Bagaimana Sikap Kepemimpinan dari Sultan Agung dari Mataram Islam?

Ade S

Penulis

Pelajari bagaimana sikap kepemimpinan dari Sultan Agung, raja yang membawa Mataram Islam ke puncak kejayaan.

Intisari-Online.com -Sultan Agung adalah salah satu raja yang paling dihormati dalam sejarah Indonesia.

Ia memerintah Kerajaan Mataram Islam dari tahun 1613 sampai 1645.

Namun, tahukah Anda bagaimana sikap kepemimpinan dari Sultan Agung yang membuatnya begitu berjasa?

Artikel ini akan mengungkap tiga sikap kepemimpinan Sultan Agung yang patut diteladani.

Sosok Sultan Agung

Kesultanan Mataram yang berdiri pada abad ke-16 sampai ke-18 memiliki raja yang terkenal dengan nama Sultan Agung.

Ia memerintah kerajaan tersebut sejak tahun 1613 hingga 1645. Sebelum menjadi sultan, ia dikenal sebagai Raden Mas Jatmika atau Raden Mas Rangsang.

Dalam usia yang masih muda, yaitu 20 tahun, Sultan Agung naik tahta dan menggantikan ayahnya.

Ia merupakan salah satu raja yang sukses mengembangkan kekuasaan dan kejayaan Mataram Islam.

Pada tahun 1627, setelah 14 tahun berkuasa, ia berhasil mempersatukan seluruh wilayah Jawa di bawah bendera Mataram Islam.

Baca Juga: Bagaimana Kebenaran dari Teori-teori Tentang Masuknya Islam ke Nusantara?

Sultan Agung juga dikenal sebagai pemimpin yang gigih dan berani.

Ia menaklukkan daerah-daerah pesisir yang sebelumnya berada di bawah pengaruh VOC, seperti Surabaya dan Madura.

Wilayah Mataram Islam pada masa itu mencakup Jawa Tengah, Jawa Timur, dan sebagian Jawa Barat.

Selain sebagai pemimpin militer dan politik, Sultan Agung juga berperan sebagai pembina kebudayaan.

Ia membawa Kerajaan Mataram Islam ke tingkat peradaban yang lebih tinggi dengan mengembangkan berbagai aspek kebudayaan, seperti agama, bahasa, sastra, seni, dan arsitektur.

Sikap Kepemimpinan Sultan Agung

Sultan Agung juga dikenal sebagai pemimpin yang adil, cinta budaya, dan semangat perjuangan yang tinggi.

Berikut adalah penjelasan tentang sikap kepemimpinan Sultan Agung:

1) Adil

Sultan Agung menunjukkan sikap adil dengan menyatukan seluruh wilayah Jawa di bawah kekuasaan Mataram Islam.

Menurut Sultan Agung, sebuah kedaulatan raja itu harus merupakan sebuah kesatuan yang bulat dan utuh tanpa membeda-bedakan.

Baca Juga: Bagaimana Hikmah yang Didapatkan dari Politik yang Terjadi di Singhasari?

Oleh sebab itu, Sultan Agung berupaya untuk menyatukan seluruh wilayah Jawa di bawah satu kekuasaan.

Wilayah daerah kekuasaan Mataram Islam kemudian meluas hingga mencakup seluruh Jawa Tengah, Jawa Barat, Palembang, Jambi, dan Banjarmasin.

2) Cinta budaya

Sultan Agung juga dikenal sebagai pemimpin yang cinta akan budaya, khususnya budaya Jawa.

Pada 1633 M, Sultan Agung menciptakan sebuah sistem penanggalan yang dikenal dengan nama Kalender Jawa.

Kalender Jawa adalah hasil perpaduan antara penanggalan Saka dari India dengan Hijriah (Islam).

Sebelum masa pemerintahan Sultan Agung, masyarakat Kerajaan Mataram Islam menggunakan kalender Saka.

Kalender Saka didasari pada pergerakan matahari, berbeda dengan kalender Islam yang didasarkan pada pergerakan bulan.

Perbedaan ini kemudian membuat perayaan-perayaan adat yang diadakan oleh keraton menjadi tidak selaras.

Berbekal dari kondisi tersebut, Sultan Agung ingin agar perayaan adat oleh keraton dan hari besar Islam dapat dilangsungkan secara bersamaan

Oleh karena itu, Sultan Agung membuat kalender Jawa, yang merupakan perpaduan antara kalender Saka dan Hijriah.

Baca Juga: Apakah yang Menyebabkan Perpindahan Kerajaan Mataram Kuno ke Daerah timur Pulau Jawa?

3) Semangat perjuangan yang tinggi

Sifat kepemimpinan Sultan Agung yang pekerja keras dapat dilihat dari caranya memimpin perlawanan terhadap VOC.

Terjadinya pertempuran antara Sultan Agung dengan VOC disebabkan oleh kekecewaan VOC setelah tidak mendapat izin mendirikan loji-loji dagang di pantai utara Mataram.

Pertempuran pun berjalan cukup pelik, di mana pasukan Mataram dijatuhi tembakan dari kastil oleh pasukan VOC.

Demi menjaga keutuhan Kerajaan Mataram, Sultan Agung menyerang Batavia dua kali.

Pada serangan pertama, Sultan Agung dan pasukannya mengalami kegagalan karena kurang persiapan.

Lalu, pada Mei 1629, Sultan Agung kembali menyerang Batavia dengan membawa pasukan sebanyak 14.000 prajurit.

Sayangnya, Sultan Agung kembali mendapati kegagalan karena kurang perbekalan dan merebaknya wabah penyakit malaria serta kolera.

Pada akhirnya, Sultan Agung tidak berhasil merebut Batavia dari VOC.

Kendati begitu, semangat Sultan Agung untuk mengusir VOC dari Nusantara masih tetap membara.

Bahkan hingga akhir hidupnya, Sultan Agung memilih untuk tidak berdamai dengan VOC.

Itulah artikel yang menjelaskan tentangbagaimana sikap kepemimpinan dari Sultan Agung.

Semoga artikel ini dapat memberikan Anda wawasan dan motivasi untuk menjadi pemimpin yang baik dan berprestasi seperti Sultan Agung.

Baca Juga: Bagaimana Corak Agama yang Dianut di Kerajaan Tarumanegara?

Artikel Terkait