Dipercaya Punya Seribu Pintu, Jumlah Lubang Pintu Yang Sebarnya Dari Bangunan Lawang Sewu Adalah...

Moh. Habib Asyhad

Penulis

Menurut pemandu wisata yang ada di sana, jumlah pintu di bangunan Lawang Sewu ternyata tak sampai seribu. Lalu berapa?

Menurut pemandu wisata yang ada di sana, jumlah pintu di bangunan Lawang Sewu ternyata tak sampai seribu. Lalu berapa?

TRADISI

Intisari-Online.com -Secara harafiah, lawang sewu artinya pintu seribu.

Lalu apakah bangunan Lawang Sewu di Kota Semarang, Jawa Tengah, berarti punya pintu seribu atau seribu pintu?

Berbicara tentang landmark Kota Semarang, bangunan Lawang Sewu yang berada di tengah kota tentu tak bisa dikesampingkan.

Selain gaya arsitekturnya yang khas Eropa banget, yang ikonik dari bangunan ini adalah jumlah pintu.

Sebelum membahas jumlahnya,salah satu ciri khas pintu di Lawang Sewu adalah bentuknya yang tinggi dengan daun pintu yang berlipat.

Uniknya satu pintu bisa memiliki daun pintu hingga enam lapis.

Arti dari Lawang Sewu dalam bahasa Jawa ialah pintu 1.000.

Namun, pernahkah Anda menghitung jumlah asli pintunya?

"Paling banyak satu pintu ada enam daun pintu, ada juga yang empat," tutur Krisdani pemandu wisata khusus Lawang Sewu, kepada Kompas.com beberapa tahun yang lalu.

Soal jumlah pintu, Krisdani yang telah memandu sejak tahun 2000, mengatakan jika pernah ada penghitungan jumlah pintu pada tahun 2010.

Tepat di awal tahun tersebut, Lawang Sewu telah selesai direstorasi besar-besaran.

"Setelah restorasi itu mulai kita singkronisasi data-data wisata untuk panduan tour guide, termasuk penghitungan pintu. Jadi yang dihitung itu daun pintunya ya," ujar Krisdani.

Dia menjelaskan jumlah pintu sebenarnya setelah dihitung ialah 928 daun pintu, tidak sampai 1.000.

Namun, masyarakat saat itu menyebutnya Lawang Sewu karena memang memiliki pintu yang amat banyak.

"Total dari lima gedung, paling banyak gedung A, gedung utama, karena memang paling besar," ucapnya.

Bangunan yang didirikan mulai 1916-1918 ini memiliki lima gedung dengan fungsi yang berbeda-beda dahulunya.

Menurut Krisdani, perbedaan tersebut dikelompokan berdasarkan jenis pekerjaannya.

"Kalau di gedung A isinya orang-orang penting, pusatnya. Kalau di B itu paling banyak orang pribumi yang jadi karyawan bawahan," terangnya.

Sejarah Lawang Sewu

Pemilik asli gedung Lawang Sewu adalah PT Kereta Api Indonesia, tapi kini sudah menjadi salah satu tujuan wisata di Kota Semarang.

Dulunya, bangunan ini digunakan sebagai Kantor Pusat Perusahan Kereta Api Swasta zaman Belanda.

Dengan luas lahan sekitar 18.232 meter persegi, di kompleks Lawang Sewu berdiri lima gedung yang dibangun secara bertahap dari tahun 1904 hingga 1918.

Lawang Sewu dibangun sebagai Kantor Pusat Perusahan Kereta Api Swasta zaman Belanda atau Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NISM).

Dengan semakin berkembangnya dan bertambah jumlah pegawai NIS, maka diputuskan membangun kantor administrasi baru di Semarang dengan lokasi di Jalan Pemuda.

Lawang Sewu dirancang oleh arsitek asal Belanda, Jacob F. Klinkhamer dan B.J. Ouendag.

Bangunan Lawang Sewu dirancang memiliki jendela dan pintu yang sangat banyak sebagai sistem sirkulasi udara.

Karena pintunya sangat banyak, masyarakat menganggap jumlahnya seribu sehingga disebut sebagai Lawang Sewu.

Selain jumlah pintunya, keunikan Lawang Sewu juga terletak pada ornamen kaca patri yang menceritakan banyak hal bersejarah.

Seperti kemakmuran dan keindahan Jawa, kekuasaan Belanda atas Semarang dan Batavia (Jakarta), dan kejayaan kereta api.

Dibangun sebagai Kantor Pusat Administrasi NIS, Lawang Sewu merupakan bukti awal sejarah perkembangan perkeretaapian di Indonesia.

Di kompleks Lawang Sewu terdapat lima gedung, yakni gedung A, B, C, D, E, dan satu Rumah Pompa.

Pembangunan Lawang Sewu dimulai pada 1904, dengan mendirikan gedung D (rumah penjaga) dan gedung C (percetakan), yang digunakan sebagai bangunan direksi.

Pembangunan gedung A harus menunggu perbaikan tanah dan menggantinya dengan lapisan pasir vulkanis.

Pada 1 Juli 1907, gedung A (bangunan utama kantor NIS), C, D, dan E telah selesai dibangun.

Sedangkan gedung B, yang merupakan perluasan dari gedung A, mulai dibangun pada 1916 dengan menggunakan konstruksi beton bertulang dan selesai pada 1918.

Sejak Juli 1907, bangunan Lawang Sewu digunakan sebagai Kantor Pusat Administrasi NIS.

Pada masa perang kemerdekaan, tepatnya ketika berlangsung peristiwa Pertempuran 5 Hari di Semarang (14 Oktober - 19 Oktober 1945), Lawang Sewu sempat menjadi rebutan AMKA (Angkatan Muda Kereta Api) dan tentara Jepang.

Setelah Belanda menyerah pada 1942, tentara Jepang mengambil alih Lawang Sewu dan menggunakannya sebagai Kantor Riyuku Sokyoku (Jawatan Transportasi Jepang).

Pada masa pendudukan Jepang, ruang bawah tanah gedung B diubah menjadi penjara, sehingga banyak eksekusi terjadi.

Setelah proklamasi kemerdekaan pada1945, Lawang Sewu beralih fungsi menjadi Kantor Eksploitasi Tengah DKARI (Djawatan Kereta Api Republik Indonesia).

Namun, ketika Belanda kembali Indonesia pada 1946, Lawang Sewu digunakan sebagai markas tentara Belanda, sehingga kegiatan perkantoran DKARI harus dipindahkan.

Setelah pengakuan kedaulatan RI pada 1949, kompleks bangunan ini digunakan Kodam IV Diponegoro.

Pada 1994, Lawang Sewu diserahkan kembali pada kereta api (Perumka) yang kemudian statusnya berubah meniadi PT Kereta Api Indonesia (Persero).

Setelah mengalami pemugaran, saat ini Lawang Sewu dimanfaatkan sebagai museum yang menyajikan beragam koleksi perkeretaapian di Indonesia dari masa ke masa.

Pengunjung dapat menikmati keindahan koleksi bersejarah yang dipamerkan, seperti koleksi mesin Edmonson, mesin hitung, mesin tik, replika lokomotif uap, surat berharga dan masih banyak lainnya.

Itulah sekilas tentang bangunan Lawang Sewu yang ternyata jumlah pintunya tidak sampai seribu.

Artikel Terkait