Find Us On Social Media :

Inilah Makna Tradisi Dugderan, Cara Masyarakat Semarang Menyambut Ramadhan

By Moh. Habib Asyhad, Senin, 16 Oktober 2023 | 17:17 WIB

Masyarakat Kota Semarang punya cara unik dalam menyambut Ramadhan, mereka punya tradisi dugderan yang sudah ada sejak abad 19.

Masyarakat Kota Semarang punya cara unik dalam menyambut Ramadhan, mereka punya tradisi dugderan yang sudah ada sejak abad 19.

Intisari-Online.com - Masyarakat di tiap-tiap daerah di Indonesia punya caranya sendiri menyambut Ramadhan.

Salah satunya adalah masyarakat di Kota Semarang di mana mereka punya tradisi Dugderan.

Apa makna tradisi Dugderan?

Tradisi Dugderan merupakan tradisi turun temurun yang masih dilestarikan hingga saat ini.

Dugderan bukan sekadar perayaan semata, namun sarat makna dan sejarah.

Asal mula tradisi dugderan diperkirakan pada masa kepemimpinan Bupati Kyai Raden Mas Tumenggung Purbaningrat atau Bupati Purbaningrat pada 1881, seperti dikutip dari situs Center Of Excellence (CoE) Budaya Jawa, perpustakaan dan informasi tentang budaya lokal Jawa Tengah (14/12/2016).

Latar belakang acara ini adalah perbedaan pendapat dalam masyarakat mengenai awal bulan suci Ramadhan.

Saat itu Indonesia masih berada pada zaman kolonial Belanda, sehingga masyarakat Kota Semarang terbagi menjadi empat golongan, yaitu pecinan (etnis Tionghoa), pakojan (etnis Arab), kampung Melayu (warga perantauan dari luar Jawa), dan orang Jawa asli.

Oleh sebab itu, pemerintahan Bupati Purbaningrat menetapkan, untuk menyamakan persepsi penentuan awal Ramadhan dilakukan dengan menabuh bedug di Masjid Agung Kauman serta menyalakan meriam di halaman kabupaten.

Baik bedug dan meriam dibunyikan masing-masing tiga kali, kemudian dilanjutkan dengan pengumuman awal bulan Ramadhan di masjid.

Ketika itu perayaan dugderan berpusat di Masjid Agung Semarang atau Masjid Besar Semarang (kini Masjid Kauman) yang berada di dekat Pasar Johar.