Penulis
Intisari-Online.com -Apakah Anda pernah mendengar tentang Kerajaan Banten?
Kerajaan ini adalah salah satu kerajaan Islam yang berpengaruh di Pulau Jawa.
Kehidupan ekonomi Kerajaan Banten sangat berkembang karena pelabuhannya yang strategis.
Pelabuhan Banten menjadi tempat bertemunya pedagang dari berbagai negara, baik dari Eropa maupun Asia.
Dari pelabuhan ini, berbagai komoditas perdagangan, seperti lada, beras, cengkeh, dan lain-lain, disebarluaskan ke seluruh dunia.
Namun, kehidupan ekonomi Kerajaan Banten juga menghadapi tantangan dari VOC, yang ingin menguasai monopoli perdagangan di wilayah ini.
Bagaimana kisah selengkapnya? Simak artikel ini untuk mengetahui lebih lanjut.
Kehidupan Ekonomi Kerajaan Banten
Dilansir dari kompas.com, sejak awal abad ke-15, nama Banten sudah dikenal dalam sumber-sumber China sebagai salah satu pelabuhan penting yang terlibat dalam jaringan pelayaran dan perdagangan internasional.
Oleh karena itu, kehidupan perekonomian Kerajaan Banten sangat bergantung pada perdagangan.
Baca Juga: Inilah 4 Negara di Kawasan Asia Tenggara yang Berbentuk Kerajaan
Pada saat Kerajaan Banten didirikan, Malaka sudah dikuasai oleh bangsa Portugis.
Hal ini membuat Banten semakin penting bagi pelayaran dan perdagangan internasional yang melintasi Selat Sunda.
Sebab, Portugis telah memonopoli perdagangan di Malaka dan memberlakukan pajak yang sangat tinggi bagi pedagang Muslim yang melewati Selat Malaka, sehingga aktivitas perdagangan dan pelayaran beralih ke Banten.
Dari saat itu, kehidupan ekonomi Kerajaan Banten semakin maju karena pelabuhannya banyak dikunjungi oleh pedagang asing dari Iran, India, Arab, China, dan lain-lain.
Dari pelabuhannya, berbagai sumber daya yang dihasilkan di berbagai wilayah kekuasaan Kerajaan Banten disebarluaskan ke seluruh dunia.
Raja pertama Banten, Sultan Maulana Hasanuddin, dikenal memperluas kekuasaannya ke Lampung, daerah penghasil lada.
Lada merupakan komoditas utama Kerajaan Banten, yang menjadi barang dagangan favorit dalam dunia perdagangan internasional.
Pada masa pemerintahan Sultan Maulana Muhammad (1580-1596), Kerajaan Banten menyerang Palembang yang juga didorong oleh motif ekonomi.
Selain lada dan beras, daerah pedalaman Banten mengembangkan produksi pertanian dan tebu.
Berdasarkan dokumentasi VOC, diketahui bahwa cengkeh juga menjadi komoditas ekspor terbesar dari Banten, yang jumlahnya bisa mencapai 300.000 pon pada 1636.
Namun, cengkeh bukan hasil dari wilayah kekuasaan Banten sendiri, melainkan didatangkan dari Maluku oleh para pedagang Banten untuk diekspor ke luar Nusantara.
Baca Juga: Bagaimana Pengaruh Kebudayaan Hindu-Buddha dalam Persebaran Penduduk di Indonesia?
Komoditas perdagangan itulah yang menjadi salah satu faktor penyebab Kerajaan Banten dapat mencapai kejayaan di bawah Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1683).
Di bawah kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa, Kerajaan Banten dapat mengalahkan Makassar dan Aceh sebagai bandar perdagangan lada terbesar di Indonesia.
Hal itu membuat VOC merasa terganggu, dan menganggap Banten telah menghalangi praktik monopoli perdaganga lada yang dilakukannya di Batavia.
Untuk menghadapi VOC, Sultan Ageng Tirtayasa menyusun serangkaian strategi.
Salah satu cara yang dijalankan adalah dengan mengajak para pedagang Eropa lain, seperti Inggris, Perancis, Denmar, dan Portugis untuk berdagang di wilayahnya.
Selain itu, Sultan Ageng Tirtayasa juga menjalin hubungan dagang dan memberi tempat di Banten kepada negara-negara Asia, seperti Persia, Benggala, Siam, Tonkin, dan China.
Hubungan dagang yang dibangun Sultan Ageng Tirtayasa semakin menyulitkan Belanda untuk menguasai Banten.
Sebab, untuk menguasai monopoli perdagangan di Banten, Belanda harus berhadapan dengan banyak pedagang dari berbagai negara.
Sayangnya, kejayaan kehidupan perekonomian Kerajaan Banten hanya bertahan sepanjang pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa.
Pada 1683, Sultan Ageng Tirtayasa diasingkan oleh Belanda dan pemerintahan Kerajaan Banten dilanjutkan oleh Sultan Haji, yang bekerja sama dengan VOC.
Akibat kerja sama Sultan Haji, VOC diperbolehkan untuk memonopoli perdagangan lada di Banten dan para pedagang lain harus diusir.
Sejak itu, Kerajaan Banten terus mengalami kemunduran hingga akhirnya dihapuskan eksistensinya pada awal abad ke-19.
Demikianlah artikel ini membahas tentang kehidupan ekonomi Kerajaan Banten, yang sangat bergantung pada perdagangan. Semoga artikel ini bermanfaat dan menambah wawasan Anda tentang sejarah Nusantara.
Baca Juga: 40 Nama Putri Kerajaan yang 'Aesthetic', Lengkap dengan Artinya