanda, dia tidak dapat menjalankan pemerintahan dengan baik hingga 4–5 tahun sesudahnya, bahkan dia tidak hadir menyambut utusan pejabat tinggi negeri Belanda ketika berkunjung ke Mataram.
Tugas-tugasnya sementara digantikan oleh para menteri kerajaan.
Dapatnya artikel terupdate dari Intisari-Online.com di Google News