Penulis
Memang benar, masyarakat Vietnam sangat menyukai kopi, tapi mereka tidak terlalu terlalu tertarik ngopi di Starbucks. Banyak alasannya.
Intisari-Online.com -Bersama Brasil, Vietnam adalah penghasil kopi terbesar di dunia, menyusul Indonesia di nomor tiga.
Dan sebagia negara penghasil kopi, Vietnam adalah mimpi buruk bagi kedai kopi Starbucks.
Kondisi itu tentu sangat berbeda dengan Indonesia yang bisa dibilang sebagai surga kedai kopi asal Amerika Serikat.
Soal bagaimana Starbucks tidak laku di Vietnam diceritakan oleh Tu Anh Le, seperti dilansir Kompas.com.
Tu Anh Le mengaku sering pergi ke waralaba asal Amerika Serikat itu, tapi di sana dia tidak untuk pesan kopi.
Dia bilang,"Foto-foto di Starbucks membuat Instagram saya terlihat lebih bagus," kata Tu Anh Le.
"Saya mendapat banyak likes dan komentar bagus yang mengatakan saya terlihat trendi."
Dari ceritanya juga terlihat, orang Vietnam memang suka ngopi, tapi mereka tidak menyukaiStarbucks.
Orang-orang yang pergi ke Starbucks, seperti yang dilakukan Tu Anh Le, bukan untuk ngopi.
Dilansir Kompas.com,Starbucks hanya menyumbang 2 persen dari pasar minum kopi Vietnam senilai 1,2 miliar dollar AS (Rp 18,2 trilun) pada 2022.
Perkembangan Starbucks di Vietnam juga disebut tak begitu pesat.
Vietnam punya 92 kedai Starbucks, yang berarti ada kurang dari satu kedai untuk setiap satu juta orang.
Sebagai perbandingan, Thailand punya sekitar tujuh gerai untuk setiap satu juta orang.
Kemudian Indonesia punya dua gerai untuk setiap satu juta orang.
"Kehadiran Starbucks tetap terbatas karena preferensi konsumen untuk rasa kopi lokal," kata Nathanael Lim, seorang analis di Euromonitor International.
Starbucks mengatakan kepada BBC bahwa mereka berkomitmen untuk investasi jangka panjang di Vietnam, namun mereka tidak mengatakan apakah investasi itu menguntungkan sejauh ini.
Nasib Starbucks masih lebih baik dibandingkan para pesaingnya.
Jaringan AS lainnya, The Coffee Bean & Tea Leaf, hanya memiliki 15 toko di Vietnam setelah 15 tahun.
Mellower Coffee milik China baru-baru ini mengumumkan akan menutup pintunya setelah empat tahun, sementara Gloria Jean's dari Australia meninggalkan Vietnam pada 2017.
Mereka semua mungkin menghadapi tantangan yang sama seperti Starbucks.
Vietnam sudah tidak asing dengan kopi: Negara ini adalah eksportir kopi terbesar kedua di dunia.
Namun salah satu alasan mengapa perkembangan Starbucks di Vietnam tidak sebanyak di Thailand atau Indonesia adalah harga kopi selevel Starbucks terlalu mahal untuk pasar yang kompetitif seperti Vietnam.
Satu ruas jalan yang ramai menampung setidaknya sepuluh kedai kopi, dari warung pinggir jalan hingga kafe trendi.
Dan, minum kopi bukanlah hal mewah di negara tersebut.
Para pedagang kopi kaki lima di sana menyajikan kopi di atas meja plastik kecil yang murah.
Beberapa pedagang bahkan menawarkan koran kepada pelanggan untuk dijadikan tikar supaya mereka dapat menikmati kopi mereka sambil lesehan.
Alasan kedua, Java chip frapuccino dan pumpkin-spiced latte yang laris manis di tempat lain sepertinya tidak laku di Vietnam.
"Menu Starbucks tidak beragam," kata Trang Do, seorang seniman yang tinggal di kota pesisir Da Nang.
Diaminum paling sedikit tiga cangkir kopi sehari, tetapi jarang mampir ke Starbucks.
Dia mencobanya ketika pertama kali dibuka--tetapi dia merasa cappuccino Starbucks "hambar dan tidak terlalu terasa seperti kopi".
Baginya, kopi tradisional Vietnam menang telak.
"(Kopi Vietnam) lebih kuat dan lebih wangi. Cara membuat kopi Vietnam dengan filter membantu mengekstrak lebih banyak kopi. Saat kopi diseduh... dan air panas ditambahkan agar menetes perlahan ... (itu) yang terbaik."
Untuk membuat kopi Vietnam, filter timah yang disebut "phin" ditempatkan di atas gelas, dan air panas kemudian dituangkan ke bubuk kopi.
Perlu sekitar 10 menit sampai seluruh cairan kopi menetes ke dalam gelas di bawah.
Minuman ini dapat disajikan panas atau dingin--dengan atau tanpa susu kental manis yang merupakan bahan pokok dalam kopi Vietnam.
Untuk jenis kopi, yang paling populer di Vietnam adalah jenis kopi robusta yang dibawa Prancis sekitar abad 19.
Robusta mengandung lebih banyak kafein, serta rasa yang lebih kuat dan juga lebih pahit.
Sementara Starbucks menggunakan 100 persen biji Arabika.
Perusahaan itu mengatakan kepada BBC bahwa ini dilakukan untuk mencapai "rasa yang bisa halus tetapi juga kompleks".
Tetapi 97 persen kopi yang dikonsumsi Vietnam setiap tahun--sekitar 200.000 ton, atau 2 kg per orang--adalah varietas Robusta.
Ini barangkali menjelaskan mengapa bahkan para penggemar kopi yang pergi ke Starbucks tampaknya tidak menyukai kopi di sana. (BBC via Kompas.com)