Ini Bentuk Kegiatan Gotong Royong Dalam Tradisi Nganggung Masyarakat Melayu Bangka Belitung

Moh. Habib Asyhad

Penulis

Melalui tradisi Nganggung, masyarakat Melayu di Bangka Belitung memperlihatkan praktik gotong royong dengan fasih.

Melalui tradisi Nganggung, masyarakat Melayu di Bangka Belitung memperlihatkan praktik gotong royong dengan fasih.

Intisari-Online.com -Masyarakat Indonesia punya beragam cara memraktikkan budaya gotong royong.

Salah satunya adalah melalui tradisi Nganggung ala masyarakat Melayu di Bangka Belitung.

Apa itu tradisi Nganggung?

Mengutip Kompas.com, tradisi Nganggung merupakan tradisi membawa makanan dari rumah masing-masing menuju tempat pertemuan di mana semua orang berkumpul ala masyarakat Melayu Bangka Belitung.

Tempat pertemuan ini dapat berupa masjid, surau, langgar atau lapangan.

Kegiatan dilakukan pada waktu-waktu tertentu, terutama dalam perayaan agama Islam.

Tradisi nganggung umumnya dilakukan pada saat Maulid Nabi Muhammad SAW, Nisfu Sya'ban, Muharram atau setelah shalat Idul Fitri maupun Idul Adha.

Tradisi ini juga biasa dilaksanakan saat masa panen tiba.

Di kampung-kampung, adat ini disebut juga Sepintu Sedulang atau Selawang Sedulang.

Artinya setiap bubung rumah menyediakan makanan untuk dibawa ke masjid atau balai desa, tempat berkumpul masyarakat kampung.

Tradisi ini juga dilakukan pada acara sosial lainnya yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat kampung.

Biasanya dulang atau tempat untuk menyusun makanan atau dulang terbuat dari timah, kuningan, atau kayu.

Pada sebagian masyarakat Bangka "dulang" disebut juga "talam".

Di atas dulang atau talam ini diatur piring-piring yang berisi makanan, seperti nasi dan lauk pauk, buah-buahan maupun kue-kue.

Kemudian, dulang atau talam tadi ditutup dengan tudung saji.

Pada zaman dahulu, tudung saji terbuat dari daun mengkuang(pandan hutan) atau daun purun.

Bentuknya ada yang menyerupai masjid maupun candi.

Saat ini, banyak masyarakat yang menggunakan tudung saji berbahan plastik.

Makanan yang sudah disusun dibawa ke masjid, surau, atau balai desa.

Cara membawa dulang atau talam yang berisi makanan dengan meletakkannya di atas telapak tangan dan mengangkat setinggi bahu.

Cara lainnya dengan menjungjung dulang atau talam di atas kepala.

Dulang juga dapat dibawa dengan ditayak atau dibawa menggunakan sebelah tangan dengan jari terbuka sejajar di atas kepala.

Biasanya sebelum dulang atau talam dibawa ke masjid, surau, atau balai desa, ada beduk khusus atau takok-takok hingga tiga tahap pukulan menggunakan irama khusus.

Dulang atau talam yang datang lebih dahulu diatur pada barisan depan, kemudian menyusul dulang-dulang berikutnya.

Tamu yang datang duduk berhadap-hadapan sesuai bentuk masjid, surau, atau balai desa.

Barisan paling depan adalah tamu kehormatan, seperti pejabat pemerintah, penghulu, lurah, pemuka agama, guru, dan sebagainya.

Sedangkan, barisan paling belakang adalah anak-anak.

Sebelum tudung saji dibuka dilakukan pembacaan doa oleh penghulu atau pemuka agama.

Selesai membaca doa dilanjutkan dengan makan bersama.

Dalam acara nganggung ini hanya dihadiri oleh laki-laki.

Saat ini, nganggung jarang ditemui di kota-kota, sebagai gantinya adalah adat kenduri atau sedekah yang biayanya ditanggung oleh yang memiliki hajat.

Sedangkan pada tradisi nganggung, para tetangga ikut membantu pelaksanaan hajatan, sifatnya sukarela.

Saat ini tradisi nganggung masih dilakukan di kampung-kampung maupun pedesaan, meskipun dengan sedikit perubahan sesuai perkembangan zaman.

Dalam tradisi nganggung hampir semua masyarakat ikut dalam kegiatan ini.

Sehingga, nganggung bermakna menjaga tradisi, silaturahmi, memperkuat persaudaraan, membagikan rezeki kepada yang membutuhkan dan memperingati hari besar Agama Islam.

Dan persis di situlah bentuk kegiatan gotong royong mewujud dalam tradisi nganggung.

Artikel Terkait