Penulis
Intisari-Online.com -Barangkali belum banyak yang tahu, Candi Borobudur ternyata pernah jadi sasaran pengeboman.
Peristiwa pengeboman Candi Borobudur pada 21 Januari 1985 itu menyebabkan kerusakan sebagian candi.
Beberapa bangunan seperti arca dan stupa hancur karena ledakan.
Bagaimana cerita lengkapnya?
Menurut laporan Harian Kompas yang terbit sehari setelah kejadian, tepatnya pada 22 Januari 1985,ledakan berawal pada 01.00 WIB sampai dengan 03.30 WIB.
Saat itu rentetan ledakan merusak dua patung Buddha dan sembilan stupa di sisi timur pada Arupadhatu Candi Borobudur.
Bahan peledak yang digunakan menurut beberapa sumber adalah tipe PE 808/Dahana yang notabene detonator buatan China.
Peledak ini menggunakan sumber baterai untuk tenaga pemicunya.
Walaupun penjagaan ketat di beberapa lokasi, ternyata pelaku bisa memasang bom pada titik tertentu.
Bahan peledak ternyata dibungkus dalam plastik berwarna merah dan masing-masing diberi timer.
Peledak itu dipasang untuk meledak tak pada waktu yang sama.
Menurut lampiran satpam, suara ledakan terdengar sekitar 01.30 WIB.
Setelah itu terdengar ledakan kedua, ketiga dan keempat.
Beberapa menit setelah rentetan tadi, menyusul ledakan kelima hingga terakhir tepat pukul 03.30 WIB.
Seperti biasanya,Candi Borobudur ketika malam itu dijaga 13 anggota satpam.
Suara ledakan muncul kali pertama saat dua satpam jaga berkeliling.
Semua bangunan yang dipasangi bahan peledak terletak di pintu timur.
Stupa hancur tiga di teras pertama, dua di teras kedua dan empat di teras ke tiga.
Selain itu, dua patung Buddha rusak terkena efek bom.
Kerusahan yang ditimbulkan adalah 2.692 balok batu bagian stupa rontok.
Dari jumlah itu, 70 persen blok batu pecah.
Catatan Kantor Suaka Purbakala Jateng, sekiranya membutuhkan biaya sekitar Rp16 juta untuk memperbaiki kerusakan dengan waktu sekitar enam bulanan.
Setelah peledakan itu, aparat berwenang langsung terjun melakukan pengejaran.
Diperkirakan, setidaknya ada tiga orang yang melakukan upaya ini yang diketahui sebelumnya menginap di Losmen Borobudur.
Beberapa sumber mengatakan bahwa tiga orang itu pergi dari losmen dan melakukan ziarah ke Suroloyo (di atas perbukitan Menoreh).
Menjelang peristiwa dini hari itu, pelaku tak terlihat kembali ke penginapannya.
Sampai sekarang, dua dari tiga orang yang pelaku pengeboman sudah diketahui.
Masih ada satu orang yang dipercaya sebagai otak perencana yang sampai hari ini belum bisa ditemukan keberadaannya.
Setelah mengalami kerusakan, Candi Borobudur mendapatkan sentuhan restorasi.
Kebijakan ini keluar setelah beberapa pihak mendukung perlunya mengembalikan Candi Borobudur sedia kala.
Dilansir Harian Kompas yang terbit pada 17 April 1985, restorasi berawal pada Februari 1985 dengan mengembalikan blok-blok yang hancur.
Sebanyak sembilan stupa diperbaiki dan dikembalikan seperti sedia kala.
Restorasi ini bersamaan dengan pengoperasian Marga Utama di sebelah timur kaki candi yang baru selesai dibangun PT Taman Wisata Candi Borobudur Prambanan.
Dengan pengoperasian Marga Utama, pelancong bisa langsung memarkir kendaraannya dan mendekati candi tanpa harus bolak balik.
Motifnya diduga balas dendam Tragedi Tanjung Priok
Tak lama berselang, polisi akhirnya menangkap dua kakak-beradik Abdulkadir bin Ali Alhabsy dan Husein bin Ali Alhabsyi.
Keduanya dituding sebagai pelaku pengeboman itu.
Menurut jaksa, yang disampaikan saat persidangan, pengeboman ini adalah aksi balas dendam terkait Peristiwa Tanjung Priok 1984.
Peristiwa itu sendiri menewaskan puluhan nyawa.
Dalam persidangan juga diketaui, berdasar pengakuan Husein, aksi itu didalangi oleh sosok Mohammad Jawad alias Ibrahim yang tidak pernah diketahui keberadaannya hingga sekarang.
Albdulkadir sendiri bertindak sebagai pelaksana lapangan--tidak tahu perencanaan dan semacamnya.
Belakangan, Abdulkadir akhirnya divonis 20 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Malang.
Sementara kakaknya, Husein, dipenjara seumur hidupdi Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Lowokwaru, Malang.