Find Us On Social Media :

Berawal Dari Fusi Partai-partai Saat Orde Baru, Beginilah Sejarah PDI Perjuangan Dari Masa Ke Masa

By Moh. Habib Asyhad, Minggu, 11 Februari 2024 | 20:17 WIB

Orasi Megawati Soekarnoputri pada HUT PDI Perjuangan ke 26 di Surabaya. Beginilah sejarah PDI Perjuangan dari masa ke masa.

Intisari-Online.com - Semua berawal dari fusi partai-partai yang dilakukan oleh Orde Baru.

Partai-partai yang masuk kategori golongan nasionalis dilebur menjadi satu partai, Partai Demokrasi Indonesia (PDI)--yang kemudian bertransformasi menjadi PDI Perjuangan.

Inilah sejarah PDI Perjuangan dari masa ke masa.

Ide fusi partai muncul dari Soeharto.

Dengan fusi partai, Soeharto berharap dapat menciptakan keamanan dan ketertiban di dalam pemerintahan.

Karena itulah, mengutip Kompas.ID, Soeharto membagi partai-partai tersebut dalam dua kelompok besar, golongan nasionalis dan golongan Islamis.

Yang masuk golongan nasionalis adalah Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Katolik, Murba, dan Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI).

Awalnya mereka sepakat membentuk Kelompok Demokrasi Pembangunan.

Tapi kemudian pada 10 Januari 1973 kelima partai tersebut bersepakat untuk berfusi dalam satu wadah baru bernama Partai Demokrasi Indonesia (PDI).

Dalam perjalanannya PDI mengalami banyak konflik yang disebabkan dari kalangan internal maupun eksternal.

Pemerintah Orde Baru pun ikut terlibat dalam penyelesaian konflik tersebut.

Tapi penyelesaian yang terjadi hanya tidak sampai ke akar masalah.

Peristiwa kerusuhan 27 Juli 1996 (Kudatuli) menjadi puncak dari konflik PDI yang dibiarkan berlarut-larut.

Dari peristiwa Kudatuli tersebut maka lahirlah pecahan PDI yang dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri.

Pada awalnya, kepengurusan Megawati ini mendapatkan tekanan, namun kelompok ini memiliki banyak simpatisan.

Menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 1999 PDI pimpinan Megawati berganti nama menjadi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan).

Lambang partai pun berubah dengan kepala banteng bermata merah dan mulut putih itu berada di dalam lingkaran.

Sepanjang keikutsertaan PDI Perjuangan dalam Pemilu, partai ini mampu meraih suara yang cukup banyak.

Tercatat pada Pemilu 1999, 2004, 2014, dan 2019 PDI Perjuangan meraih posisi pertama.

Bahkan pada tahun 2001–2004 Megawati Soekarnoputri naik sebagai Presiden.

Pada tahun 2014–2019 Joko Widodo yang merupakan kader PDI Perjuangan berhasil memenangi Pemilu Presiden.

Pada Pemilu 2019, Joko Widodo kembali memenangi persaingan untuk meraih kursi Presiden pada periodenya yang kedua.

Pada 10 Januari 1973 lahirlah Partai Demokrasi Indonesia (PDI).

Singkat cerita, pada Juli 1993, diadakan Kongres IV PDI di Medan, agendanya pemilihan Ketua Umum untuk periode 1993–1998.

Soerjadi pun maju kembali sebagai calon ketua umum, namun pencalonannya ini banyak ditentang.

Keadaan semakin memanas hingga timbul keributan di arena kongres.

Pada hari terakhir Soerjadi terpilih sebagai Ketua Umum DPP PDI secara aklamasi.

Namun, terpilihnya Soerjadi masih belum diterima oleh pemerintah sebelum kedua kubu yang berkonflik saling bersepakat.

Bahkan, Wakil Presiden Try Sutrisno yang dijadwalkan untuk menutup kongres menolak untuk datang.

4 Agustus 1993, pemerintah menganggap Kongres IV PDI di Medan gagal sehingga status kepemimpinan DPP PDI adalah kosong atau vakum.

Karenanya, Mendagri Yogie SM meminta kepada PDI untuk membentuk caretaker, yakni lembaga perantara selama masa kevakuman partai.

Pada Desember 1993, caretaker PDI mengadakan Kongres Luar Biasa diadakan di Surabaya.

Pada KLB ini muncullah sosok Megawati Soekarnoputri sebagai calon Ketua Umum DPP PDI.

Pencalonan Megawati ini banyak ditentang oleh beberapa pihak.

Bahkan pemerintah pun juga khawatir apabila Megawati terpilih. Berbagai cara dilakukan untuk menjegal Megawati.

Namun, hingga KLB hari terakhir pukul 24.00, Megawati terpilih sebagai Ketua Umum DPP PDI 1993–1998.

Tiga tahun kemudian, tepatnya pada 20–24 Juni 1996, beberapa pihak yang menentang terpilihnya Megawati sebagai Ketua Umum DPP PDI mengadakan kongres tandingan di Medan.

Kongres ini tidak direstui oleh kepengurusan Megawati.

Namun di lain pihak, pemerintah justru memberikan izin terhadap kongres di Medan.

Kongres ini pun kemudian mengukuhkan Soerjadi sebagai Ketua Umum DPP PDI versi Medan.

Terpilihnya Soerjadi pun juga disetujui oleh pemerintah.

Hingga kemudian terjadilah peristiwa berdarah itu.

Pada 27 Juli 1996, terjadi bentrokan di markas DPP PDI di Jalan Diponegoro Jakarta antara pendukung Soerjadi yang meminta kepada kepengurusan Megawati agar keluar dari kantor tersebut.

Hal ini dipicu dari mimbar bebas yang diadakan oleh kubu Megawati menolak hasil Kongres Medan.

Kubu Soerjadi yang tidak terima kemudian melancarkan aksi kerusuhan.

Bahkan aksi ini semakin memanas dan menjalar ke wilayah-wilayah lain di Jakarta.

Aksi ini kemudian dikenal sebagai Kudatuli (Kerusuhan 27 Juli 1996).

Pada 25–27 Agustus 1998, Kongres V PDI di Palu semakin menunjukkan tidak diterimanya PDI pimpinan Megawati.

Pemerintah dalam hal ini adalah Presiden BJ Habibie masih mengakui PDI pimpinan Soerjadi.

Dalam kongres ini muncul gagasan untuk merujukkan kembali Megawati dengan Soerjadi, namun kedua kubu masih sulit untuk didamaikan.

Hingga pada akhirnya Budi Hardjono terpilih sebagai Ketua Umum DPP PDI setelah nama Megawati tidak dimasukkan dalam daftar calon Ketua Umum.

Pada 8–10 Oktober 1998, kongres PDI pimpinan Megawati diadakan di Bali setelah mendapatkan izin dari Menhankam/Pangab Jenderal Wiranto.

Kongres ini sebagai jalan untuk mengukuhkan kepemimpinan Megawati di dalam partai berlambang banteng ini dan mendeklarasikan Megawati sebagai calon presiden dalam Pemilu 1999.

Selain itu, kongres memunculkan wacana untuk mengganti nama dan lambang PDI sesuai dengan peraturan untuk ikut dalam pemilu.

14 Februari 1999, Megawati Soekarnoputri mendeklarasikan perubahan nama dan lambang PDI di Stadion Utama Senayan yang dihadiri 200 ribu simpatisan.

Nama partai pun berubah menjadi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan).

Lambang PDI Perjuangan masih berupa kepala banteng.

Namun, apabila pada lambang lama kepala banteng berada di dalam segi lima, pada lambang baru kepala banteng dengan mata merah dan mulut putih itu berada di dalam lingkaran.

1 September 1999, Sidang Pleno Panitia Pemilihan Indonesia menyebutkan, ada 21 partai politik peserta pemilu yang mendapatkan kursi.

Hanya enam parpol lolos ketentuan electoral threshold, yaitu mendapat lebih dari dua persen kursi DPR.

Salah satunya adalah PDI Perjuangan yang meraih suara terbanyak dengan 33,76% suara sehingga mendapatkan jatah kursi DPR sebanyak 153.

20 Oktober 1999, Sidang Paripurna MPR dengan agenda pemilihan Presiden dan Wakil Presiden masa jabatan 1999–2004.

Dalam sidang tersebut nama Megawati dijagokan untuk terpilih sebagai Presiden mengingat banyaknya anggota PDI Perjuangan yang duduk di parlemen.

Namun, pada akhirnya Abdurrahman Wahid atau biasa disapa Gus Dur terpilih sebagai Presiden menggantikan BJ Habibie dan Megawati menduduki jabatan sebagai Wakil Presiden.

Hasil ini membuat beberapa simpatisan PDI Perjuangan kecewa dan marah, namun Megawati mampu menenangkannya.

23 Juli 2001, Presiden Abdurrahman Wahid diberhentikan dari jabatannya oleh MPR setelah ia mengeluarkan dekrit untuk membekukan lembaga parlemen tersebut.

Hal ini membuat Megawati Soekarnoputri naik sebagai Presiden periode 2001–2004 dengan didampingi oleh Wakil Presiden Hamzah Haz dari Partai Persatuan Pembangunan.

5 April 2004, dalam Pemilu Legislatif 2004, PDI Perjuangan memperoleh suara paling banyak yakni 28.292 suara mengungguli partai-partai lainnya.

5 Juli 2004, pemilihan Presiden tahun 2004 yang untuk pertama kali dipilih oleh rakyat secara langsung menampilkan lima pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden.

Pada Pemilu ini, PDI Perjuangan mengajukan Megawati untuk maju kembali sebagai calon Presiden dengan didampingi oleh Hasyim Muzadi.

Hasilnya nama Megawati-Hasyim Muzadi berada di urutan kedua di bawah pasangan calon Presiden/Wakil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla.

Karena calon pasangan masih belum memenuhi persyaratan terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden, dua pasangan teratas akan dipilih kembali dalam Pemilu Presiden putaran kedua.

20 September 2004, pada Pemilu Presiden putaran kedua nama Megawati-Hasyim Muzadi harus mengakui keunggulan dari pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla.

Hal ini membuat Megawati tidak terpilih kembali menjadi Presiden dan PDI Perjuangan menjadi partai oposisi di dalam pemerintahan.

Singkat cerita, pada 9 April 2014, Pemilu Legislatif untuk periode jabatan 2014–2019 membuahkan hasil yang cukup signifikan bagi PDI Perjuangan.

Setelah Pemilu 2009 PDI Perjuangan terlempar dari posisi pertama, maka pada Pemilu 2014 partai yang identik dengan warna merah ini berhasil kembali menjadi partai dengan suara paling banyak.

9 Juli 2014, Megawati Soekarnoputri yang menjabat sebagai Ketua Umum DPP PDI Perjuangan mengajukan nama Joko Widodo yang merupakan kader partai untuk maju sebagai calon Presiden periode 2014–2019.

Prestasi Jokowi ketika menjabat sebagai Wali Kota Solo dan Gubernur DKI Jakarta menjadi pertimbangan PDI Perjuangan mendukung keputusan sang ketua umum.

Hasilnya pun tidak mengecewakan.

Pasangan calon Presiden/Wakil Presiden Joko Widodo–Jusuf Kalla mampu mengalahkan pasangan Prabowo Subianto–Hatta Rajasa.

17 April 2019, Pemilu Legislatif dan Presiden/Wakil Presiden periode tahun 2019–2024 dilaksanakan secara serentak.

PDI Perjuangan meraih hasil yang maksimal dalam pemilu kali ini.

Melalui hitung cepat Litbang Kompas, PDI Perjuangan berada diposisi pertama.

Pasangan calon Presiden/Wakil Presiden Joko Widodo–Ma’ruf Amin juga unggul atas Prabowo Subianto–Sandiaga Uno.

Hal ini membuat PDI Perjuangan memiliki banyak wakil di dalam lembaga eksekutif maupun legislatif.

Begitulah sejarah PDI Perjuangan dari masa ke masa secara singkat, semoga menambah wawasan kita semua.