Find Us On Social Media :

Alasan Pemerintah Pendudukan Jepang Akhirnya Hanya Boleh Memperdengarkan Lagu Kimigayo Sedangkan Lagu Indonesia Indonesia Raya Mulai Dilarang

By Afif Khoirul M, Selasa, 6 Februari 2024 | 14:15 WIB

Ilustrasi - Mengapa pemerintah pendudukan Jepang hanya boleh memperdengarkan lagu Kimigayo sedangkan lagu Indonesia Raya mulai dilarang.

Intisari-online.com - Pada tahun 1942, Jepang berhasil mengusir Belanda dari Indonesia dan mengambil alih pemerintahan di Nusantara.

Jepang mengklaim bahwa mereka datang sebagai saudara tua yang ingin membantu Indonesia merdeka dari penjajahan Barat.

Namun, saat itu pemerintah pendudukan Jepang hanya boleh memperdengarkan lagu Kimigayo sedangkan lagu Indonesia Raya mulai dilarang.

Kenyataannya Jepang juga menjajah Indonesia dengan kejam dan mengeksploitasi sumber daya alam dan manusia untuk kepentingan perang mereka melawan Sekutu.

Salah satu cara Jepang untuk mengontrol dan mengindoktrinasi rakyat Indonesia adalah dengan memaksakan budaya dan ideologi mereka, termasuk lagu kebangsaan mereka yang bernama Kimigayo.

Kimigayo adalah lagu yang berisi doa untuk keberlangsungan dan kemakmuran kaisar Jepang, yang dianggap sebagai dewa oleh rakyat Jepang.

Lagu ini sudah ada sejak abad ke-9 dan ditetapkan sebagai lagu kebangsaan Jepang pada tahun 1999.

Di awal pendudukan, Jepang masih mengizinkan lagu Indonesia Raya, yang diciptakan oleh Wage Rudolf Supratman pada tahun 1928, untuk diputar di berbagai kesempatan.

Lagu ini merupakan simbol dari semangat nasionalisme dan persatuan bangsa Indonesia yang ingin merdeka dari penjajahan.

Jepang berpura-pura mendukung cita-cita kemerdekaan Indonesia sebagai bagian dari propaganda mereka untuk mendapatkan simpati dan kerjasama dari rakyat Indonesia.

Namun, seiring berjalannya waktu, Jepang menyadari bahwa lagu Indonesia Raya justru membangkitkan rasa cinta tanah air dan keinginan untuk melawan penjajah di hati rakyat Indonesia.

Baca Juga: Kilas Pertempuran 5 Februari 1942, Hari Terakhir Pertahanan Belanda di Samarinda II