Mengenal Kesultanan Banjar, Kerajaan Islam Pertama di Kalimantan Selatan

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Ilustrasi - Kesultanan Banjar.
Ilustrasi - Kesultanan Banjar.

Intisari-online.com - Kesultanan Banjar adalah sebuah kerajaan yang beragama Islam yang berdiri di wilayah Kalimantan Selatan pada abad ke-16 hingga abad ke-19.

Kesultanan ini memiliki sejarah yang panjang dan menarik, mulai dari asal usulnya, masa kejayaannya, hingga akhir pemerintahannya.

Asal Usul Kesultanan Banjar

Kesultanan Banjar didirikan oleh Pangeran Samudera, yang kemudian berganti nama menjadi Sultan Suriansyah, pada tahun 1526.

Pangeran Samudera adalah cucu dari Maharaja Sukarama, raja Kerajaan Negara Daha yang beragama Hindu.

Pangeran Samudera seharusnya menjadi penerus takhta Negara Daha, namun ia menghadapi persaingan dari pamannya, Pangeran Tumenggung, yang juga ingin menjadi raja.

Pangeran Samudera akhirnya memilih untuk meninggalkan istana dan pergi ke daerah Banjar, yang merupakan wilayah bawahan Negara Daha.

Di Banjar, Pangeran Samudera bertemu dengan utusan dari Kesultanan Demak, yaitu Syekh Abdullah atau Sunan Giri, yang menyebarkan agama Islam di Kalimantan.

Pangeran Samudera tertarik dengan ajaran Islam dan memutuskan untuk masuk agama tersebut.

Ia kemudian mendirikan Kesultanan Banjar sebagai kerajaan Islam pertama di Kalimantan Selatan.

Ia juga membangun masjid pertama di Banjar, yaitu Masjid Sultan Suriansyah, yang masih berdiri hingga saat ini.

Baca Juga: Kisah Kerajaan Makassar dan Sultan Hasanuddin, Sang Penguasa Gowa

Masa Kejayaan Kesultanan Banjar

Kesultanan Banjar mengalami masa kejayaan pada abad ke-17 hingga abad ke-18, di bawah pemerintahan beberapa sultan yang terkenal, seperti Sultan Agung (1607-1638), Sultan Mustain Billah (1638-1642), Sultan Inayatullah (1642-1660), Sultan Agung II (1660-1663), Sultan Tamjidillah I (1663-1679), dan Sultan Hidayatullah I (1699-1734).

Kesultanan Banjar memiliki wilayah yang luas, meliputi sebagian besar Kalimantan Selatan dan sebagian Kalimantan Tengah.

Kesultanan Banjar juga menjalin hubungan dagang dan diplomatik dengan kerajaan-kerajaan lain di Nusantara maupun di luar negeri, seperti Mataram, Banten, Aceh, Johor, Siam, Cina, Inggris, dan Belanda.

Kesultanan Banjar memiliki sumber daya alam yang melimpah, terutama lada hitam, emas, intan, kayu, rotan, damar, dan madu.

Produk-produk ini menjadi komoditas ekspor yang diminati oleh pedagang-pedagang asing.

Kesultanan Banjar juga memiliki budaya yang kaya dan unik, yang dipengaruhi oleh berbagai unsur etnis dan agama, seperti Dayak, Melayu, Jawa, Bugis, Arab, Cina, India, dan Persia.

Budaya Banjar tercermin dalam berbagai aspek kehidupan masyarakatnya, seperti bahasa, sastra, seni, arsitektur, pakaian, adat istiadat, musik, tari, kuliner, dan kepercayaan.

Akhir Pemerintahan Kesultanan Banjar

Kesultanan Banjar mulai mengalami kemunduran pada abad ke-19 akibat campur tangan Belanda dalam urusan internal kerajaannya.

Belanda ingin menguasai sumber daya alam dan perdagangan di Kalimantan Selatan melalui perusahaan dagangnya yaitu VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie).

Belanda melakukan berbagai cara untuk memecah belah dan melemahkan Kesultanan Banjar, seperti menghasut pemberontakan dari raja-raja bawahan atau boneka Belanda (seperti Raja Tanah Bumbu dan Raja Pasir), menyerang dan merampas wilayah-wilayah Kesultanan Banjar, memaksakan perjanjian-perjanjian yang merugikan Kesultanan Banjar, dan mengintervensi urusan suksesi takhta Kesultanan Banjar.

Baca Juga: Faktor yang Mendorong Kerajaan dan Kesultanan di Wilayah Nusantara Melakukan Perlawanan Terhadap Pemerintah Kolonial

Pada tahun 1826, Sultan Adam, yang merupakan sultan terakhir Kesultanan Banjar, menandatangani Perjanjian Banjar dengan Belanda, yang menjadikan Kesultanan Banjar sebagai negara bawahan Belanda.

Perjanjian ini menimbulkan ketidakpuasan dan perlawanan dari rakyat Banjar, yang kemudian memicu terjadinya Perang Banjar (1859-1905), yaitu perang gerilya antara rakyat Banjar melawan Belanda.

Pahlawan-pahlawan Banjar yang berjuang dalam perang ini antara lain adalah Pangeran Antasari, Pangeran Hidayatullah II, Demang Lehman, dan Tumenggung Surapati.

Pada tahun 1860, Belanda secara sepihak menghapuskan Kesultanan Banjar dan menggantinya dengan komisi kerajaan di bawah pengawasan Belanda.

Namun, rakyat Banjar tetap mengakui adanya pemerintahan darurat atau pelarian yang dipimpin oleh Sultan Muhammad Seman, putra Sultan Adam, yang berakhir pada tahun 1905.

Dengan demikian, pemerintahan Kesultanan Banjar secara resmi berakhir pada tahun 1905.

Kesimpulan

Kesultanan Banjar adalah kerajaan Islam pertama di Kalimantan Selatan yang memiliki sejarah yang panjang dan menarik.

Kesultanan Banjar didirikan oleh Pangeran Samudera atau Sultan Suriansyah pada tahun 1526, setelah ia memeluk Islam dengan bantuan utusan dari Kesultanan Demak.

Kesultanan Banjar mengalami masa kejayaan pada abad ke-17 hingga abad ke-18, dengan memiliki wilayah yang luas, hubungan dagang dan diplomatik yang baik, sumber daya alam yang melimpah, dan budaya yang kaya dan unik.

Kesultanan Banjar mengalami kemunduran pada abad ke-19 akibat campur tangan Belanda dalam urusan internal kerajaannya.

Kesultanan Banjar dihapuskan oleh Belanda pada tahun 1860 dan digantikan oleh komisi kerajaan.

Pemerintahan Kesultanan Banjar secara resmi berakhir pada tahun 1905 setelah perlawanan rakyat Banjar melawan Belanda berakhir.

Artikel Terkait