Penulis
Intisari-Online.com -Apakah Anda pernah mendengar tentang tari serimpi, upacara sekaten, senjata rencong, atau hiasan kepala tangkulok?
Tahukah Anda bahwa produk-produk budaya tersebut merupakan hasil dari interaksi budaya pada masa Kerajaan Islam di Indonesia?
Interaksi budaya adalah proses perpaduan dua kebudayaan atau lebih yang saling berinteraksi dan berpengaruh.
Pada masa Kerajaan Islam, interaksi budaya terjadi karena adanya hubungan dagang, perkawinan, penyebaran agama, dan perang antara masyarakat Nusantara dengan pedagang dan ulama dari Timur Tengah, India, dan Cina.
Interaksi budaya ini menghasilkan berbagai produk budaya yang unik dan khas, seperti seni bangunan, seni ukir, seni musik, seni sastra, seni pakaian, seni tari, seni permainan, dan seni ritual.
Dalam artikel ini, kita akan membahas lebih lanjut tentang produk-produk budaya tersebut dan bagaimana mereka mencerminkan akulturasi budaya Nusantara dengan budaya Islam.
Interaksi budaya yang mewujud dalam akulturasi
Melansir Kompas.com, akulturasi adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perpaduan dua kebudayaan atau lebih yang saling berinteraksi dan berpengaruh.
Akulturasi juga dapat diartikan sebagai proses pengambilan ciri-ciri budaya atau pola sosial dari kelompok lain akibat dari kontak yang berlangsung lama.
Suinn dan Khoo mendefinisikan akulturasi sebagai proses yang terjadi ketika dua atau lebih budaya saling berhubungan.
Baca Juga: Deskripsi Salah Satu Kerajaan Islam yang Berkembang di Indonesia Bagian Barat: Samudera Pasai
Sumber Belajar Kemdikbud RI menyatakan bahwa kebudayaan Islam yang berkembang di nusantara menambah ragam budaya nasional, memberikan dan menentukan warna pada kebudayaan bangsa Indonesia.
Kebudayaan Islam tidak menghapus atau menghancurkan kebudayaan yang sudah ada di Indonesia.
Karena kebudayaan yang sudah ada di nusantara sudah begitu kokoh di lingkungan masyarakat.
Sehingga terjadi akuturasi antara kebudayaan Islam dengan kebudayaan yang sudah ada.
Produk dari proses akulturasi antara kebudayaan masa pra-Islam dengan masa Islam masuk berwujud fisik kebendaan (seni bangunan, seni ukir atau pahat dan karya sastra) serta pola hidup dan kebudayaan non fisik.
Contoh akulturasi budaya Nusantara dengan Islam
Berikut ini beberapa contoh hasil interaksi budaya pada masa Kerajaan Islam yang mewujud dalam bentuk akulturasi, seperti dilansir darikemdikbud.go.id:
1) Tari Serimpi
Sejak zaman Kerajaan Mataram Islam di bawah Sultan Agung, Tarian Serimpi sudah ada.
arian ini awalnya merupakan tarian sakral yang hanya dipentaskan di lingkungan Keraton untuk keperluan upacara kenegaraan dan peringatan kenaikan tahta.
Namun, seiring dengan perkembangan waktu, tarian ini dapat dinikmati oleh masyarakat umum, terutama pada acara resmi seperti saat penyambutan tamu atau acara lainnya.
2) Upacara Sekaten
Baca Juga: Deskripsi tentang Berdirinya Kerajaan Islam Pertama di Sumatera
Sekaten adalah sebuah tradisi yang telah ada sejak zaman Kerajaan Demak, yaitu kerajaan Islam pertama di tanah Jawa.
Ritual Sekaten diselenggarakan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad.
Ada beberapa pendapat tentang asal usul kata Sekaten. Beberapa berpendapat bahwa Sekaten berasal dari kata sekati, yang merupakan nama seperangkat gamelan dari zaman Majapahit.
Sementara itu, pendapat lain menyatakan bahwa istilah Sekaten berasal dari bahasa Arab, syahadatain, yang merupakan kalimat untuk menyatakan seseorang telah memeluk agama Islam.
3) Senjata Rencong
Rencong adalah senjata pusaka Aceh yang menjadi simbol keberanian dan kepahlawanan sejak abad ke-16.
Pada masa Kerajaan Aceh Darussalam, hampir setiap rakyat Aceh membawa rencong di pinggang mereka sebagai perlambang keberanian dan keperkasaan.
Rencong memiliki tingkatan yang mencerminkan strata masyarakat, mulai dari sarung dan belati terbuat dari gading dan emas untuk raja/sultan dan ratu/sultanah, hingga tanduk kerbau atau kayu dan kuningan atau besi putih untuk masyarakat biasa.
Ada 5 jenis rencong yang dikenal di Aceh, yaitu Rencong Meucugek, Rencong Pudoi, Rencong Hulu Puntong, Rencong Meukure, dan Rencong Meupucok.
4) Hiasan Kepala Tangkulok
Tangkulok merupakan hiasan kepala yang diperkirakan muncul pada masa Kesultanan Aceh, yang berbentuk seperti lidah dipakai oleh para penari Seudati.
Hiasan kepala tangkulok terinspirasi dari bentuk elegan ekor burung balam. Bentuk ekor burung balam yang demikian indah sangat cocok untuk pria agar terlihat lebih tangguh dan bijaksana. Tangkulok terbuat dari selembar kain yang dilipat tanpa sambungan.
Di masa lalu, tangkulok dijahit dengan tangan tanpa menggunakan pola. Untuk mengikat bagian ujungnya, cukup dengan menggunakan jahitan tangan.
Kehadiran tangkulok tanpa teknik gunting-sambung menunjukkan keistimewaan dari kain tersebut. Seperti pertunjukan Seudati yang memiliki filosofi untuk mempersatukan, tangkulok juga mengandung filosofi demikian.
Demikianlah artikel tentang hasil interaksi budaya pada masa Kerajaan Islam di Indonesia. Semoga kita bisa terus melestarikannya.
Baca Juga: Sejarah Berdirinya Kerajaan Samudera Pasai, Kerajaan Islam Pertama di Indonesia