Sekarang Nasibnya Terlunta-luntar, Beginilah Sejarah Singkat Rohingnya

Moh. Habib Asyhad

Penulis

Eskalasi kekerasan terhadap etnis Rohingya meningkat pada 2017 lalu. Lalu bagaimana sejarah singkat Rohingya?

Intisari-Online.com -Pengungsi Rohingnya kembali mendapat penolakan dari masyarakat Aceh.

Yang paling baru adalah pengusiran yang dilakukan sejumlah mahasiswa yang mendaku sebagai perwakilan masyarakat Aceh.

Lalu bagaimana sejarah singkat Rohingnya hingga punya nasib yang terlunta-lunta begitu?

Sungguh pilu nasib pengungsi Rohingya.

Mereka kembali mendapat penolakan dari masyarakat Aceh, yang terbaru, yang mengusir mereka adalah para mahasiswa yang terdidik dan terpelajar.

Eskalasi kekerasan terhadap etnis Rohingya di Myanmar mencapai puncaknya pada 2017 lalu.

Amerika Serikat bahkan secara resmi menyatakan,kekerasan militer Myanmar terhadap Muslim Rohingya yang menyebabkan lebih dari 700.000 orang melarikan diri merupakan tindakan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Itu adalahbabak terbaru dalam sejarah panjang dan penuh gejolak kelompok Rohingya, populasi tanpa kewarganegaraan terbesar di dunia.

Ada sekitar satu juta orang Rohingya tinggal di negara bagian Rakhine, barat Myanmar yang mayoritas beragama Buddha.

Banyak di antara mereka yang jadi korban tindakan keras militer Myanmar tahun 2017.

Siapa Rohingya dan bagaimana sejarahnya di Myanmar?

Jika mengacu pada beberapa catatan, etnis Rohingya merupakan keturunan pedagang dan tentara Arab, Turki, atau Mongol yang pada abad ke-15 bermigrasi ke negara bagian Rakhine yang sebelumnya disebut Kerajaan Arakan.

Sejarawan lain mengatakan, Rohingya bermigrasi dari Banglades dalam beberapa gelombang.

Teori satu ini yang dipercaya banyak orang di Myanmar.

Selama berabad-abad minoritas Muslim kecil hidup damai bersama umat Buddha di kerajaan independen, dengan beberapa di antaranya bahkan menjadi penasihat bangsawan Buddha, menurut sejarawan.

Pergolakan terjadi mulai akhir abad ke-18 ketika kerajaan itu ditaklukkan Burma dan kemudian oleh Inggris.

Sebagai bagian dari kebijakan membagi-dan-memerintah mereka, Inggris lebih menyukai orang Muslim, merekrutnya sebagai tentara selama Perang Dunia II dan mengadu mereka dengan umat Buddha yang bersekutu dengan Jepang saat konflik berkecamuk di tanah Burma.

Status mereka diperkuat pada 1947 ketika konstitusi baru dirancang, yang memberi mereka hak hukum dan suara penuh.

Tapi itu hanya berlangsung singkat.

Kudeta militer Myanmar pada 1962 berujung pada era baru penindasan, dan undang-undang tahun 1982 melucuti mereka dari status kelompok etnis minoritas yang diakui.

Sebagian besar etnis Rohingya tinggal di Rakhine, tetapi ditolak kewarganegaraannya dan ditindas oleh pembatasan gerak dan pekerjaan.

Ratusan ribu orang Rohingya kemudian melarikan diri ke Banglades dalam gelombang kekerasan berturut-turut pada 1978 dan 1991-1992.

Oleh karena menggunakan dialek yang mirip dengan Chittagong di Banglades tenggara, Rohingya dibenci banyak orang di Myanmar yang melihat mereka sebagai imigran ilegal dan menyebutnya "Bengali".

Setelah junta dibubarkan pada 2011, di Myanmar terjadi peningkatan ekstremisme Buddhis yang semakin mengucilkan Rohingya dan menandai dimulainya era ketegangan terbaru.

Kekerasan sektarian antara Muslim Rohingya Sunni dan komunitas Buddha lokal pecah pada 2012, menyebabkan lebih dari 100 orang tewas dan negara terbagi menurut agama.

Puluhan ribu orang Rohingya lalu melarikan diri selama lima tahun berikutnya ke Banglades dan Asia Tenggara, dengan perjalanan laut yang berbahaya dan dikendalikan oleh geng perdagangan brutal.

Terlepas dari penganiayaan selama beberapa dekade, sebagian besar orang Rohingya tidak melawan balik dengan kekerasan.

Baru pada 2016 sebuah kelompok militan kecil dan sebelumnya tidak dikenal yaitu Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) melancarkan serangkaian serangan yang terkoordinasi dengan baik dan mematikan terhadap pasukan keamanan.

Militer Myanmar pun menanggapinya dengan tindakan keras besar-besaran dengan alasan keamanan.

Diperkirakan 391.000 orang Rohingya melarikan diri ke Bangladesh pada 2017, menurut PBB.

Mereka membawa serta kisah-kisah mengerikan tentang pembunuhan, pemerkosaan, dan pembakaran.

Setelah dipuji secara internasional atas perlawanan puluhan tahun terhadap junta Myanmar, pemerintahan Aung San Suu Kyi kemudian menepis kekhawatiran dunia tentang pelanggaran hak atas Rohingya.

Suu Kyi membela perilaku tentara dan pada 2019 ke Den Haag, Belanda, untuk membantah tuduhan genosida di pengadilan tinggi PBB.

Pada Februari 2021 dia dipenjarakan kembali oleh para jenderal yang dia bela saat Myanmar mengalami kudeta lagi.

Junta Myanmar saat ini mengeklaim pengadilan PBB tidak memiliki yurisdiksi dan meminta kasus tersebut dihentikan.

Statistik terbaru menunjukkan, sebanyak 850.000 orang Rohingya sekarang merana di kamp-kamp Banglades, dengan sekitar 600.000 lainnya di negara bagian Rakhine.

Begitulah sejarah singkat Rohingnya dan bagaimana nasib mereka yang terlunta-lunta.

Artikel Terkait