Find Us On Social Media :

Jawa Terbelah Dua, Ini Penjelasan Ilmiah dan Hubungannya dengan Ramalan Jayabaya

By Afif Khoirul M, Jumat, 20 Oktober 2023 | 18:30 WIB

Gunung Slamet dilihat dari puncak Gunung Pakuwaja menggunakan Lensa Zoom.

Intisari-online.com - Ramalan Jayabaya adalah salah satu ramalan yang paling terkenal di kalangan masyarakat Jawa.

Ramalan ini dipercaya ditulis oleh Prabu Jayabaya, raja Kerajaan Kediri pada abad ke-12.

Salah satu ramalan yang paling kontroversial adalah tentang pulau Jawa yang akan terbelah menjadi dua akibat letusan gunung berapi.

Ramalan ini berbunyi sebagai berikut:

“Kalau sudah ada kereta berjalan tak berkuda, tanah Jawa berkalung besi, perahu berjalan di atas angkasa, sungai kehilangan lubuknya, pasar hilang kumandangnya, itulah tanda bahwa zaman Jayabaya semakin dekat. Bumi makin ciut, sejengkal tanah diberi pajak, kuda makan sambal, perempuan berpakaian laki-laki, itulah pertanda, bahwa orang sampai di zaman yang terbolak-balik. Kalau sudah sampai di zaman itu, maka akan datang seorang raja dari timur yang membawa bendera putih. Dia akan memerintah tanah Jawa dengan adil dan bijaksana. Dia akan mempersatukan semua kerajaan di tanah Jawa menjadi satu. Dia akan membangun kembali candi-candi yang telah runtuh. Dia akan mengembalikan kejayaan tanah Jawa seperti zaman Majapahit. Namun sebelum dia wafat, dia akan menghadapi musuh besar dari barat yang membawa bendera merah. Musuh itu akan menyerang tanah Jawa dengan pasukan yang banyak dan kuat. Mereka akan membakar dan merusak apa saja yang ada di depan mereka. Mereka akan mencoba merebut tahta raja dari timur. Akan terjadi peperangan besar antara dua bendera itu. Peperangan itu akan berlangsung lama dan sengit. Banyak darah yang akan tumpah di tanah Jawa. Banyak nyawa yang akan melayang di udara. Banyak air mata yang akan mengalir di pipi. Banyak hati yang akan hancur di dada. Di tengah-tengah peperangan itu, gunung-gunung di tanah Jawa akan marah. Mereka akan meletus bersama-sama dengan dahsyatnya. Api dan abu akan menyembur ke langit. Lava dan batu-batu panas akan mengalir ke bawah. Tanah Jawa akan berguncang-guncang hebat. Lautan akan naik turun ganas. Pulau Jawa akan terbelah menjadi dua bagian. Bagian timur akan tenggelam ke dalam laut. Bagian barat akan tetap bertahan di atas daratan. Hanya sedikit orang yang akan selamat dari bencana itu. Mereka yang selamat adalah orang-orang yang taat kepada Tuhan dan raja dari timur. Mereka akan memulai kehidupan baru di tanah Jawa yang baru.”

Seberapa akurat ramalan ini? Apakah ada dasar ilmiah yang mendukung ramalan ini? Apakah ada bukti-bukti sejarah yang sesuai dengan ramalan ini? Mari kita coba analisis satu per satu.

Kereta Berjalan Tak Berkuda

Ramalan ini bisa ditafsirkan sebagai kereta api atau mobil yang menggunakan mesin sebagai penggeraknya.

Kereta api pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 1864 oleh pemerintah kolonial Belanda⁴.

Mobil pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 1894 oleh seorang pengusaha Belanda bernama A.J.A Jonckbloet.

Kedua alat transportasi ini bisa dibilang sebagai simbol kemajuan teknologi dan modernisasi di tanah Jawa.

Tanah Jawa Berkalung Besi

Ramalan ini bisa ditafsirkan sebagai jaringan rel kereta api atau jalan raya yang menghubungkan berbagai daerah di tanah Jawa.

Rel kereta api mulai dibangun oleh Belanda sejak tahun 1867 dan terus berkembang hingga mencapai panjang sekitar 8.000 km pada tahun 1939.

Jalan raya mulai dibangun oleh Belanda sejak tahun 1905 dan terus berkembang hingga mencapai panjang sekitar 12.000 km pada tahun 1940.

Kedua infrastruktur ini bisa dibilang sebagai sarana mobilitas dan integrasi di tanah Jawa.

Perahu Berjalan di Atas Angkasa

Ramalan ini bisa ditafsirkan sebagai pesawat terbang yang mampu mengangkasa dan melintasi udara.

Pesawat terbang pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 1911 oleh seorang pilot Belanda bernama H. van der Kop.

Pesawat terbang mulai digunakan untuk keperluan sipil dan militer oleh Belanda, Jepang, dan Indonesia sejak tahun 1920-an hingga sekarang.

Pesawat terbang bisa dibilang sebagai alat transportasi yang revolusioner dan canggih di tanah Jawa.

Sungai Kehilangan Lubuknya

Ramalan ini bisa ditafsirkan sebagai proses pendangkalan sungai akibat erosi, sedimentasi, atau pembuangan limbah.

Sungai-sungai di tanah Jawa mengalami penurunan kualitas dan kuantitas air sejak zaman kolonial hingga sekarang.

Beberapa faktor penyebabnya adalah perubahan tata guna lahan, penebangan hutan, pertambangan, pertanian, industri, perkotaan, dan rumah tangga.

Sungai-sungai di tanah Jawa bisa dibilang sebagai sumber daya alam yang terancam dan terdegradasi.

Pasar Hilang Kumandangnya

Ramalan ini bisa ditafsirkan sebagai menurunnya aktivitas ekonomi dan sosial di pasar tradisional akibat persaingan dengan pasar modern.

Pasar tradisional adalah tempat berjualan dan berbelanja yang sudah ada sejak zaman kerajaan di tanah Jawa.

Pasar tradisional memiliki nilai budaya, historis, dan lokal yang tinggi.

Namun sejak masuknya pasar modern seperti supermarket, minimarket, mall, atau online shop, pasar tradisional mulai kehilangan daya tarik dan pelanggan.

Pasar tradisional bisa dibilang sebagai lembaga ekonomi dan sosial yang terpinggirkan dan tergantikan.

Bumi Makin Ciut

Ramalan ini bisa ditafsirkan sebagai meningkatnya jumlah penduduk dan menurunnya luas lahan di tanah Jawa.

Tanah Jawa adalah pulau yang paling padat penduduknya di Indonesia. Pada tahun 2020, jumlah penduduk tanah Jawa mencapai sekitar 151 juta jiwa atau 56% dari total penduduk Indonesia.

Sementara itu, luas lahan tanah Jawa hanya sekitar 132 ribu km2 atau 7% dari total luas Indonesia. Tanah Jawa bisa dibilang sebagai pulau yang superpopulasi dan supersaturasi.

Sejengkal Tanah Diberi Pajak

Ramalan ini bisa ditafsirkan sebagai adanya beban pajak yang tinggi bagi masyarakat tanah Jawa.

Pajak adalah pungutan wajib yang dibayar oleh warga negara kepada negara untuk membiayai pengeluaran publik.

Pajak di Indonesia terdiri dari pajak pusat dan pajak daerah. Salah satu pajak daerah yang berhubungan dengan tanah adalah pajak bumi dan bangunan (PBB).

PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau penguasaan tanah dan/atau bangunan dengan tarif maksimal 0,3% dari nilai jual objek pajak (NJOP).

PBB bisa dibilang sebagai salah satu sumber pendapatan daerah yang signifikan.