Kehidupan Politik Kerajaan Demak, Salah Satunya Diplomasi Perkawinan

Ade S

Penulis

Makam raja-raja Demak di Kompleks Masjid Agung Demak. Artikel ini membahas tentang kehidupan politik Kerajaan Demak, salah satu kerajaan Islam pertama di Jawa.

Intisari-Online.com -Kerajaan Demak adalah salah satu kerajaan Islam pertama yang berdiri di Pulau Jawa pada akhir abad ke-15.

Namun, kerajaan ini juga menghadapi berbagai tantangan dan konflik, baik dari dalam maupun dari luar.

Dalam artikel ini, kita akan membahas tentang berbagai aspek kehidupan politik Kerajaan Demak, termasuk diplomasi perkawinan, peran Wali Songo, dan faktor-faktor yang menyebabkan keruntuhan kerajaan.

Berikut ini 4 ciri kehidupan politik Kerajaan Demak seperti dilansir darikompas.com:

1) Berawal dari keturunan Majapahit

Demak awalnya adalah Kadipaten Glagahwangi yang tunduk pada Majapahit sebelum menjadi kerajaan.

Pada tahun 1478, Kadipaten Glagahwangi memutuskan untuk melepaskan diri dari Majapahit yang mulai runtuh.

Raden Patah, anak dari Prabu Brawijaya V (Raja Majapahit yang memerintah antara 1474-1498), kemudian mendeklarasikan berdirinya Kerajaan Demak sekitar tahun 1481.

Secara politik, Kerajaan Demak dapat berdiri karena memanfaatkan kelemahan dan keruntuhan Majapahit yang sudah tak terelakkan.

Raden Patah kemudian menjadi raja pertama Kerajaan Demak dan diikuti oleh dua raja lainnya. Raja-raja Kerajaan Demak adalah sebagai berikut.

Baca Juga: 10 Peninggalan Kerajaan Demak, Ada Makam Sosok Wali Paling Disegani

* Raden Patah (1500-1518)* Pati Unus (1518-1521)* Sultan Trenggono (1521-1546)

2) Memanfaatkan diplomasi perkawinan

Dengan peran besar Wali Songo, Kerajaan Demak menjadi pusat penyebaran agama Islam yang pengaruhnya sampai ke luar Pulau Jawa, misalnya di Palembang, Kalimantan, dan Maluku.

Selama berdiri, Kerajaan Demak juga sering menjalankan diplomasi perkawinan untuk mengatasi pergolakan politik atau untuk memperluas wilayah.

Diplomasi perkawinan misalnya dilakukan oleh Sultan Trenggono terhadap putri-putrinya.

Ratu Mas dinikahkan dengan Pangeran Langgar dari Madura, Ratu Mas Pemantingan dipersunting dengan Panembahan Tejowulan, Ratu Mas Gorobang dengan Sultan Hasanudin dari Cirebon, Ratu Kalinyamat mendapatkan Pangeran Hadiri dari Aceh, dan sebagainya.

Kemudian, kerabat keraton atau putra mahkota diberi tugas sebagai penguasa kadipaten.

Misalnya Ratu Kalinyamat sebagai penguasa Jepara, Pangeran Timur menjadi panembahan di Madiun, dan Jipang diserahkan kepada Arya Penangsang.

3) Peran Wali Songo dalam sistem politik Kerajaan Demak

Kerajaan Demak juga tidak dapat dilepaskan dari peran penting Wali Songo, yang dikenal sebagai penyebar Islam di Jawa.

Saat kerajaan baru didirikan, Masjid Agung Demak juga dibangun dengan bantuan Wali Songo.

Baca Juga: Inilah Keterkaitan antara Kerajaan Demak dan Kerajaan Mataram Islam

Wali Songo tidak hanya mendukung pendirian kerajaan dan pembangunan Masjid Agung Demak, tetapi juga menjadi penasihat kerajaan.

Sunan Kudus bahkan memiliki peran ganda sebagai penasihat kerajaan, panglima perang, dan hakim kerajaan pada masa Kesultanan Demak.

Sunan Kalijaga juga memberikan warna dalam kepemimpinan dan pengaturan hidup bernegara.

Dengan dukungan penuh Wali Songo yang memiliki pengaruh sangat kuat dalam masyarakat Jawa, Kerajaan Demak berkembang menjadi kerajaan besar dalam waktu singkat.

Kemunculan Kerajaan Demak bukan hanya menandai revolusi dalam sistem kepemimpinan di Jawa, tetapi juga melanjutkan pola kepemimpinan tradisional.

Jiwa bebas, persamaan dan musyawarah yang menjadi ciri kepemimpinan dalam Islam hanya bertahan selama periode Demak saja.

Pengaruh Wali Songo, yang merupakan simbol musyawarah, berbenturan dengan sistem kekuasaan mutlak para raja dari daerah pedalaman.

4) Runtuh karena perang saudara

Selain mengembangkan potensi yang ada untuk berkembang, Kerajaan Demak mengerahkan angkatan militernya guna menghalau bangsa Portugis yang mulai mengincar Nusantara.

Sultan Trenggono, yang membawa kerajaan pada masa kejayaan juga melakukan penaklukan di berbagai wilayah di Pulau Jawa.

Setelah Sultan Trenggono wafat pada 1546, terjadi perebutan kekuasaan di kalangan keluarga.

Baca Juga: Perang Saudara Berkepanjangan Jadi Penyebab Kemunduran Kerajaan Demak

Pangeran Sekar Sedolepen yang seharusnya mewarisi takhta, justru dibunuh oleh Sunan Prawoto.

Arya Penangsang yang merupakan putra Sekar Sedolepen tidak tinggal diam dan berhasil membunuh Sunan Prawoto beserta para pendukungnya pada 1547.

Namun, Arya Penangsang akhirnya dikalahkan oleh Jaka Tingkir (Sultan Hadiwijaya), menantu Sultan Trenggono yang menjadi adipati di Pajang.

Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan Kerajaan Demak dan dimulainya pemerintahan Kerajaan Pajang di bawah pimpinan Sultan Hadiwijaya.

Kehidupan politik Kerajaan Demak menunjukkan dinamika dan kompleksitas yang terjadi dalam sejarah Nusantara. Dengan mempelajari kehidupan politik Kerajaan Demak, kita dapat memahami lebih dalam tentang latar belakang dan proses pembangunan bangsa Indonesia.

Baca Juga: Inilah 5 Bukti Kehebatan Kerajaan Demak Pada Masa Puncak Kejayaannya

Artikel Terkait