Find Us On Social Media :

Dari CSIS hingga LSI, Sejarah Lembaga Survei di Indonesia yang Pernah Dibungkam Soeharto

By Afif Khoirul M, Jumat, 22 Desember 2023 | 11:20 WIB

Ilustrasi - Sejarah lembaga survei di Indonesia pada masa Orde Baru.

Intisari-online.com - Lembaga survei merupakan salah satu pilar penting dalam sistem demokrasi, karena dapat mengukur opini, aspirasi, dan evaluasi publik terhadap berbagai isu politik, sosial, dan ekonomi.

Lantas, seperti apa sejarah lembaga survei di Indonesia yang mengalami perjalanan dari masa ke masa.

Di masa Orde Baru, lembaga survei mengalami masa-masa sulit, karena sering dianggap sebagai ancaman oleh rezim Soeharto yang otoriter dan represif.

Salah satu lembaga survei yang paling terkenal dan berpengaruh di era Orde Baru adalah Centre for Strategic and International Studies (CSIS), yang didirikan pada tahun 1971 oleh sekelompok intelektual muda, seperti Jusuf Wanandi, Harsja Bachtiar, Sofian Effendi, dan lainnya.

CSIS merupakan lembaga survei yang independen, profesional, dan kritis, yang melakukan berbagai riset dan analisis mengenai politik, ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan nasional dan internasional.

CSIS juga dikenal sebagai lembaga yang memiliki hubungan dekat dengan pemerintah Orde Baru, terutama dengan Menteri Sekretaris Negara Sudharmono, yang merupakan sahabat karib Jusuf Wanandi.

CSIS sering memberikan masukan dan saran kepada pemerintah, serta menjadi tempat berkumpulnya para tokoh politik, birokrat, militer, dan akademisi.

Namun, hubungan harmonis antara CSIS dan pemerintah Orde Baru mulai retak pada tahun 1988, ketika CSIS melakukan survei opini publik mengenai calon presiden dan wakil presiden untuk Pemilu 1988.

Survei ini menunjukkan bahwa popularitas Soeharto mulai menurun, dan ada sebagian masyarakat yang menginginkan perubahan kepemimpinan.

Survei ini juga menunjukkan bahwa ada beberapa tokoh alternatif yang dianggap layak menjadi presiden atau wakil presiden, seperti B.J. Habibie, Try Sutrisno, Sudomo, dan Emil Salim.

Survei CSIS ini menimbulkan reaksi keras dari pihak-pihak yang pro-Soeharto, terutama dari kelompok Islam dan militer.

Baca Juga: Sejarah Hari Ibu Nasional Tanggal 22 Desember: Ini Sosok Yang Menetapkannya