Penulis
Intisari-online.com - Rempah-rempah adalah salah satu komoditas yang sangat berharga di dunia pada masa lalu.
Banyak negara-negara Eropa yang berlomba-lomba untuk mendapatkan rempah-rempah dari Nusantara, khususnya dari Kepulauan Maluku.
Salah satu kerajaan yang menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku adalah Kerajaan Ternate.
Kerajaan Ternate didirikan oleh Baab Mashur Malamo pada tahun 1257 M.
Kerajaan ini awalnya bernama Kerajaan Gapi dan belum menganut agama Islam.
Agama Islam mulai masuk ke Ternate pada abad ke-14 dan diterima oleh keluarga kerajaan pada masa pemerintahan Raja Marhum (1432-1486 M).
Sejak saat itu, Kerajaan Ternate menjadi salah satu kerajaan Islam tertua di Nusantara.
Kerajaan Ternate mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-16, ketika diperintah oleh Sultan Baabullah (1570-1583 M).
Sultan Baabullah berhasil memperluas wilayah kekuasaannya hingga mencakup sebagian besar Maluku, Sulawesi Utara, Timur, dan Tengah, serta bagian selatan Filipina hingga Kepulauan Marshall di Pasifik.
Ia juga memperkuat angkatan militernya dan memajukan perdagangan rempah-rempah, terutama cengkih dan pala, yang menjadi sumber kekayaan dan kekuasaannya.
Baca Juga: Prasasti Yupa, Peninggalan Kerajaan Kutai Martapura Paling Penting
Sultan Baabullah juga dikenal sebagai pahlawan yang gigih melawan penjajahan Portugis, yang datang ke Maluku untuk menguasai sumber rempah-rempah.
Ia berhasil mengusir Portugis dari Ternate pada tahun 1575 dan menghancurkan benteng mereka di Pulau Tidore pada tahun 1578.
Ia juga membantu rakyat Malaka yang berjuang melawan Portugis dengan mengirimkan pasukan dan persenjataan.
Meskipun berhasil mengalahkan Portugis, Kerajaan Ternate tidak bisa menghindari campur tangan Belanda, yang datang sebagai saingan Portugis dalam perdagangan rempah-rempah.
Belanda berhasil menjalin persekutuan dengan Ternate dan mendirikan benteng mereka di Pulau Moti pada tahun 1607.
Namun, Belanda kemudian berubah sikap dan mulai menindas rakyat Ternate dengan monopoli perdagangan dan pajak tinggi.
Kerajaan Ternate tidak tinggal diam dan melakukan perlawanan terhadap Belanda.
Salah satu peristiwa penting adalah Pemberontaan Raja Jailolo (1648-1650), yang dipimpin oleh Sultan Mandar Syah, putra Sultan Hamzah dari Jailolo.
Pemberontaan ini melibatkan rakyat dari berbagai pulau di Maluku, tetapi akhirnya dapat dipadamkan oleh Belanda dengan bantuan dari Tidore.
Setelah itu, Kerajaan Ternate mengalami kemunduran dan kehilangan sebagian besar wilayahnya.
Belanda semakin menguasai Maluku dan membatasi produksi rempah-rempah agar harga tetap tinggi.
Baca Juga: Dari Pengungsi India Hingga Pendiri Kerajaan, Ini Kisah Jayasingawarman dan Tarumanegara
Kerajaan Ternate hanya tersisa di lima pulau kecil, yaitu Ternate, Moti, Makian, Hiri, dan Mare.
Kerajaan ini tetap bertahan sebagai kesultanan hingga masa kemerdekaan Indonesia.
Kerajaan Ternate memiliki warisan peninggalan yang masih dapat dilihat hingga saat ini.
Salah satunya adalah Istana Kesultanan Ternate, yang dibangun pada tahun 1796 oleh Sultan Muhammad Ali.
Istana ini berbentuk rumah panggung dengan arsitektur khas Maluku.
Di dalamnya terdapat koleksi benda-benda bersejarah, seperti senjata, pakaian adat, perhiasan, prasasti, dan dokumen-dokumen kerajaan.
Selain itu, ada juga beberapa benteng peninggalan Portugis dan Belanda yang tersebar di pulau-pulau di Maluku.
Beberapa di antaranya adalah Benteng Tolukko, Benteng Oranye, Benteng Kalamata, dan Benteng Kastela.
Benteng-benteng ini menjadi saksi bisu dari perjuangan rakyat Ternate melawan penjajah asing.
Kerajaan Ternate adalah salah satu kerajaan penghasil rempah-rempah yang berpengaruh di Nusantara Timur.
Kerajaan ini memiliki sejarah yang panjang dan penuh dengan peristiwa-peristiwa penting.
Kerajaan ini juga memiliki budaya dan tradisi yang kaya dan unik.
Kerajaan Ternate adalah bagian dari warisan bangsa Indonesia yang patut dibanggakan dan dilestarikan.