Penulis
Intisari-Online.com -Angkatan Perang Ratu Adil (APRA), begitulah nama milisi pro-Belanda yang muncul memberontak terhadap pemerintah Indonesia yang masih muda ini di Bandung pada 1950.
APRA dipimpin oleh perwira Belanda haus darah bernama Kapten Raymon Westerling.
Lalu seperti apa latar belakang munculnya peristiwa APRA di Bandung pada 1950?
APRA muncul setelah dibubarkannya negara-negara bentukan Belanda di Republik Indonesia Serikat (RIS) yang bergabung kembali ke Republik Indonesia.
Termasuk Negara Pasundan.
Tak hanya itu, alasan munculnya APRA mempertahankan Negara Pasundan adalah melindungi aset-aset ekonomi kolonial yang ada di wilayah Pasundan.
Seperti disebut di awal, APRA merupakan milisi bersenjata yang didirikan oleh bekas perwira KNIL, Raymond Westerling.
Yang bergabung menjadi anggota APRA kebanyakan bekas prajurit KNIL.
Terutama dariRegiment Speciale Troepen (Regimen Pasukan Khusus).
Pada 1950, jumlah pasukan APRA sekitar 2000 orang.
APRA sendiri tidak setuju dengan adanya rencana pembubaran Republik Indonesia Serikat (RIS) melalui hasil Konferensi Meja Bundar di Den Haag tahun 1949.
Hasil dari KMB saat itu adalah:
- Kerajaan Belanda akan menarik pasukan KL (Koninklijk Leger) dari Indonesia
- Tentara KNIL akan dibubarkan dan akan dimasukkan ke dalam kesatuan-kesatuan TNI
Dari hasil tersebut, akhirnya APRA dan Westerling menjalin kerja sama dengan Sultan Pontianak, Sultan Hamid II yang beraliran federalis.
Mereka akan mencoba melakukan kudeta pada Januari 1950.
Tujuan kudeta ini adalah upaya untuk mempertahankan negara federal RIS saat sebagian besar negara bagian RIS ingin membubarkan diri dan bergabung kembali dalam Republik Indonesia (RI).
Pada Kamis, 5 Januari 1950, Westerling mengirim surat kepada pemerintah RIS yang berisi ultimatum.
Isi ultimatum tersebut adalah dia menuntut agar pemerintah RIS menghargai negara-negara bagian, terutama Negara Pasundan.
Pemerintah RIS juga harus mengakui APRA sebagai tentara Pasundan.
Terkait ultimatum itu, Pemerintah RIS diberi waktu selama tujuh hari untuk memberikan jawaban.
Jika tawaran itu ditolak, Westerling mengancam akan terjadi pertempuran besar.
Akhirnya, untuk mencegah terjadinya tindakan Westerling, tanggal 10 Januari 1950, Mohammad Hatta, Wakil Presiden RI, mengeluarkan perintah penangkapan terhadap Westerling.
Westerling yang sudah mendengar rencana penangkapan tersebut pun kemudian mempercepat pelaksanaan kudetanya.
Westerling menyerang Bandung dan melakukan pembantaian di sana.
Setelah melakukan penyerangan, Westerling dan pasukannya kembali ke tempat masing-masing.
Mereka pun berniat untuk melakukan kudeta yang kedua.
Akan tetapi, upaya tersebut gagal.
Kegagalan ini menyebabkan adanya demoralisasi anggota milisi terhadap Westerling.
Dia pun terpaksa melarikan diri ke Belanda.
Sejak saat itu, APRA resmi tidak lagi berfungsi pada Februari 1950.
Itulah latara belakang munculnya peristiwa APRA di Bandung pada 1950 yang dipelopori oleh Raymond Westerling, semoga bermanfaat.