Find Us On Social Media :

Kisah Cermin yang Terlupakan

By K. Tatik Wardayati, Kamis, 10 Desember 2015 | 18:40 WIB

Kisah Cermin yang Terlupakan

Intisari-Online.com – Suatu ketika, sepasang suami istri Smith, mengadakan garage sale, untuk menjual barang-barang bekas yang sudah tidak mereka butuhkan lagi. Mereka sudah setengah baya, dan anak-anak mereka telah berumah tangga sendiri.

Kini waktunya bagi mereka untuk membenani rumah, dan menjual barang-barang yang sudah tidak dibutuhkan lagi. Saat mengumpulkan barang-barang yang akan dijual, mereka menemukan benda-benda yang sudah sedemikian lama tersimpan di gudang. Salah satu di antaranya adalah sebuah cermin yang mereka dapatkan sebagai hadiah pernikahan mereka, beberapa puluh tahun yang lampau.

Sejak pertama kali diperolehnya, cermin itu sama sekali tidak pernah digunakan. Bingkainya berwarna biru air membuat cermin itu tampak buruk dan tidak cocok untuk diletakkan di ruangan manapun di rumah mereka. Namun, karena tidak ingin menyakiti orang yang menghadiahkannya, cermin itu tidak mereka kembalikan.

Akhirnya, cermin itu teronggok di lotong. Dan setelah puluhan tahun berlalu, mereka berpikir orang yang memberikannya tentu sudah lupa dengan cermin itu. Mereka pun mengeluarkannya dari gudang dan meletakkan bersama dengan  barang lain untuk dijual keesokan harinya.

Garage sale yang mereka adakan ternyata mendapat banyak peminat. Halaman rumah mereka penuh oleh orang-orang yang datang untuk melihat barang bekas yang mereka jual. Satu persatu barang bekas mereka mulai terjual. Perabot rumah tangga, buku-buku, pakaian, alat berkebun, mainan anak-anak, bahkan radio tua yang sudah tidak berfungsi pun sudah terjual.

Tiba-tiba seorang pria menghampiri Ny. Smith, tanyanya, “Berapa harga cermin itu?” sambil menunjuk cermin yang tak terpakai.

Ny. Smith tercengang, “Wah, saya sendiri tidak berharap akan menjual cermin itu. Apakah Anda sungguh ingin membelinya?”

“Ya, tentu saja. Kondisinya masih sangat bagus,” jawab pria itu.

Ny. Smith tidak tahu berapa harga yang pantas untuk cermin jelek itu. Meskipun sangat mulus, namun baginya cermin itu tetaplah jelek dan tidak berharga.

Setelah berpikir sejenak, Ny. Smith berkata, “Hmmm… Anda bisa membeli cermin itu seharga satu dolar.”

Dengan wajah berseri-seri, pria tadi mengeluarkan dompetnya, menarik selembar uang satu dolar dan memberikannya kepada Ny. Smith.

“Terima kasih,” kata Ny. Smith, “Sekarang cermin itu menjadi milik Anda. Apakah perlu dibungkus?”