Sejarah Mbah Priok, Seorang Pendakwah Yang Masih Keturunan Nabi Muhammad, Meninggal Dalam Perjalanan Ke Jawa

Moh. Habib Asyhad

Penulis

Sejarah Mbah Priok terkait dengan Habib Hasan, pendakwah Islam yang lahir di Palembang. Dalam perjalanannya, Habib Hasan meninggal dunia.

Intisari-Online.com -Gegara namanya Mbah Priok, banyak yang mengira bahwa sang pendakwah adalah sosok asli Betawi, asli Jakarta.

Mbah Priok sendiri punya nama Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad, dia adalah seorang pendakwah berdarah Hadramaut yang dipercaya masih keturunan Nabi Muhammad.

Inilah sejarah Mbah Priok yang di akhir hayatnya dimakamkan di daerah Koja, Jakarta Utara.

Seperti disebut di awal, nama Mbah Priok adalahHabib Hasan bin Muhammad Al Haddad.

Dia adalah ulama dari Palembang yang dipercaya sebagai keturunan Nabi Muhammad.

Makam Mbah Priok berada di Koja, Jakarta utara, dan selalu ramai dikunjungi oleh peziarah dari penjuru Indonesia.

Diamerupakan sosok yang dihormati sebagai tokoh yang gugur ketika melaksanakan tujuan mulia, yakni dakwah islam ke Pulau Jawa.

Nama Mbah Priok kerap dikaitkan dengan penamaan Pelabuhan Tanjung Priok yang terletak di Jakarta Utara.

Nama aslinya adalah Al Imam Al Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad.

Mbah Priok lahir di Palembang pada 1727.

Meski lahir di Palembang, dia merupakan keturunan Arab dari Hadramaut di Yaman Selatan, yang masuk ke Nusantara melalui Aceh.

Jika ditelusuri silsilah Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad, ia dipercaya sebagai keturunan Nabi Muhammad.

Sebelum menjadi penyiar agama Islam, dia pernah belajar agama ke tanah leluhurnya di Yaman.

Setelah itu, Mbah Priok menjadi seorang penyiar agama Islam yang sering melakukan perjalanan ke berbagai daerah untuk berdakwah.

Bahkan Mbah Priok diyakini sebagai seorang wali yang memiliki kedekatan dengan Allah.

Pada 1756, Mbah Priok bersama dengan saudaranya, Al Arif Billah Al Habib Ali Al Haddad, menuju ke Pulau Jawa untuk menyebarkan agama Islam.

Tapi selama dua bulan pelayarannya, mereka harus menghadapi segala macam rintangan.

Berdasarkan cerita legenda, salah satu rintangan yang harus dihadapi adalah armada Belanda yang bersenjata lengkap.

Meski dihujani meriam, perahu mereka masih dapat selamat.

Namun, rintangan lain yang berupa ombak besar datang setelahnya.

Semua perlengkapan yang ada di kapal pun hanyut digulung ombak, hingga hanya tersisa alat penanak nasi dan beberapa liter beras saja.

Setelah ombak pertama menyerang, ombak lebih besar kembali datang dan menghantam kapal mereka.

Hal itu membuat Mbah Priok dan Habib Ali Al Haddad terseret ombak hingga ke semenanjung yang belum bernama.

Ketika ditemukan, Mbah Priok sudah dalam kondisi tidak bernyawa.

Sementara Habib Ali Al Haddad masih hidup.

Jasad Mbah Priok kemudian dimakamkan tidak jauh dari tempat mayatnya ditemukan, yang ini berlokasi di Jalan Jampea No. 6, Koja, Jakarta Utara.

Untuk penanda, makam Habib Hassan diberi nisan berupa dayung dan diberi periuk di sisi makam.

Oleh beberapa sejarawan, nama Mbah Priok kerap dikaitkan dengan penamaan Pelabuhan Tanjung Priok yang terletak di Jakarta Utara.

Konon, dayung yang dibuat nisan makam Mbah Priok tumbuh menjadi pohon tanjung.

Sementara periuk yang awalnya diletakkan di sisi makam hilang karena terseret ombak.

Menurut sejarah, selama tiga sampai empat tahun setelah Mbah Priok dimakamkan, warga melihat periuk itu terbawa ombak kembali ke makam Habib Hasan.

Dari kisah periuk dan dayung inilah kemudian lahir nama Tanjung dan Priok, yang kemudian menjadi nama kawasan Tanjung Priok.

Namun, pendapat itu telah ditentang oleh para sejarawan yang menyatakan nama Tanjung Priok telah ada sejak abad ke-16, jauh sebelum kedatangan Habib.

Nama Tanjung Priok justru terkait Aki Tirem, penghulu atau pemimpin daerah Warakas yang tersohor sebagai pembuat periuk.

Sedangkan kata tanjung merujuk pada kontur tanah yang menjorok ke laut atau tanjung.

Dengan begitu, dapat disimpulkan bahwa Mbah Priok tidak memiliki kaitan dengan nama Pelabuhan Tanjung Priuk.

Pada 2010, sempat terjadi tragedi berdarah karena lokasi pemakaman Mbah Priok disengketakan oleh PT Pelabuhan Indonesia II.

Oleh sebab itu, perusahaan ini meminta kepada Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta untuk membongkar makam Mbah Priok.

Untuk menindaklanjuti permintaan tersebut, dikirimlah Satpol PP oleh Pemda Jakarta ke Koja, tempat makam Mbah Priok.

Warga Koja yang sudah mengeramatkan makam Mbah Priok pun berusaha menghalau mereka.

Berawal dari sinilah maka terjadi bentrok berdarah antara warga Koja dengan Satpol PP.

Pada akhirnya, makam Mbah Priok tidak jadi dipindahkan dan masih banyak dikunjungi oleh para peziarah dari berbagai daerah hingga kini.

Itulah sejarah Mbak Priok, penyebar agama Islam di Jawa yang masih keturunan Nabi Muhammad.

Artikel Terkait