Penulis
Intisari-online.com - Raja Majapahit terakhir, Girindrawardhana, adalah seorang penguasa yang hidup di zaman peralihan antara Hindu-Buddha dan Islam di Nusantara.
Ia menghadapi ancaman dari Kesultanan Demak, yang dipimpin oleh Raden Patah, putra dari pendiri Majapahit, Raden Wijaya.
Raden Patah ingin menguasai seluruh wilayah Majapahit dan menyebarkan agama Islam.
Girindrawardhana tidak mau menyerah begitu saja.
Konon katanya, ia mencari bantuan dari Portugis, yang saat itu sudah menguasai Malaka, pusat perdagangan rempah-rempah di Asia Tenggara.
Portugis tertarik untuk menjalin hubungan dagang dengan Majapahit, yang masih memiliki sumber daya alam yang melimpah.
Girindrawardhana berharap bahwa dengan bantuan Portugis, ia bisa membebaskan diri dari kekuasaan Demak dan mempertahankan kebudayaan Hindu-Buddha.
Namun, rencana Girindrawardhana tidak berjalan mulus. Orang-orang Demak mengetahui hubungan rahasia antara Majapahit dan Portugis.
Mereka merasa tersinggung dan marah. Pada tahun 1517, Raden Patah memimpin pasukan Demak untuk menyerang ibu kota Majapahit, Trowulan.
Kota itu dijarah dan dibakar habis. Girindrawardhana berhasil lolos dari serangan itu, tetapi ia kehilangan kekuasaannya.
Ia hanya diizinkan menjadi bupati Majapahit oleh Raden Patah, yang masih menganggapnya sebagai kerabat.
Girindrawardhana tidak menyerah. Ia masih berusaha untuk menghubungi Portugis dan meminta bantuan mereka.
Ia berharap bahwa Portugis bisa membantunya mengusir Demak dari Jawa.
Namun, harapan itu pupus ketika Portugis mengalami konflik internal dan terlibat perang dengan Kesultanan Aceh.
Portugis tidak punya waktu dan sumber daya untuk membantu Majapahit.
Setelah kematiannya, Majapahit semakin runtuh dan terpecah menjadi beberapa kerajaan kecil yang beragama Islam.
Kisah Girindrawardhana adalah salah satu misteri sejarah yang menarik untuk dikaji.
Bagaimana ia berjuang untuk mempertahankan kejayaan Majapahit dan kebudayaannya di tengah arus perubahan zaman.
Bagaimana ia bersekongkol dengan Portugis, yang sebenarnya adalah musuh bagi bangsa Nusantara.