Penulis
Intisari-Online.com -Berbeda dari ayahnya, Raden Wijaya, Jayanegara punya watak yang tak disukai rakyatnya.
Raden Wijaya adalah raja pertama sekaligus pendiri Kerajaan Majapahit.
Sementara Jayanegara, nama kecilnya Kala Gemet, merupakan raja kedua kerajaan yang yang berpusat di Trowulan, sekitar Mojokerto, Jawa Timur, itu.
Salah satu sifat kontroversial Jayanegara adalah ketika dia ingin menikahi dua adiknya sendiri.
Bagaimana ceritanya?
Jayanegara adalah raja keuda Majapahit.
Dia dianggapsebagai raja yang jahat dan bertabiat buruk.
Dia bahkan ingin mengawini dua adiknya sendiri.
Kerajaan Majapahit yang dipuja-puja di era Rade Wijaya tiba-tiba runtuh pamornya saat Jayanegara berkuasa.
Pangeran yang juga dikenal sebagai Kala Gemet itu dianggap punya tindak-tanduk yang tak pantas dilakukan oleh seorang raja.
Salah satunya adalah hasratnya mengawini adik-adiknya sendiri: Tribuana Tunggadewi Dan Rajadewi.
Jayanegara naik takhta menggantikan ayahnya pada 1309-1328 dengan gelar Sri Sundarapandyadewadhiswara Wikramottungadewa.
Setidaknya ada dua kitab yang menceritakan tentang kisah hidup Kala Gemet.
Salah satunya adalahPeraraton.
Di situ disinggun bahwa Jayanegara punya julukan Kala Gemet karena dianggap punya kepribadian yang kurang baik.
Anak Raden Wijaya dari selir Dara Petak itu juga dianggap lemah sebagai penguasa.
Pada masa Raja Jayanegara Kerajaan Majapahit sering mengalami pemberontakan.
Pemberontakan itu muncul dari sahabat-sabahat ayahnya sendiri juga dari orang-orang yang lebih baru.
Sahabat-sahabat ayahnya di antaranya Gajah Biru (1314) dan Nambi (1316).
Sementara muka-muka baru diwakili oleh Ra Semi dan Ra Kuti, dua anggota dharmaputra Kerajaan Majapahit.
Serangkaian pemberontakan tersebut terjadi akibat fitnah yang dilakukan oleh Mahapati, seorang pejabat istana yang licik.
Nyawa Raja Jayanegara nyaris tidak selamat ketika Pemberontakan Kuti meletus, karena ibu kota kerajaan berhasil dikuasai.
Beruntung, Gajah Mada yang kala itu masih menjadi bekel (panglima) Bayangkara, segera menyembunyikan raja dan menyusun strategi untuk menumpas pemberontakan.
Berkat siasat Gajah Mada, pemberontakan berhasil dipadamkan dan Raja Jayanegara dapat kembali ke istana untuk melanjutkan pemerintahannya.
Atas kesetiaan dan kecerdikannya, Gajah Mada kemudian diangkat menjadi patih di Kahuripan.
Setelah itu, Raja Jayanegara berusaha memajukan kerajaan dengan memulihkan hubungan dengan China.
Kembali ke tindakan buruk Jayanegara.
Salah satu perbuatan tercela Sang Raja adalah ketika dia mengurung dua adik tirinya: Tribhuwana Tunggadewi dan Rajadewi, agar tidak dinikahi orang lain.
Tak sekadar melindungi keduanya dari pria asing, ternyata Jayanegara punya hasrat mengawini kedua adiknya itu supaya dia tidak khawatir kehilangan takhta.
Namun, niatnya itu ditentang oleh Gayatri, ibu Tribhuwana Tunggadewi dan Rajadewi.
Selama memerintah, sang raja juga kerap merayu istri dari para pejabat istana.
Selain itu, banyak yang tidak menyukai Raja Jayanegara karena ia bukan putra yang lahir dari permaisuri ataupun keturunan Raja Kertanegara.
Jayanegara hampir tewas saat Ra Kuti mengacau istana.
Pemuda dari Desa Ganding itu bahkan berhasil merebut istana.
Tapi berkat peran Gajah Mada, Raja Jayanegara berhasil selamat dari serangkaian pemberontakan yang melanda kerajaan selama pemerintahannya itu.
Meskipun setelah Pemberontakan Kuti pemerintahannya berangsur membaik, akan tetapi kekecewaan para pejabat istana terhadap sikapnya tidak dapat dihilangkan.
Pada 1328, Raja Jayanegara tewas setelah ditusuk Ra Tanca, anggota Dharmaputra yang juga bertidak sebagai seorang tabib.
Terdapat beberapa versi cerita tentang alasan sebenarnya kenapa Jayanegara dibunuh.
Beberapa sejarawan menduga bahwa aksi Ra Tanca dilatarbelakangi oleh sikap Jayanegara yang kerap menggoda istrinya.
Versi lainnya menyatakan bahwa Ra Tanca menyimpan dendam akibat kematian Ra Kuti, kawannya sesama Dharmaputra, dalam pemberontakan 1319 dan tidak senang terhadap perlakuan raja kepada Tribhuwana Tunggadewi dan Rajadewi.
Raja Jayanegara kemudian dicandikan di dalam pura, di Sila Petak, dan di Bubat, dengan arca Wisnu, serta di Sukalila sebagai Buddha jelmaan Amoghasiddhi.
Setelah kematiannya, takhta jatuh ke tangan Tribhuwana Tunggadewi, karena Jayanegara tidak memiliki keturunan.
Itulah sepenggal kisah tentang Jayanegara, raja kedua Kerajaan Majapahit yang keblinger, ingin menikahi dua adiknya sendiri supaya takhta tetap aman di tangannya.