Find Us On Social Media :

Perkedel Bondon di Tengah Malam, Orang Sunda Tak Boleh Berpikir 'Jorok'

By M Sholekhudin, Jumat, 5 Mei 2017 | 10:00 WIB

Perkedel Bondon di Tengah Malam

Selain karena rasanya memang enak, ada unsur lain di luar masalah resep yang membuat perkedel terasa makin enak. Pertama, perjuangan selama menunggu antrean. Kedua, hawa dingin Bandung malam hari.

Rata-rata seorang pengantre harus menunggu beberapa puluh menit hingga satu jam sebelum nomornya mendapat giliran. Cukup lama untuk ukuran antre makanan kecil macam perkedel. Karena itu, begitu pembeli dapat giliran, perkedel itu akan terasa lain.

Tidak sekadar perkedel biasa, tapi perkedel perjuangan. Rasa perkedel menjadi semakin enak karena lokasi warung berada di tempat terbuka, sebagian tanpa atap. Udara dingin Bandung malam hari membuat hangat kentang dan gurih telur menjadi makin terasa.

Harga per biji relatif murah. Hanya Rp750,-. Murah meriah. Biasanya pembeli datang tidak sendirian. Kebanyakan datang bersama pasangan mereka. Yang lain datang beramai-ramai, tiga atau empat orang.

Sebagian membeli perkedel untuk dibawa pulang. Tapi sebagian besar membeli "bondon" untuk dinikmati di tempat. Yang kebagian meja bisa menikmati perkedel sambil menonton sinetron lepas malam. Yang tidak kebagian meja harus bersedia menikmati perkedel dengan duduk berjongkok.

Kebanyakan pembeli makan perkedel tanpa nasi. Bukan hal aneh di sini jika 25 atau 30 buah perkedel habis digarap oleh hanya tiga orang. Artinya, satu orang bisa menghabiskan delapan hingga sepuluh buah "bondon".

Selain karena renyah, yang membuat perkedel ini enak dimakan dalam jumlah banyak adalah sambalnya. Rasanya tidak terlalu pedas. Gabungan antara tomat dan terasi. Ini juga merupakan ciri khas perkedel bondon. Tidak dinikmati sebagai perkedel saja, tetapi dicocolkan ke sambal terasi. Nyam nyam.

(Sumber: Wisata Jajan Bandung, Intisari. Foto: bandunglife.com)