Penulis
Intisari-Online.com -Berdirinya Daulah Abbasiyah tak bisa dilepaskan dari mundur lalu runtuhnya Bani Umayyah.
Artikel ini akan melihat keterkaitan kondisi Daulah Umayyah dengan berdirinya Daulah Abbasiyah, semoga bermanfaat.
Seperti disinggung di awal, berdirinya daulah Bani Abbasiyah tak bisa dilepaskan dari runtuhnya kekhalifahan yang lebih dulu, daulah Bani Umayyah.
Bani Abbasiyah berkuasa dari750-1258.
Selain menjadi kekhalifahan yang paling lama memerintah, yaitu selama lima abad, Abbasiyah juga berhasil menjadikan dunia Islam sebagai pusat pengetahuan dunia.
Dinasti Abbasiyah resmi berdiri setelah memenangkan revolusi atas Kekhalifan Bani Umayyah pada tahun 750.
Pendiri Dinasti Abbasiyah yang sekaligus menjadi khalifah pertamanya adalah Abdullah As-Saffah bin Ali bin Abdullah bin Al-Abbas.
Dia lebih dikenal dengan Abdul Abbas As-Saffah.
Latar belakang berdirinya Daulah Abbasiyah tidak terlepas dari berbagai masalah yang mewarnai pemerintahan Bani Umayyah.
Sejak awal berdirinya Dinasti Umayyah (Sunni), kelompok Muslim Syiah telah memberontak karena merasa hak mereka terhadap kekuasaan dirampok oleh Muawiyah (pendiri Bani Umayyah) dan keturunannya.
Begitu pula dengan kelompok Khawarij, yang juga merasa bahwa hak politik tidak dapat dimonopoli oleh keturunan tertentu, tetapi hak setiap Muslim.
Masalah itu terus memburuk hingga pada pertengahan abad ke-8, banyak umat yang tidak lagi mendukung Bani Umayyah, yang dinilai korup, sekuler, dan memihak sebagian kelompok.
Kelompok lain yang sangat membenci kekuasaan Dinasti Umayyah adalah Mawalli, yaitu orang-orang Muslim non-Arab.
Mereka yang kebanyakan dari Persia ini merasa tidak diperlakukan setara dengan orang Arab karena diberi beban pajak lebih tinggi.
Keadaan pun semakin diperburuk oleh perang saudara antara sesama Bani Umayyah, yang oleh masyarakat telah dicap bermoral buruk.
Permasalahan yang menimpa pemerintahan Bani Umayyah memicu lahirnya Gerakan Abbasiyah.
Gerakan Abbasiyah sendiri diambil dari nama paman Nabi Muhammad SAW, Al-Abbas.
Gerakan ini berusaha menggulingkan Kekhalifahan Umayyah karena mengklaim Daulah Abbasiyah sebagai penerus sejati Nabi Muhammad, berdasarkan garis keturunan mereka yang lebih dekat.
Dalam revolusinya, Daulah Abbasiyah berbekal janji akan mendirikan sistem yang lebih ideal bagi umat Islam, daripada Dinasti Umayyah yang dinilai sebagai penindas dan tidak memiliki legitimasi keagamaan.
Gerakan yang dilakukan Bani Abbasiyah pun didukung oleh sebagian besar orang Arab yang dirugikan Umayyah, dengan tambahan faksi Yaman, Mawali, Khawarij, dan Syiah.
Kelompok inilah yang mendukung Abdul Abbas As-Saffah, keturunan paman Nabi Muhammad, untuk melakukan revolusi guna menggulingkan kekuasaan Bani Umayyah.
Selain, Abdul Abbas As-Saffah, salah satu tokoh yang berperan dalam proses berdirinya Daulah Abbasiyah adalah Abu Muslim Al Khurasani.
Abdul Abbas As-Saffah merekrut Abu Muslim Al Khurasani sebagai agen propaganda sekaligus panglima perang.
Peran Abu Muslim Al Khurasani begitu sentral ketika menjadi agen propaganda Gerakan Abbasiyah pada 746.
Dia mampu menarik simpati rakyat Khurasan untuk menggalang kekuatan politik dan mendeklarasikan gerakan oposisi Abassiyah.
Setahun kemudian, yakni pada 747, Abu Muslim Al Khurasani memimpin pemberontakan pada kekuasaan Bani Umayyah di Merv, sekarang masuk Tukmenistan.
Pertempuran itu berlangsung hingga mampu menguasai Herat, Balkh, Tukharistan, Tirmidh, Samarqand, dan Bukhara.
Peperangan Revolusi Abbasiyah memuncak pada 750, ketika terjadi Pertempuran Zab, yang menandai runtuhnya Bani Umayyah.
Khalifah Bani Umayyah terakhir, Marwan II, berhasil ditangkap dan dibunuh di Mesir, sedangkan Abdul Abbas As-Saffah resmi memimpin Bani Abbasiyah sebagai khalifah pertamanya.