Perjanjian Sultan Abdul Rahman dan Belanda, Langkah Strategis Memperkuat Posisi Kesultanan Siak Sri Indrapura Pasca Traktat London 1824

Afif Khoirul M

Penulis

Kesultanan Siak Sri Indrapura

Intisari-online.com - Kesultanan Siak Sri Indrapura adalah salah satu kerajaan Melayu yang berdiri di Sumatera sejak abad ke-16.

Kesultanan ini menguasai wilayah yang strategis di pesisir timur Sumatera, termasuk pelabuhan-pelabuhan penting seperti Siak, Bengkalis, dan Rupat.

Kesultanan ini juga memiliki hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan lain di Nusantara, seperti Aceh, Johor, dan Mataram.

Pada awal abad ke-19, Kesultanan Siak Sri Indrapura menghadapi tantangan besar dari dua kekuatan kolonial Eropa, yaitu Inggris dan Belanda.

Kedua negara ini bersaing untuk menguasai perdagangan dan sumber daya di Asia Tenggara, termasuk di wilayah Kesultanan Siak Sri Indrapura.

Pada tahun 1819, Inggris mendirikan koloni baru di Singapura, yang menjadi ancaman bagi kepentingan Belanda di Selat Malaka.

Untuk menyelesaikan persaingan ini, Inggris dan Belanda menandatangani Perjanjian London atau Traktat London pada tahun 1824⁶.

Perjanjian ini membagi wilayah pengaruh kedua negara di Asia Tenggara.

Secara umum, Inggris mendapatkan wilayah di Semenanjung Malaya dan Singapura, sedangkan Belanda mendapatkan wilayah di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan sebagian Sulawesi.

Perjanjian ini juga mempengaruhi nasib Kesultanan Siak Sri Indrapura, yang secara resmi menjadi bagian dari wilayah Belanda.

Namun, perjanjian ini tidak berarti bahwa Kesultanan Siak Sri Indrapura langsung tunduk kepada Belanda.

Kesultanan ini masih memiliki otonomi dalam urusan dalam negeri, asalkan tidak bertentangan dengan kepentingan Belanda.

Baca Juga: Kerajaan Pagaruyung, Keragaman dan Keunikan dalam Tradisi Minangkabau

Isi Perjanjian

Pada tahun 1858, Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah II, yang merupakan penguasa Kesultanan Siak Sri Indrapura sejak tahun 1832, mengadakan perjanjian dengan Belanda.

Perjanjian ini ditandatangani oleh Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah II dan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Charles Ferdinand Pahud di Pulau Penyengat Inderasakti, yang merupakan pusat pemerintahan Kesultanan Riau-Lingga.

Kesultanan Riau-Lingga adalah kerajaan Melayu lain yang berada di bawah pengaruh Belanda.

Perjanjian ini memiliki beberapa isi penting, antara lain:

- Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah II mengakui kedaulatan Belanda atas wilayah Kesultanan Siak Sri Indrapura.

- Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah II menyerahkan sebagian besar wilayahnya kepada Belanda, termasuk pelabuhan-pelabuhan utama seperti Bengkalis dan Rupat.

- Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah II hanya mempertahankan wilayah kecil di sekitar ibu kota Siak dan beberapa daerah lain seperti Kateman dan Mandau.

- Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah II menerima gaji tahunan dari Belanda sebesar 24.000 gulden.

- Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah II berjanji untuk tidak melakukan hubungan dagang atau politik dengan negara atau pihak lain tanpa izin dari Belanda.

- Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah II berjanji untuk membantu Belanda dalam menjaga ketertiban dan keamanan di wilayahnya.

- Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah II berjanji untuk menghormati hak-hak penduduk asli dan agama Islam.

Baca Juga: Mengenal Kesultanan Banjar, Kerajaan Islam Pertama di Kalimantan Selatan

Dampak Perjanjian

Perjanjian antara Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah II dengan Belanda ini memiliki dampak yang signifikan bagi Kesultanan Siak Sri Indrapura.

Dari segi positif, perjanjian ini memberikan jaminan perlindungan dari Belanda terhadap ancaman dari pihak lain, seperti Inggris, Aceh, atau kerajaan-kerajaan Melayu lainnya.

Perjanjian ini juga memberikan kesempatan bagi Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah II untuk memperbaiki perekonomian dan pembangunan di wilayahnya, dengan bantuan modal dan teknologi dari Belanda.

Perjanjian ini juga memberikan kebebasan bagi Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah II untuk mengurus urusan dalam negerinya, seperti hukum, adat, dan agama.

Namun, dari segi negatif, perjanjian ini juga menandai berkurangnya kedaulatan dan kekuasaan Kesultanan Siak Sri Indrapura.

Perjanjian ini membuat Kesultanan Siak Sri Indrapura kehilangan sebagian besar wilayah dan sumber dayanya kepada Belanda.

Perjanjian ini juga membuat Kesultanan Siak Sri Indrapura tergantung kepada Belanda dalam hal politik dan ekonomi.

Perjanjian ini juga membuat Kesultanan Siak Sri Indrapura tidak dapat berhubungan dengan negara atau pihak lain tanpa sepengetahuan Belanda.

Perjanjian ini juga membuat Kesultanan Siak Sri Indrapura harus tunduk kepada aturan dan kebijakan Belanda yang mungkin tidak sesuai dengan kepentingan dan aspirasi rakyatnya.

Artikel Terkait