Kasusnya Semakin Melebar, Syahrul Yasin Limpo Diduga Peras Bawahan Dan Ancam Mutasi

Moh. Habib Asyhad

Penulis

Syahrul Yasin Limpo diduga melakukan pemerasan dan ancaman terhadap bawahannya di Kementerian Pertanian.

Selain dugaan korupsi, Syahrul Yasin Limpo diduga melakukan pemerasan dan ancaman terhadap bawahannya di Kementerian Pertanian.

Intisari-Online.com -Kasus korupsi yang menjerat mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo merembet ke mana-mana.

Yang terbaru, politikus Partai NasDem itu diduga memeras bawahannya dan mengancam akan dimutasi jika tak mau bayar uang setoran.

Dugaan itu disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, seperti dilansir Kompas.com, Sabtu (14/10).

Dia bilang, tindakan tersebut merupakan salah satu modus SYL dalam memeras bawahannya di Kementerian Pertanian.

Alexander mengatakan bahwa ada paksaan dari Syahrul kepada para PNS di kementeriannya.

"Di antaranyadengan dimutasi ke unit kerja lain hingga difungsionalkan status jabatannya," ujarnya dalam konferensi pers di Gedung Juang KPK, Jakarta Selatan, Jumat (13/10/2023) kemarin.

Dia menambahkan, dalam melaksanakan aksinya, Syahrul memerintahkan dua bawahannya, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan Kasdi Subagyono serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Muhammad Hatta.

Uang itu dikumpulkan dari unit eselon I dan eselon II di lingkungan Kementan dalam bentuk tunai, transfer melalui rekening bank, hingga dalam bentuk barang dan jasa.

“Kasdi dan Hatta selalu aktif menyampaikan perintah Syahrul dimaksud dalam setiap forum pertemuan baik formal maupun informal di lingkungan Kementan,” ujar Alex.

Uang yang diserahkan bawahan Syahrul, kata Alex, bersumber dari realisasi anggaran Kementan yang telah digelembungkan dan permintaan uang kepada para vendor yang memenangkan proyek di Kementan.

Setiap bulan, Kasdi dan Syahrul secara rutin menyetorkan uang perasan tersebut ke Syahrul dalam pecahan asing dengan nilai 4.000 hingga 10.000 dollar Amerika Serikat.

“Dilakukan rutin tiap bulan dengan menggunakan mata uang asing,” ujar Alex.

Karena perbuatannya, Syahrul, Kasdi, dan Hatta disangka melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara itu, Syahrul Yasin Limpo juga dijerat dengan Pasal 3 dan pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi telah menetapkan Syahrul Yasin Limpo sebagai tersangka dugaan korupsi tindak pidana pencucian uang (TPPU) di Kementerian Pertanian.

Tak hanya itu, KPK juga menetapkan Syahrul sebagai tersangka dugaan pemerasan dalam jabatan dan penerimaan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan).

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, saat mengusut dugaan korupsi di Kementan, Syahrul diduga menggunakan uang hasil korupsi itu untuk memenuhi sejumlah kebutuhan pribadinya seperti mencicil kartu kredit, perbaikan rumah, perawatan wajah, hingga aliran dana ke Partai Nasdem senilai miliaran rupiah.

“Tersangka Syahrul turut pula disangkakan melanggar Pasal 3 dan atau 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang,” kata Alex dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (13/10/2023).

Sementara untuk kasus TPPU itu terkait dugaan kesengajaan menyembunyikan dan menyamarkan sumber aset kekayaannya.

Aset-aset yang coba disamarkan itu diduga bersumber dari korupsi.

Sementara itu, dalam perkara pemerasan dalam jabatan dan gratifikasinya, Syahrul diduga memerintahkan dua anak buahnya untuk mengumpulkan setoran dari unit eselon I dan II di lingkungan Kementan.

Kedua orang itu adalah Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Muhammad Hatta.

Setoran itu disetorkan setiap bulan secara rutin dengan nilai mulai 4.000 dollar Amerika Serikat (AS) sampai dengan 10.00 dollar AS.

Perbuatan ini diduga sudah dilakukan sejak 2020 hingga 2023.

Temuan awal KPK, jumlah uang yang dinikmati Syahrul, Kasdi, dan Hatta mencapai Rp13,9 miliar.

Penggunaan uang oleh Syahrul yang juga diketahui Kasdi dan Hatta antara lain untuk pembayaran cicilan kartu kredit dan cicilan pembelian Alphard milik Syahrul.

Sementara, dalam pidana pokoknya, ia disangka melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Artikel Terkait